Janji Allah Semakin Jelas

Bacaan Alkitab hari ini:

Kejadian 13

Allah memberkati Abraham dengan memberinya amat banyak ternak. Agar dapat menemukan makanan yang cukup buat ternak mereka, ia dan keponakannya berpisah. Sejak dipanggil keluar dari Ur-Kasdim, Abraham telah berjalan dari tempat persinggahan ke tempat persinggahan (13:3). Inilah ciri kehidupan penggembala ternak. Bila makanan di suatu tempat sudah tidak mencukupi bagi ternak mereka, mereka akan pindah ke tempat lain. Mereka perlu berhati-hati agar tidak memasuki tanah penggembalaan orang lain. Perhatikan bahwa fokus utama pasal ini bukanlah tentang tempat-tempat apa saja yang pernah disinggahi oleh Abraham, melainkan perpisahan Antara Abraham dengan Lot. Tanah Kanaan hanya memiliki sedikit air dan tanah rerumputan, sehingga tidak mencukupi bagi keperluan ternak Abraham dan Lot. Oleh karena itu, mau tidak mau, mereka harus berpisah. Lot memutusan untuk pergi ke sebelah timur, ke Lembah Yordan, sebab di sana banyak air (13:10-11). Lembah Yordan terletak di luar Tanah Kanaan. Dengan begitu, Tanah Kanaan ditinggalkan buat Abraham sendirian. Setelah Lot meninggalkan Tanah Kanaan, Tuhan memberikan Tanah Kanaan kepada Abraham (13:14-17). Lot berkemah di dekat Sodom, sedangkan Abraham berkemah di dekat Hebron. Hebron adalah kota yang penting karena kota itu adalah ibu kota kerajaan Kanaan saat itu.

Tindakan Abraham membiarkan Lot memilih lebih dulu tempat untuk tinggal menunjukkan bahwa Abraham tidak menganggap Lot sebagai ancaman bagi terpenuhinya janji Allah. Jelas bahwa Lot meninggalkan Tanah Kanaan berdasarkan pilihannya sendiri, bukan karena diusir oleh Abraham. Dengan menyingkirnya Lot ke dekat kota Sodom, Allah bisa memberikan seluruh Tanah Kanaan kepada Abraham serta keturunannya, dan Abraham tidak perlu berbagi tanah pusaka dengan Lot dan keturunannya. Kita percaya bahwa Allah campur tangan dalam keputusan Lot yang memilih untuk meninggalkan tanah Kanaan. Perjanjian Allah dengan Abraham berkembang semakin jelas dalam pasal ini ketika Allah berkata bahwa Abraham akan mendapat tanah pusaka (13;14-17). Allah kita luar biasa! Ia menyingkirkan penghalang bagi Abraham untuk memiliki seluruh Tanah Kanaan. Allah juga dapat menyingkirkan segala penghalang berkat agar rencana-Nya tergenapi di dalam hidup Anda. Apakah Anda beriman kepada-Nya? [Sung]

Apakah Anda Bersedia untuk Taat?

Bacaan Alkitab hari ini:

Kejadian 12

Silsilah singkat mengenai keturunan Sem di 11:10-26 memberi informasi bahwa Allah melanjutkan berkat-Nya kepada manusia, yaitu bahwa manusia terus bertambah banyak dan memenuhi bumi. Nama Terah diperkenalkan di pasal 11. Menurut Yosua 24:2, Terah adalah penyembah allah lain. Pembangunan menara Babel yang puncaknya sampai ke langit dan Terah yang disebut sebagai penyembah allah lain menunjukkan bahwa dosa telah merusak konsep manusia tentang Allah yang sejati. Kerusakan konsep manusia tentang Allah ini tercermin dalam peristiwa pembangunan menara Babel. Sekalipun demikian, Allah tetap mengasihi manusia. Dalam bacaan Alkitab hari ini, Allah memanggil Abraham untuk keluar dari daerah Babilonia dan pergi ke negeri yang akan ditunjukkan Allah kepadanya. Melalui Abraham. Allah akan memberkati semua bangsa. Perhatikan bahwa bukan Abraham yang akan memberkati bangsa-bangsa lain, melainkan Allah yang akan memberkati bangsa-bangsa lain di dunia ini melalui Abraham. Karena Sarai diperkenalkan sebagai seorang yang mandul (11:30), bagaimana mungkin Abraham memiliki keturunan dan bisa menjadi bangsa yang besar? Informasi kemandulan Sarai itu melatarbelakangi pemberian janji Allah kepada Abraham dan respons Abraham yang berdasarkan iman.

Allah berjanji bahwa Ia akan mengganti apa pun yang ditinggalkan oleh Abraham: Pertama,Abraham harus meninggalkan tanah kelahirannya, dan Allah menjanjikan tanah yang baru. Kedua,Abraham harus meninggalkan sanak saudaranya, dan Allah akan membuat keluarga Abraham menjadi bangsa yang besar. Ketiga, Abraham harus meninggalkan rumah bapanya dan Allah akan memberkati dia, dan Abraham akan menjadi berkat. Melalui Abraham, Allah memberkati semua bangsa. Kita mungkin bertanya, mengapa Allah membuat perjanjian dengan Abraham? Pertama, Allah membuat perjanjian agar Abraham dan keturunannya dapat terus-menerus berhubungan dengan Allah. Kedua, Allah membuat perjanjian karena Ia hendak menghadirkan Juru Selamat untuk menyelesaikan masalah dosa. Abraham bersedia menerima perjanjian yang dibuat Allah dan ia bersedia menaati Allah. Perjanjian ini tidak menyelamatkan Abraham, tetapi perjanjian ini memperlihatkan penebusan Allah kepada Abraham dan keturunannya. Jika Anda adalah Abraham, apakah Anda bersedia mengikuti permintaan Allah? [Sung]

Pemulihan Ayub

Bacaan Alkitab hari ini:

Ayub 42

TUHAN menegur Ayub, tetapi Dia tetap lebih menghargai Ayub ketimbang ketiga temannya (Elifas, Bildad, dan Zofar) yang telah menyerang Ayub secara membuta. Perintah TUHAN kepada Elifas dan kedua temannya untuk meminta Ayub mendoakan mereka agar murka TUHAN terhadap diri mereka surut (42:7-8) menunjukkan bahwa adanya penderitaan bukanlah pertanda dari adanya murka TUHAN terhadap diri seseorang. Bila Anda lebih makmur atau lebih kaya ketimbang orang lain, tidak berarti bahwa TUHAN lebih berkenan terhadap diri Anda ketimbang terhadap orang yang sedang menderita. Kita tidak selalu bisa mengerti kebijakan TUHAN terhadap umat-Nya. Yang menentukan apakah TUHAN berkenan terhadap diri kita atau tidak bukanlah keadaan fisik kita, melainkan keadaan rohani kita (sikap kita terhadap TUHAN). Setelah melewati pengalaman hidup yang menyakitkan yang membuat Ayub dapat berkata kepada TUHAN, “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau,” akhirnya TUHAN memulihkan keadaan Ayub. Kekayaannya menjadi dua kali lipat dibandingkan kekayaannya semula. Dia mendapat kembali tujuh anak laki-laki dan tiga anak perempuan (sama dengan jmlah anak-anaknya yang telah meninggal). Dia meninggal dalam usia lanjut sampai bisa melihat anak dan cucu sampai keturunan keempat. Pemulihan keadaan Ayub ini menunjukkan bahwa Allah berkenan kepada Ayub karena Ayub tidak sampai mengutuki Allah saat berada di puncak penderitaan.

Apakah saat ini Anda sedang mengalami penderitaan? Ingatlah bagaimana Ayub bertahan saat menghadapi penderitaan! Mungkin Anda tidak akan pernah mengerti mengapa Allah membiarkan Anda menderita. Allah tidak pernah menjelaskan kepada Ayub mengapa Ayub menderita, dan mungkin saja Allah juga tidak pernah menjelaskan kepada Anda mengapa Dia membiarkan Anda menderita. Sekalipun demikian, kita harus mempertahankan iman saat sedang menderita. Sesudah penderitaan berakhir, kita akan memperoleh kelegaan, entah saat kita hidup di dunia ini atau di dunia yang akan datang (bandingkan dengan Yakobus 5:11). Bila Anda tidak bertekun untuk mempertahankan iman, mungkin saja Anda bukan hanya menderita saat ini, tetapi Anda juga akan menderita di dunia yang akan datang! [P]

Sumber Segala Berkat dan Kebahagiaan (Tahun Baru Imlek)

Bacaan Alkitab hari ini:

Mazmur 16

Imlek adalah hari raya utama dalam tradisi budaya Tionghoa. Bagi orang Tionghoa, Imlek bertepatan dengan pergantian musim dari musim dingin ke musim semi, saat bumi dan segala isinya mengalami pemulihan. Pada musim semi, tumbuh-tumbuhan kembali bermekaran. Masa menabur dan masa panen berulang kembali. Segala yang dianggap “sial” di tahun sebelumnya telah berlalu. Semua yang lama tersingkir. Di tahun yang baru, muncullah harapan baru. Dengan harapan akan memperoleh berkat di tahun yang baru, semua orang saling memberi salam dan mengucapkan kata-kata berkat setiap kali bertemu dengan sesama di hari raya Imlek. Harapan dan berkat tahun baru diungkapkan dengan pelbagai kebiasaan dan upacara yang khas di setiap daerah. Selama perayaan Imlk, orang tua sangat pantang terhadap istilah yang berkaitan dengan “mati”. Penyembelihan hewan serta memecahkan barang tidak diizinkan karena hal tersebut dianggap tidak menguntungkan dan merupakan pertanda buruk. Namun, terlepas dari apa pun pandangan terhadap ritual kebudayaan yang ada, pengharapan orang Kristen tentang “berkat serta kebahagiaan” tidak berkaitan dengan pantangan pada hari raya serta upacara tradisi. Berkat serta kebahagiaan orang Kristen hanya terletak pada iman kepercayaan kita kepada Allah.

Mazmur 16 adalah Mazmur yang ditulis oleh Daud di padang gurun Zif saat nyawanya terancam oleh Saul. Walaupun terkungkung di bawah kondisi yang sangat sulit, Daud tetap bersandar pada Allah, sehingga ia bisa bersukacita dalam kesusahan serta menyakini bahwa Allah akan “memberitahukan kepadaku jalan kehidupan” (16:11a) yang meluputkan dia dari maut. Dari mana kita mengetahui jalan kehidupan itu? Bagaimana orang Kristen dapat bersandar pada Allah untuk mewujudkan berkat serta kebahagiaan hidup? Pertama, kita harus memandang ke atas, yaitu kepada Allah yang menjadi sandaran kita satu-satunya. “Tidak ada yang baik bagiku selain Engkau!” (16:2b). Kedua,kita harus memandang ke sekeliling kita. Allah menguduskan orang yang takut akan Dia, sehingga kita bisa berkata, “Orang-orang kudus yang ada di tanah ini, merekalah orang mulia yang selalu menjadi kesukaanku.” (16:3). Ketiga, kita harus memandang ke depan. “Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa.” (16:11). [HXH]

Tunduk Pada Sang Pencipta

Bacaan Alkitab hari ini:

Ayub 40-41

Dalam bacaan Alkitab hari ini, TUHAN memperlihatkan betapa lemahnya Ayub bila dibandingkan dengan dua makhluk ciptaan Allah, yaitu Behemot (40:10-19, dalam Alkitab Terjemahan Baru diterjemahkan sebagai “kuda Nil”) dan Lewiatan (40:20-41:25, dalam Alkitab Terjemahan Baru diterjemahkan sebagai “buaya”). Karena “kuda Nil” hidup di Mesir, bukan di Palestina, maka terjemahan “Behemot” sebagai “kuda Nil” ini meragukan. Ada ahli Perjanjian Lama yang beranggapan bahwa Behemot ini adalah makhluk dongeng yang menunjuk kepada makhluk perkasa yang hidup di darat, sedangkan Lewiatan merupakan makhluk dongeng yang menunjuk kepada makhluk perkasa yang hidup di air. Kedua makhluk perkasa (mewakili monster darat dan monster air) yang menakutkan itu adalah makhluk ciptaan Allah. Bila dibandingkan kedua makhluk itu, Ayub (manusia) secara fisik merupakan makhluk yang sangat lemah. Oleh karena itu, keberanian Ayub beranggapan bahwa Allah bersalah karena membiarkan dirinya menderita merupakan perbuatan yang keterlaluan dan tidak tahu diri.

Sebagai manusia, kita perlu menyadari bahwa sebagai makhluk ciptaan Allah, kita tidak sederajat dengan Allah. Sudah sepantasnya bila kita tunduk dan taat kepada Allah tanpa membantah. Sikap Ayub yang hendak membantah Allah merupakan sikap yang tidak patut. Syukurlah bahwa Ayub tidak mengeraskan hatinya. Setelah Allah menyatakan diri-Nya kepada Ayub, Ayub berkata, “Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu.” (42:5-6). Sayang bahwa ada banyak orang yang mengeraskan hati saat Allah menyatakan diri melalui firman-Nya. Orang yang tidak merasa puas dengan apa yang terjadi pada diriya—lalu menyalahkan Allah—adalah orang yang tidak tahu diri. Kita adalah ciptaan Allah dan Allah adalah Pencipta diri kita. Tidaklah patut bila kita protes kepada Allah atas apa yang terjadi dalam hidup kita. Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda merasa bahwa diri Anda kaya, pandai, popular, dan dihormati, bahkan ditakuti oleh banyak orang, sehingga Anda beranggapan bahwa Allah pun harus menghargai diri Anda? Anda salah! Anda tidak berhak menggugat Allah karena Anda hanyalah makhluk ciptaan, sedangkan Allah adalah Sang Pencipta! [P]

Tunduk Kepada Hikmat Allah

Bacaan Alkitab hari ini:

Ayub 39

Dalam pasal ini, TUHAN memberi tahu Ayub bahwa Dialah Sang Pemelihara semua makhluk hidup di bumi ini. TUHAN sudah mengatur dengan sedemikian bijaksana, sehingga semua makhluk hidup bisa bertahan hidup. Ayub sama sekali tidak bisa mengatur kehidupan makhluk hidup di bumi ini. Pada zaman ini pun, yang bisa dilakukan oleh para pecinta lingkngan hidup bukan mengatur alam supaya makhluk hidup (hewan) bisa tetap hidup, melainkan mengusahakan agar alam berada pada kondisi yang asli. Hewan-hewan liar yang tersesat dikembalikan ke habitatnya (lingkungannya) yang asli agar bisa bertahan hidup. Manusia tidak bisa merekayasa alam untuk membuat alam menjadi lebih baik, melainkan manusia hanya bisa berusaha agar alam tetap dalam kondisi asli yang sesuai dengan rancangan Allah. Berdasarkan kenyataan tentang hikmat Allah yang luar biasa dan kenyataan tentang ketidakberdayaan mausia, TUHAN berkata kepada Ayub, “Apakah si pengecam hendak berbantah dengan Yang Mahakuasa? Hendaklah yang mencela Allah menjawab!” (39:35). Terhadap pertanyaan tersebut, Ayub menjawab, “Sesungguhnya, aku ini terlalu hina; jawab apakah yang dapat kuberikan kepada-Mu? Mulutku kututup dengan tangan. Satu kali aku berbicara, tetapi tidak akan kuulangi; bahkan dua kali, tetapi tidak akan kulanjutkan.” (39:37-38). Ayub tunduk kepada hikmat Allah!

Apakah Anda bersedia untuk tunduk kepada hikmat Allah tanpa protes sedikit pun terhadap apa yang Allah izinkan terjadi dalam kehidupan Anda? Sesungguhnya, hidup mengikuti pengaturan TUHAN adalah hidup yang paling menyenangkan karena Dia tahu apa yang paling baik bagi kehidupan kita. Di dalam kebodohan kita, sering kali kita ingin menentukan sendiri apa yang baik bagi diri kita dan kemudian kita menemui kegagalan dan kekecewaan. Kita perlu senantiasa mengingat bahwa kita adalah makhluk yang memiliki pengetahuan terbatas. Kita hanya tahu apa yang masih dapat terjangkau oleh panca indra kita, tetapi kita sama sekali tidak bisa mengerti apa yang tidak kita lihat atau hal-hal apa yang akan terjadi di masa depan. Bagaimana mungkin kita—sebagai makhluk dengan pengetahuan yang sangat terbatas—bisa merasa lebih tahu dibandingkan Allah yang mahatahu dan mahabijak? Manusia yang bijaksana adalah manusia yang bersedia tunduk kepada hikmat Allah tanpa membantah! [P]

Mengenal Allah dalam Penderitaan

Baca:Ayub 36-37

Dalam rangkaian perkataan Elihu yang terakhir, Elihu terlalu berani berbicara “demi Allah” (mewakili Allah, 36:2). Walaupun banyak perkataannya yang baik dan benar, pemahaman Elihu terbatas, sehingga rasa percaya diri Elihu terlihat berlebihan. Sekalipun demikian, niat Elihu untuk membela keadilan Allah adalah keinginan yang baik. Di samping tentang keadilan Allah, Elihu mengemukakan bahwa Allah itu perkasa, namun manusia tidak dipandang rendah (36:5). Allah itu mulia dalam kekuasaan-Nya (36:22). Kebesaran Allah sebagai Sang Pencipta alam semesta yang mahakuasa dan mahatahu tak terjangkau oleh pikiran kita (36:26-37:24). Walaupun tuduhan Elihu terhadap Ayub keliru (36:17, 21), ada hal-hal baik yang ia kemukakan tentang orang yang sedang mengalami kesengsaraan. Pertama, ia mengemukakan bahwa Allah akan memberi keadilan kepada orang yang sengsara (36:6). Kata-kata semacam ini adalah kata-kata yang bisa membangun semangat. Kedua, Elihu mengemukakan konsep penderitaan sebagai sarana bagi Allah untuk mendidik umat-Nya (36:8-12, 15). Dalam hal ini, Elihu memperkenalkan Allah sebagai Guru yang luar biasa (36:22).

Saat mengalami penderitaan, penting bagi kita untuk mengenal Allah secara benar. Bila pengenalan kita akan Allah keliru, kita bisa menyalahkan Allah atas penderitaan yang kita alami. Kita harus senantiasa meyakini bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu yang baik, bukan Pencipta kejahatan atau penderitaan. Kejahatan dan penderitaan bukanlah inisiatif Allah. Bila Allah membiarkan terjadinya kejahatan dan penderitaan, Allah pasti memiliki maksud baik. Kita harus senantiasa mencari tahu maksud baik Allah melalui penderitaan yang kita alami. Jangan sampai kita beranggapan bahwa Allah mengabaikan diri kita. Bila Allah belum bertindak untuk menolong, janganlah kita menganggap Allah tidak mampu menolong. Kita harus mempercayai hikmat Allah yang jauh melampaui kemampuan kita untuk memahami apa yang terjadi atas hidup kita. Bagaimana sikap Anda terhadap Allah saat Anda mengalami penderitaan, baik berupa kegagalan (dalam usaha, pekerjaan, studi, dan sebagainya) maupun kehilangan (kesehatan, keluarga, teman baik, dan sebagainya)? Apakah Anda bisa selalu melihat kebaikan Allah dan Anda dapat mempercayai Allah walaupun belum mengerti mengapa Allah membiarkan Anda mengalami penderitaan? [P]

Mengenal Allah dalam Penderitaan

Baca:Ayub 36-37

Dalam rangkaian perkataan Elihu yang terakhir, Elihu terlalu berani berbicara “demi Allah” (mewakili Allah, 36:2). Walaupun banyak perkataannya yang baik dan benar, pemahaman Elihu terbatas, sehingga rasa percaya diri Elihu terlihat berlebihan. Sekalipun demikian, niat Elihu untuk membela keadilan Allah adalah keinginan yang baik. Di samping tentang keadilan Allah, Elihu mengemukakan bahwa Allah itu perkasa, namun manusia tidak dipandang rendah (36:5). Allah itu mulia dalam kekuasaan-Nya (36:22). Kebesaran Allah sebagai Sang Pencipta alam semesta yang mahakuasa dan mahatahu tak terjangkau oleh pikiran kita (36:26-37:24). Walaupun tuduhan Elihu terhadap Ayub keliru (36:17, 21), ada hal-hal baik yang ia kemukakan tentang orang yang sedang mengalami kesengsaraan. Pertama, ia mengemukakan bahwa Allah akan memberi keadilan kepada orang yang sengsara (36:6). Kata-kata semacam ini adalah kata-kata yang bisa membangun semangat. Kedua, Elihu mengemukakan konsep penderitaan sebagai sarana bagi Allah untuk mendidik umat-Nya (36:8-12, 15). Dalam hal ini, Elihu memperkenalkan Allah sebagai Guru yang luar biasa (36:22).

Saat mengalami penderitaan, penting bagi kita untuk mengenal Allah secara benar. Bila pengenalan kita akan Allah keliru, kita bisa menyalahkan Allah atas penderitaan yang kita alami. Kita harus senantiasa meyakini bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu yang baik, bukan Pencipta kejahatan atau penderitaan. Kejahatan dan penderitaan bukanlah inisiatif Allah. Bila Allah membiarkan terjadinya kejahatan dan penderitaan, Allah pasti memiliki maksud baik. Kita harus senantiasa mencari tahu maksud baik Allah melalui penderitaan yang kita alami. Jangan sampai kita beranggapan bahwa Allah mengabaikan diri kita. Bila Allah belum bertindak untuk menolong, janganlah kita menganggap Allah tidak mampu menolong. Kita harus mempercayai hikmat Allah yang jauh melampaui kemampuan kita untuk memahami apa yang terjadi atas hidup kita. Bagaimana sikap Anda terhadap Allah saat Anda mengalami penderitaan, baik berupa kegagalan (dalam usaha, pekerjaan, studi, dan sebagainya) maupun kehilangan (kesehatan, keluarga, teman baik, dan sebagainya)? Apakah Anda bisa selalu melihat kebaikan Allah dan Anda dapat mempercayai Allah walaupun belum mengerti mengapa Allah membiarkan Anda mengalami penderitaan? [P]

Pemahaman Kita Belum Utuh!

Bacaan Alkitab hari ini:

Ayub 34-35

Bila ketiga teman Ayub yang lain (Elifas, Bildad, dan Zofar) menuduh Ayub secara membuta (tidak berdasarkan fakta), Elihu menyerang Ayub berdasarkan perkataan Ayub sebelumnya. Dia mengkritik Ayub yang beranggapan bahwa Allah salah karena telah berlaku tidak semestinya terhadap dirinya dan bahwa tidak ada gunanya hidup berkenan kepada Allah (34:5-9). Elihu membela keadilan Allah dengan mengatakan bahwa Allah tidak bisa disebut curang karena Dialah yang menopang kehidupan di bumi ini (34:10-15). Allah adalah Pemegang kekuasaan yang tidak memihak siapa pun (34:16-20). Allah itu mahatahu, sedangkan pengetahuan Ayub amat terbatas (34:21-37). Sayangnya, Elihu juga membuat tuduhan yang berlebihan, yaitu dia mengatakan bahwa Ayub “mencari persekutuan dengan orang-orang yang melakukan kejahatan dan bergaul dengan orang-orang fasik” (34:8). Bila Ayub mengeluh karena penderitaan hebat yang dialaminya, tidak perlu Elihu menuduh bahwa keluhan itu merupakan pengaruh pergaulan dengan orang jahat dan orang fasik (orang yang tidak mempedulikan Tuhan). Walaupun benar bahwa “Ayub berbicara tanpa pengetahuan, dan perkataannya tidak mengandung pengertian” 34:35), tidak tepat bila Elihu mengatakan bahwa Ayub “menjawab seperti orang-orang jahat” (34:36). Perkataan Ayub disebabkan karena penderitaan yang dialaminya, bukan karena pengaruh pergaulan. Selanjutnya, dalam pasal 35, Elihu mencela Ayub yang membenarkan diri di hadapan Allah. karena sesungguhnya kebaikan atau kejahatan manusia tidak mempengaruhi Allah, melainkan mempengaruhi manusia.

Di 35:16, Elihu mengatakan bahwa Ayub berbicara tanpa pengertian. Akan tetapi, sebenarnya, memang seluruh diskusi yang terjadi di antara Ayub dengan semua teman-temannya ini dilakukan tanpa pengertian yang utuh! Elihu pun tidak memiliki pengertian yang utuh! Saat berusaha memahami tentang penderitaan yang dialami manusia, kita harus menyadari bahwa pengertian kita terbatas. Tidak mungkin kita memahami hikmat Allah secara utuh. Yang harus kita lakukan adalah mempercayai bahwa Allah itu baik dan adil walaupun kebaikan dan keadilan Allah itu tidak kita pahami sepenuhnya. Saat Anda mengalami keadaan yang buruk, apakah Anda bisa tetap mempercayai Allah? Saat kita bertemu dengan Tuhan Yesus, barulah semua hal menjadi jelas. [P]

Sikap Bijaksana dalam Berdiskusi

Bacaan Alkitab hari ini:

Ayub 32-33

Elihu adalah seorang yang bijaksana. Dia bersedia mendengarkan diskusi dengan sabar (32;11)—tanpa melakukan interupsi—saat terjadi pembicaraan antara Ayub dan ketiga temannya (Elifas, Bildad, dan Zofar). Elihu berusaha untuk bersikap tidak memihak saat terjadi silang pendapat antara Ayub dan ketiga temannya (32:21-22). Ia marah kepada Ayub karena Ayub menganggap dirinya lebih benar daripada Allah (32:2). Sebaliknya, dia juga marah kepada ketiga sahabat Ayub yang mempersalahkan Ayub secara membuta, tanpa bisa mengemukakan alasan yang tepat (32:3, 12). Sebagai seorang yang paling muda, sikap Elihu sangat tepat: Dia tidak mau menggurui orang-orang yang lebih tua! Dia memperhatikan pembicaraan antara Ayub dengan ketiga temannya sampai pembicaraan tersebut berakhir, sehingga dia bisa menyimpulkan secara tepat (32:4-16). Elihu meyakini bahwa hikmat yang sejati berasal dari Allah (32:8-9, 13). Oleh karena itu, walaupun semula dia ragu-ragu untuk ikut bicara karena dia adalah orang yang paling muda, akhirnya dia memiliki ketetapan hati bahwa dia harus ikut berbicara (32:6-7, 10, 16-20; 33:1-5). Dalam mengemukakan pendapatnya, Elihu memegang beberapa prinsip penting: Pertama,dia berjanji untuk bersikap netral dan berbicara apa adanya (32:21-22; 33:3). Kedua, dia menempatkan dirinya sejajar dengan Ayub yang menjadi lawan bicaranya. Dia berjanji untuk tidak asal menyerang. Bila ternyata bahwa dia salah dan Ayub lebih benar, dia berjanji untuk bersedia mengakuinya (33:6-7, 32). Ketiga, dia mengemukakan bahwa ia telah memperhatikan dengan saksama pembicaran antara Ayub dengan ketiga temannya, sehingga ia bisa merumuskan dengan tepat apa yang menjadi pokok persoalan (33:8-11) dan ia tidak mengulang argumentasi yang telah dikemukakan sebelumnya dalam diskusi tersebut (33:12-30).

Sikap Elihu dalam berdiskusi dengan Ayub yang usianya lebih tua merupakan sikap yang patut dipuji dan dijadikan teladan. Bagaimana sikap Anda saat Anda berdiskusi? Apakah Anda telah membiasakan diri untuk menghargai lawan bicara Anda? Apakah Anda telah membiasakan diri untuk mendengar dengan saksama sebelum mengemukakan pendapat Anda? Apakah Anda bersedia menghindarkan sikap “asal saya menang”, bahkan bersedia mengaku salah bila ternyata bahwa yang benar adalah pendapat lawan diskusi Anda? [P]