Jangan Membunuh (10 Hukum Allah)

Bacaan Alkitab hari ini:
Keluaran 20:13 (Hukum Keenam)

Pada waktu menciptakan manusia, Allah berkata, “Baikah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita,” (Kejadian 1:26). Saat itu, ada diskusi di antara ketiga Pribadi Allah, tidak seperti saat Allah menjadikan ciptaan lainnya. Hal ini mengungkapkan bahwa manusia ialah makhluk yang istimewa dalam pandangan Allah. Alkitab mengungkapkan bahwa terjadinya manusia itu dahsyat dan ajaib, karena Allah yang menenun setiap orang (Mazmur 139:13, 14). Jadi, bukan hanya manusia pertama—Adam dan Hawa—saja yang diciptakan melalui kuasa serta karya Allah yang kreatif, tetapi semua manusia diciptakan oleh Allah itu sendiri. Sangatlah pantas bila dikatakan bahwa manusia adalah mahakarya dari Allah. Manusia—mahakarya Allah itu—disebut berharga dan mulia dalam pandangan Allah (Yesaya 43:4). Keberadaan manusia yang seperti itu membuat Allah melarang pembunuhan terhadap sesama manusia. Allah sangat membenci pembunuhan. Oleh karena itu, bila terjadi pembunuhan, Allah akan mengadili dan menghukum si pelaku (Kejadian 9:5, 6). Hukuman Allah yang paling mengerikan bukan yang ditujukan kepada tubuh jasmaniah, tetapi hukuman terhadap roh (Matius 10:28). Hukum keenam ini harus kita perhatikan: “Jangan membunuh!”

Banyak orang merasa bahwa dirinya telah memenuhi tuntutan Sepuluh Hukum Allah seperti orang kaya yang menemui Tuhan Yesus (Matius 19:16-20, Markus 10:17-20). Akan tetapi, Tuhan Yesus mengajarkan bahwa mengucapkan makian atau perkataan kasar, mengungkapkan amarah secara berlebihan, dan mendendam terhadap orang lain berada di level yang sama dengan membunuh sesama manusia (Matius 5;21-26). Tuhan Yesus datang untuk menggenapi hukum Taurat (Matius 5:17). Selain itu, Dia memberikan penafsiran yang memperkaya pengertian kita akan hukum-hukum Allah. Berdasarkan penilaian manusiawi, tindakan membunuh dipandang lebih bersalah dan lebih jahat daripada makian, umpatan, perkataan sarkastis, serta kebencian dalam hati., padahal standar firman Tuhan jauh lebih tinggi daripada penilaian moral dan etis manusiawi. Tuhan tidak hanya menilai tindakan, perkataan, ekspresi emosi yang dapat dilihat orang lain, melainkan Dia menyelidiki apa yang ada dalam hati kita yang terdalam (1 Samuel 16:7). Perhatikanlah dengan saksama tindakan dan isi batin kita. Patuhilah hukum-hukum-Nya! [Pdt. Emanuel Cahyanto Wibisono]

Hormat Kepada Orang Tua (10 Hukum Allah)

Bacaan Alkitab hari ini:
Keluaran 20:12 (Hukum Kelima)

Keluarga adalah lembaga pertama yang Allah dirikan saat Dia menciptakan alam semesta beserta seluruh isinya (Kejadian 1:26-28, 2:24). Melalui relasi antara ayah dan ibu dalam keluarga, lahirlah anak-anak yang semestinya dididik oleh orang tua untuk semakin mengenal Allah (Kejadian 1:28, 18:19, Ulangan 6:4-9). Dalam rencana dan kehendak Allah, kedudukan orang tua lebih tinggi daripada anak, sehingga anak menghormati orang tua (20:12). Perintah tersebut harus dilakukan untuk menjaga tatanan dalam keluarga seperti yang dikehendaki Allah.

Pada masa kini, ada anak yang menaruh hormat dengan semestinya, tetapi ada pula anak yang tidak peduli—bahkan bersikap buruk—terhadap orang tua yang sudah membesarkan mereka. Tak dapat disangkal bahwa banyak orang tua yang telah gagal dalam mengasuh dan mendidik anak yang telah dipercayakan kepada mereka. Ada orang tua yang membuat anaknya menyimpan kemarahan (Efesus 6:4), merasa sakit hati, takut, atau sangat gelisah (Kolose 3:21). Sikap orang tua yang seperti itu membuat anak sulit melakukan hukum kelima ini. Jelaslah bahwa ada keadaan saling mempengaruhi antara orang tua dengan anak. Anak yang tidak menyimpan rasa marah dan sakit hati terhadap orang tua akan lebih mampu menghormati serta mematuhi orang tuanya (20:12, Efesus 6:1). Sebaliknya, orang tua yang diperlakukan dengan hormat dan ditaati oleh anaknya akan lebih mudah membesarkan dan mendidik anak sesuai dengan firman Tuhan.

Kondisi saling mempengaruhi di antara para pihak dalam keluarga tersirat dalam perkataan, “Rendahkan dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus,” (Efesus 5:21). Namun, jika dinamika relasi dalam keluarga hanya ditentukan oleh keadaan saling mempengaruhi, relasi dalam keluarga itu akan bersifat kondisional: anak hormat dan taat hanya bila orang tuanya tidak membangkitkan amarah dan tidak melukai hati. Sebaliknya, orang tua hanya akan mengasuh dan mendidik anak dengan benar bila anak itu menghormati dan menaati orang tua. Dinamika relasi yang kondisional ini tidak sesuai dengan makna “di dalam Kristus” yang mendasari relasi keluarga Kristen. Kristus mengasihi kita bukan karena kita mampu mematuhi firman-Nya. Kasih Kristus tidak kondisional! Walaupun orang tua telah melukai hati dan menimbulkan kemarahan, marilah kita tetap bersikap menghormati dan menaati mereka di dalam takut akan Kristus (Efesus 5:21). [Pdt. Emanuel Cahyanto Wibisono]

Kuduskan Hari Sabat (10 Hukum Allah)

Bacaan Alkitab hari ini:
Keluaran 20:8-11 (Hukum Keempat)

Hukum keempat yang memerintahkan umat Allah untuk menguduskan hari Sabat didasarkan pada tindakan Allah sendiri yang memberkati dan menguduskan hari Sabat (20:11). Melalui teks kitab suci yang melandasi perenungan hari ini, kita mengetahui bahwa pola kerja Allah dalam penciptaan alam semesta dan seluruh isinya (Kejadian 1) adalah pola yang harus kita tiru. Alkitab mengungkapkan bahwa Allah menciptakan alam semesta dan seluruh isinya dalam enam hari, kemudian Allah berhenti mencipta di hari yang ketujuh (20:11). Berdasarkan pola tersebut di atas, manusia diharuskan bekerja selama enam hari, dan di hari yang ketujuh berhenti dari segala aktivitas pekerjaan, profesi, maupun rutinitas yang biasa dilakukan pada hari pertama hingga keenam (20:9-10). Manusia harus mengkhususkan hari ketujuh untuk beribadah kepada Allah, sebab Allah telah menetapkan hari ketujuh sebagai hari yang kudus dan mulia (Yesaya 58:13). Apabila manusia menyembah Allah pada hari itu, sesungguhnya manusia akan mendapatkan kepuasan yang sejati (Yesaya 58:13). Hari yang ketujuh adalah hari bagi manusia untuk memupuk kerohaniannya dan mendapatkan kesegaran serta kekuatan baru untuk menghadapi hari-hari selanjutnya, seperti yang Allah sendiri katakan, “maka engkau akan bersenang-senang karena TUHAN dan Aku akan membuat engkau melintasi puncak bukit-bukit di bumi dengan kendaraan kemenangan; Aku akan memberi makan engkau ....” (Yesaya 58:14).

Bagi orang Kristen, hukum keempat ini harus diingat dan dilakukan. Kristus berkata bahwa kita harus menuruti segala perintah-Nya (Yohanes 14:15). Kristus juga menegaskan bahwa Dia datang bukan untuk meniadakan hukum Taurat, tetapi untuk menggenapinya (Matius 5:17). Oleh sebab itu, siapa saja yang meniadakan salah satu dari hukum Taurat akan dihukum oleh Allah (Matius 5:19). Pola dari hukum keempat itu adalah enam hari kerja dan satu hari istirahat yang dikhususkan untuk Allah (Keluaran 31:14-15). Dalam Perjanjian Baru, konsep hari Sabat (hari terakhir setiap minggu) sebagai waktu yang dikhususkan untuk beristirahat dan beribadah itu diganti menjadi hari Minggu (hari pertama) sebagai hari untuk beristirahat (dari pekerjaan rutin) dan untuk memupuk relasi yang dekat dengan Allah. Bagi rohaniwan Kristen, hari Minggu merupakan hari untuk melayani jemaat. Oleh karena itu, pada umumnya, rohaniwan Kristen beristirahat pada hari Senin (hari kedua). [Pdt. Emanuel Cahyanto Wibisono]

Kekudusan Nama Allah (10 Hukum Allah)

Bacaan Alkitab hari ini:
Keluaran 20:7 (Hukum Ketiga)

Hukum Allah yang ketiga menegaskan bahwa Allah serta merta akan memandang bersalah setiap orang yang menyebut nama-Nya dengan sembarangan (20:7). Perlu diingat bahwa nama Allah menyatakan siapa Allah, bukan hanya sekadar panggilan atau sebutan. Nama Allah menyatakan keberadaan dan natur atau sifat Allah. Ketika Musa hendak diutus untuk pergi ke Mesir, ia berkata kepada Allah, “Tetapi apabila aku mendapatkan orang Israel dan berkata kepada mereka: Allah nenek moyangmu telah mengutus aku kepadamu, dan mereka bertanya kepadaku: bagaimana tentang nama-Nya? -- apakah yang harus kujawab kepada mereka?” (3:13). Terhadap pertanyaan tersebut, Allah menjawab, “AKU adalah AKU” (3:14). Jawaban ini menyingkapkan keberadaan Allah yang kekal, tidak berubah, dan juga menyatakan bahwa Dia adalah sumber dari segala keberadaan yang lain. Karena nama Allah menyatakan siapa Allah sebenarnya, dalam Doa Bapa Kami,Yesus Kristus mengajar kita untuk mengatakan, “Dikuduskanlah nama-Mu” (Matius 6:9). Raja Daud—yang menyadari keagungan makna nama Allah—berkata, “Ya TUHAN, Tuhan kami, bertapa mulianya nama-Mu di seluruh bumi! Keagungan-Mu yang mengatasi langit dinyanyikan.” (Mazmur 8:2). Dengan demikian, Alkitab memperlihatkan kepada kita bahwa nama Allah itu menyingkapkan kekudusan dan kemuliaan-Nya.

Berdasarkan pengertian di atas, setidaknya ada tiga hal yang harus kita lakukan untuk mematuhi hukum ketiga itu: Pertama, kita harus datang menyembah kepada-Nya dengan sebuah sikap hati dan kesadaran akan betapa kudus serta mulianya Allah. Adanya sikap hati dan kesadaran itu akan mempengaruhi sikap, pikiran, perkataan, dan perasaan saat kita sedang beribadah kepada-Nya. Kedua, Rasul Paulus menuliskan bahwa karena umat Allah tidak mematuhi firman-Nya maka, “Nama Allah dihujat di antara bangsa-bangsa lain” (Roma 2:24). Sangat jelas bahwa perilaku umat Allah yang menaati firman-Nya akan menjaga kekudusan dan kemuliaan nama-Nya. Ketiga, setiap janji yang diucapkan di dalam nama-Nya—janji saat baptis dewasa, pernikahan gerejawi, ikrar jabatan gerejawi, dan lainnya—harus dipenuhi. Ketika kita melanggar janji tersebut, maka kita telah melanggar kekudusan nama-Nya (Imamat 19:12). [Pdt. Emanuel Cahyanto Wibisono]

Allah adalah Roh: Tak Boleh Digambarkan (10 Hukum Allah)

Bacaan Alkitab hari ini:
Keluaran 20:4-6 (Hukum Kedua)

Dari dalam dirinya, setiap manusia menyadari akan adanya Sang Ilahi. Namun, karena manusia telah tercemar oleh dosa maka ia tidak dapat mengenal Allah yang sejati (Roma 1:18-21). Selain itu, setiap manusia lebih menyukai segala sesuatu yang konkrit dan pengalaman yang nyata dalam hidupnya daripada segala sesuatu yang tidak jelas (abstrak) atau tidak pasti. Di lain pihak, Allah itu tidak dapat dilihat secara kasat mata, dan berbagai konsep tentang Allah bersifat abstrak. Itulah sebabnya, manusia membuat patung, ukiran, dan berbagai figur (bentuk)—entah terbuat dari kayu, batu, perak, emas, maupun bahan lainnya—sebagai perwujudan dari Sang Ilahi, lalu menyembah berbagai buatan tangan itu (Roma 1:22-23). Dengan melakukan tindakan seperti itu, manusia jatuh ke dalam dosa penyembahan kepada ilah-ilah, sehingga perbuatan itu sangat dibenci oleh Allah (Roma 1:24-32). Allah tidak dapat diwakili atau digambarkan oleh buatan manusia dalam bentuk apa pun juga. Allah ingin agar kita mengenal dan menyembah Dia sebagaimana adanya, yaitu sebagai Roh (Yohanes 4:24).

Allah yang diberitakan dalam Alkitab adalah Pribadi yang Pencemburu. Sifat cemburu Allah sangat berbeda dengan sifat cemburu manusia. Manusia dapat cemburu terhadap sesuatu yang dimiliki oleh orang lain, padahal ia tidak berhak untuk mendapatkan apa yang menjadi objek rasa cemburunya. Sebagai contoh, seorang pegawai cemburu terhadap direktur perusahaan yang lebih memperhatikan rekan kerjanya. Sikap cemburu semacam ini salah karena sang pegawai tidak berhak menuntut agar sang atasan paling memperhatikan dirinya. Tidak demikian halnya dengan Allah. Dia berhak meminta kita mengasihi Dia saja dan menaati kehendak-Nya (20:5) karena Dia adalah Sang Pencipta segala sesuatu. Dialah yang telah membebaskan kita dari jerat dosa, dan tindakan-Nya itu membuktikan kesetiaan Allah pada janji-Nya (20:1-3). Sudah sewajarnya dan sepantasnya bila Allah memerintahkan kita untuk hanya mengasihi Dia dan mematuhi perintah-Nya. Tidak boleh ada bentuk-bentuk buatan tangan manusia yang mengalihkan penyembahan kita kepada Allah, meskipun benda yang kita sembah itu dianggap sebagai wakil dari keberadaan Allah. [Pdt. Emanuel Cahyanto Wibisono]

Hanya TUHAN Sajalah Allah (10 Hukum Allah)

Bacaan Alkitab hari ini:
Keluaran 20:1-3 (Hukum Pertama)

Sepuluh Hukum diawali dengan pernyataan, “Allah mengucapkan segala firman ini” (20:1). Sepuluh Hukum tersebut bukan dari Musa, melainkan dari Allah, Pencipta langit dan bumi. Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah bila manusia mendengarkan dan mematuhinya. Pada hukum yang pertama, Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai TUHAN. Allah menegaskan bahwa Dia adalah Allah yang mengikat janji dengan umat-Nya, dan Dia setia kepada janji-Nya. Bukti kesetiaan Allah diperlihatkan melalui penegasan bahwa TUHAN Allah telah mengeluarkan umat Israel dari Tanah Mesir (20:2). Berdasarkan pada siapa diri-Nya dan apa yang telah Dia lakukan bagi umat-Nya, maka Allah memerintahkan agar umat Israel hanya menyembah kepada Dia saja.

Apabila kita mengamati secara cermat, jelas bahwa pada hukum pertama ini, Allah tidak mengucapkan kalimat yang meminta agar umat Israel menyembah kepada-Nya. Sekalipun demikian, melalui hukum supaya tidak ada allah atau dewa atau ilah lain dihadapan-Nya, kita disadarkan akan keinginan Allah agar tidak ada ilah atau berhala apa pun yang menghambat relasi antara Allah dengan umat-Nya. Oleh karena itu, jelas bahwa sebenarnya Allah menginginkan agar kita hanya menyembah kepada Dia saja. Bila kita menyembah Allah dengan sepenuh hati, sesungguhnya kita akan mendapatkan yang terbaik dalam kehidupan ini, seperti yang diungkapkan oleh Daud bahwa sukacita berlimpah-limpah dan kepuasan yang sejati berasal dari Allah (Mazmur 16:11). Perhatikan bahwa hukum pertama ini diberikan di tengah banyaknya dewa dan berhala yang disembah oleh bangsa-bangsa di sekitar Israel. Allah mengerti benar akan kemungkinan bahwa umat Israel dapat berpaling untuk menyembah ilah-ilah lain. Oleh karena itu, hukum pertama ini menggarisbawahi perlunya menyingkirkan ilah-ilah dalam kehidupan ini.

Allah yang membebaskan umat Israel dari Mesir ialah Allah Sang Pencipta yang melepaskan orang yang percaya kepada Kristus dari belenggu dosa. Dengan demikian, jangan ada ilah apa pun di zaman ini—diri sendiri, kuasa, uang, dan sebagainya—yang dapat menghalangi penyembahan dan pelayanan kita kepada-Nya. Marilah kita berkata seperti Asaf, “Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi.” (Mazmur 73:25) [Pdt. Emanuel Cahyanto Wibisono]

Menaati Allah yang Beranugerah bagi Kita

Bacaan Alkitab hari ini:
Keluaran 20

Tuhan, Allah perjanjian, telah terbukti setia kepada janji-Nya. Sesudah mengeluarkan umat Israel dari penjajahan di Tanah Mesir (20:2), Allah memenuhi janji-Nya bahwa Musa dan umat Israel akan beribadah di Gunung Sinai (3:12). Setelah Sang Khalik mengeluarkan kaum keturunan Abraham, Ishak, dan Yakub dari perbudakan di Tanah Mesir, barulah Dia memberikan kesepuluh hukum Allah yang harus ditaati seluruhnya. Alkitab memberikan kesaksian bahwa Allah memberikan anugerah terlebih dahulu kepada bangsa Israel dengan mengeluarkan mereka dari penjajahan. Sesudah itu, barulah Dia memberikan kesepuluh firman untuk ditaati, bukan sebaliknya. Allah tidak memerintahkan umat Israel untuk taat sepenuhnya melakukan kesepuluh firman, baru Dia memberikan anugerah, melainkan anugerah Allah mendahului firman yang harus ditaati.

Pola yang sama dengan itu kita temukan di dalam Perjanjian Baru. Kristus datang untuk menggenapi anugerah keselamatan dari Allah kepada manusia. Dengan tegas, Kristus berkata, “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup” (Yohanes 14:6). Selanjutnya, masih di perikop yang sama, Kristus berkata, “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku.” (Yohanes 14:15). Pernyataan Kristus itu memperjelas sebuah kondisi yang harus dipenuhi, yaitu bahwa setiap orang yang menjadi murid Kristus dan mengasihi Dia, harus menaati firman-Nya.

Tidak sedikit orang yang salah sangka—baik orang Kristen maupun bukan Kristen—bahwa karena orang yang percaya kepada Kristus pasti selamat (Yohanes 10:28-29), maka orang Kristen boleh menjalani hidup dengan semaunya sendiri. Pemikiran yang demikan merupakan pemikiran yang salah. Di satu pihak, kepastian keselamatan di dalam Kristus merupakan anugerah (pemberian secara gratis) yang paling agung dari Allah kepada manusia. Di pihak lain, dari sisi Allah, ada harga yang mahal yang harus dibayar agar umat Allah bisa memperoleh anugerah tersebut, yaitu darah Sang Anak Domba Allah yang telah menebus dosa orang yang percaya kepada Kristus. Dengan demikian, setiap orang percaya memperoleh anugerah yang tidak murah yang harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah, dengan mendengarkan dan menaati seluruh firman-Nya. Soli deo Gloria! (Segala Kemuliaan hanya bagi Allah!) [Pdt. Emanuel Cahyanto Wibisono]

Kerajaan Para Imam, Harta Kesayangan Allah

Bacaan Alkitab hari ini:

Keluaran 19

Setelah tiga bulan berjalan meninggalkan Mesir, Bangsa Israel sampai ke sebuah gunung di padang gurun Sinai. Berdasarkan penelitian para ahli, gunung yang dimaksud adalah Gunung Sinai atau dikenal pula sebagai Gunung Horeb. Dengan demikian, peristiwa yang dicatat dalam pasal 19 ini merupakan penggenapan terhadap janji Allah kepada Musa (3:12). Melalui bacaan Alkitab hari ini, kita mengetahui bahwa Allah menyatakan kehadiran-Nya melalui peristiwa yang menakutkan (19:16-19). Keberadaan-Nya yang mahakudus sesunguhnya menggetarkan hati manusia. Setiap orang yang tidak layak di hadapan Allah pasti akan mati ketika berjumpa dengan Dia (19:10, 21, 22). Alkitab mengungkapkan bahwa manusia tidak mungkin berjumpa dengan Allah dengan mudah. Oleh karena itu, kesaksian seseorang—siapa pun dia—yang mengaku telah bolak-balik berjumpa dengan Yesus Kristus patut kita curigai kebenarannya. Rasul Paulus memberikan nasihat, “Ujilah segala sesuatu dan peganglah yang baik.” (1 Tesalonika 5:21).

Meskipun kehadiran Allah sedemikian menggetarkan hati, namun Allah berlaku lemah lembut kepada umat-Nya. Allah yang mahakuasa itu telah menyatakan kasih-Nya dan memelihara umat Israel dalam kelembutan seperti induk rajawali yang mendukung anaknya ketika Dia mengeluarkan bangsa Israel dari Tanah Mesir (Keluaran 19:4). Keluaran 19:4 menyatakan hal-hal yang Allah lakukan kepada Israel di masa yang silam, sedangkan 19:5b-6 mengungkapan hal-hal yang akan terjadi pada Israel di waktu-waktu mendatang, yaitu bahwa bangsa Israel akan menjadi harta kesayangan Allah, menjadi umat yang kudus, menjadi kerajaan imam yang melayani dan beribadah kepada-Nya. Namun, ada persyaratan yang harus diperhatikan oleh bangsa Israel agar mereka bisa mewarisi janji-janji di atas, yakni bahwa mereka harus sungguh-sungguh mendengarkan dan menaati firman-Nya (19:5).

Sebagai umat yang telah menerima anugerah Allah di dalam Yesus Kristus, seharusnya kita menjadi umat yang melayani dan beribadah kepada-Nya. Dalam kaitan ini, kita memiliki tanggung jawab untuk memberitakan kabar tentang Kristus kepada orang-orang yang belum mengenal Dia. Akan tetapi, perhatikanlah bahwa kita pun juga harus mendengarkan dan melakukan sabda-Nya! [Pdt. Emanuel Cahyanto Wibisono]

Kerja Sama Tim

Bacaan Alkitab hari ini:

Roma 16

Rasul Paulus adalah seorang team player(seorang yang suka bekerja dalam tim). Dia bukanlah seorang yang single fighteratau one man show (orang yang lebih suka bekerja sendiri). Hal ini terlihat dari kehangatan sikap yang dia tujukan kepada rekan-rekan kerjanya dalam ucapan salam di bagian akhir suratnya kepada jemaat di Roma. Salam itu menunjukkan betapa berartinya pelayanan orang-orang itu bagi dirinya.

Selain menyebut nama Febe yang melayani jemaat di Kengkrea, Rasul Paulus memberi salam paling tidak kepada dua puluh enam orang yang menetap di Roma (16:1-15). Ia amat terkesan akan pengabdian mereka yang telah berjuang demi Injil Kristus. Ia menyebut nama mereka satu persatu, dan sebagian diberi keterangan. Mengenai Febe, ia meminta agar jemaat menyambut dan memberi bantuan yang diperlukan (16:1-2). Priskila dan Akwila disebut sebagai suami-istri yang telah mempertaruhkan nyawanya untuk Rasul Paulus (16:3-4). Epenetus adalah buah pertama dari daerah Asia untuk Kristus (16:5). Maria disebut telah bekerja keras untuk jemaat (16:6). Andronikus dan Yunias adalah dua orang yang pernah dipenjarakan bersama dengan Rasul Paulus (16:7). Nama-nama lainnya disebut tanpa keterangan (16:8-11, 14-16). Mungkin Trifena dan Trifosa adalah diaken-diaken wanita (16:12). Yang menarik, saat mengucapkan salam kepada Rufus, Rasul Paulus menyebut ibu dari Rufus yang sudah ia anggap sebagai ibunya sendiri (16:13). Mengapa Rasul Paulus sampai menganggapnya demikian? Selama bertahun-tahun dalam pelayanan, Rasul Paulus menghadapi banyak kesulitan (2 Korintus 6:4-10). Kemungkinan, Rufus pernah membawa Rasul Paulus ke rumahnya, dan ibu dari Rufus memberikan kata-kata penghiburan, pakaian bersih, atau makanan yang bergizi.

Pelayanan yang baik adalah pelayanan yang dimulai dari dan bermuara pada orang, bukan program. Pelayanan yang berorientasi pada orang akan membuat kita terus bergumul, sampai orang yang kita layani memperlihatkan kerinduan untuk mengalami perjumpaan dengan Tuhan, bertumbuh di dalam firman dan doa. Oleh karena itu, dibutuhkan kerja sama dalam tim yang kokoh agar pelayanan kita menjadi berkat bagi jemaat yang kita layani. Apakah Anda sudah melayani dengan semangat untuk bekerja sama dalam tim? Bila Anda belum melayani dan ingin melayani, bergabunglah dalam tim pelayanan di gereja Anda! [Souw]

Menjadi Seorang Pendoa

Bacaan Alkitab hari ini:

Roma 15:14-33

Paulus adalah seorang pendoa. Pada awal pertobatannya, firman Tuhan sendiri mengatakan bahwa ia sedang berdoa (Kisah Para Rasul 9:11). Yang sangat luar biasa, dia bukan hanya berdoa untuk orang lain, tetapi juga meminta orang lain untuk mendoakan dirinya (2 Korintus 1:10-11; Efesus 6:19-20; Filipi 1:19; Kolose 4:3-4; 1 Tesalonika 5:25; 2Tesalonika 3:1-2; Filemon 1:22). Bahkan, ia meminta jemaat Roma untuk bergumul memanjatkan doa kepada Tuhan bersama-sama dengan dia (15:30-32).

Rasul Paulus sadar bahwa ia membutuhkan doa dari orang-orang percaya, untuk menopang hidupnya dan pelayanannya. Yang membutuhkan doa bukan hanya orang-orang yang lemah iman atau orang Kristen baru saja! Sekalipun Paulus adalah seorang rasul yang besar, ia membutuhkan dukungan doa. Permohonan doanya berkaitan dengan rencana membawa sejumlah uang sumbangan yang dikumpulkan dari gereja-gereja di Makedonia dan Korintus untuk menyokong jemaat di Yerusalem. Rasul Paulus berharap bahwa pengumpulan uang ini akan menolong menjembatani hubungan antara orang Kristen Yahudi dan non-Yahudi, sehingga tercipta hubungan yang baik. Ia menyadari bahwa keberhasilan misinya ke Yerusalem bergantung pada doa. Rasul Paulus memohon dukungan doa untuk dua hal: Pertama, supaya ia terpelihara dari orang-orang yang tidak taat di Yudea. Kedua, supaya pelayanannya bagi jemaat di Yerusalem disambut dengan baik oleh orang-orang kudus di sana. Ia menyadari bahwa ada orang-orang kudus di Yerusalem yang tidak menyetujui kehadirannya karena sepak terjangnya di masa yang lalu sebagai penganiaya jemaat Tuhan. Selain itu, di sana banyak orang bukan Kristen yang secara sengit memusuhinya, karena ia mengajarkan bahwa orang-orang non Yahudi dapat menjadi umat Allah (Kisah Para Rasul 21:31). Melalui topangan doa dari seluruh anggota jemaat Roma, ketaatannya kepada Tuhan membuat Rasul Paulus berangkat ke Yerusalem meskipun ada bahaya yang mengancam.

Sebagai orang percaya, kita perlu mendoakan para hamba Tuhan yang melayani kita. Kekuatan seorang hamba Tuhan tidak bergantung pada kemampuan dan talentanya, melainkan bergantung pada Tuhan, sehingga hamba Tuhan memerlukan dukungan doa dari para anggota jemaat. Sebaliknya, bila kita menghadapi pergumulan, mintalah topangan doa, baik dari hamba Tuhan maupun dari teman-teman seiman. [Souw]