Dijadikan Pribadi yang Berbeda

Kisah Para Rasul 2:4, 13-40

Ingatkah Anda akan kisah Petrus menyangkal Tuhan Yesus sampai tiga kali, padahal sebelumnya—dengan percaya diri—ia berkata, "Se-kalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau." (Markus 26:35). Sayangnya, janji tinggal janji. Saat menghadapi situasi yang bahkan belum mengancam nyawanya, Petrus secara spon-tan mendeklarasikan, “Aku tidak kenal orang itu [Tuhan Yesus].” Apakah Petrus bersikap pengecut? Silahkan Anda menilai sendiri! Akan tetapi, ada baiknya bila Anda meminta Tuhan menyingkapkan sifat Petrus da-lam diri Anda sendiri. Bila Anda rela dikoreksi, Tuhan dapat memulihkan Anda seperti Dia memulihkan Simon Petrus (Yohanes 21:15-19).

Jangan lupa bahwa Simon Petrus hanyalah seorang nelayan yang biasa hidup keras dan cenderung kasar. Kecuali berusaha menjadi seo-rang Yahudi yang menaati Taurat, hampir pasti Simon Petrus tidak mengecap pendidikan formal seperti kebanyakan kita. Tidak usah minder bila latar belakang pendidikan Anda tidak tinggi, karena hal seperti itu tidak dapat ditutupi dan mudah dikenali (bandingkan dengan Kisah Para Rasul 4:13). Sebaliknya, jangan terlalu bangga jika Anda berpendidikan S2 atau S3 karena gelar bisa membuat Anda terlalu bergantung kepada kemampuan Anda sendiri (bandingkan dengan 1 Korintus 1:19-24).

Latar belakang pendidikan yang terbatas membuat isi khotbah Petrus (Kisah Para Rasul 2:14-30) terasa mengejutkan. Dengan lancar dan lugas serta penuh keyakinan, Rasul Petrus mengutip Kitab Suci Perjanjian Lama di sana-sini saat ia berkhotbah kepada ribuan orang, yang sebagian berpendidikan lebih tinggi daripada dirinya. Ia berani bersaksi tentang Kristus yang disalib tanpa memedulikan risiko terburuk yang mungkin harus ia hadapi. Ia berani menegur dan menasihati secara berhadapan muka tanpa menjadi kikuk dan khawatir kalau-kalau ia bisa menjadi batu sandungan karena berbicara terlalu keras terhadap orang banyak. Simon Petrus telah menjadi Pribadi yang sama sekali berbeda dengan sebelumnya. Sebelumnya, dia cenderung memikirkan dan mementingkan dirinya sendiri. Apa yang membuat ia bisa mengalami perubahan yang sedemikian drastis? Perbedaan yang jelas antara Simon Petrus yang lama dengan Petrus yang baru itu terjadi karena Roh Kudus memenuhi dirinya. Apakah Anda juga merindukan terjadi perubahan dalam kehidupan Anda? Bila ya, mulailah dengan membangun kerinduan untuk dipenuhi dengan Roh Kudus! [MN]

Bersabar Menantikan Roh Kudus

Kisah Para Rasul 1:1-14

Dalam bagian ini kita membaca dengan jelas bahwa Yesus Kristus memberikan dua instruksi yang sangat penting kepada para rasul (1:2). Pertama, Dia melarang mereka meninggalkan Yerusalem. Kedua, Dia memerintahkan para rasul agar menantikan janji Bapa, yaitu dibaptis dengan Roh Kudus.

Selama kurang lebih tiga tahun, para rasul bukan hanya mendapat pengetahuan melalui pengajaran Tuhan Yesus, tetapi mereka juga melihat sendiri bagaimana Yesus Kristus mengadakan mujizat. Yesus Kristus mengasah, mengoreksi, dan membentuk karakter mereka mulai dari pertama kali Ia memanggil mereka hingga kenaikan-Nya ke sorga. Para rasul juga pernah menjalani praktik pelayanan. Mereka adalah orang-orang yang paling siap untuk langsung diberangkatkan guna melayani dan bersaksi bagi Kristus. Akan tetapi, ternyata Tuhan Yesus tidak langsung mengutus mereka untuk melanjutkan pekerjaan-Nya. Mereka perlu tinggal di Yerusalem untuk sementara waktu.

Tuhan Yesus tidak terburu-buru mengutus para murid. Saat Dia masih hadir secara fisik di dunia, jika ada sesuatu yang salah, Ia dapat segera bertindak untuk menolong para rasul yang Ia utus. Jadi, mengapa para rasul perlu tinggal di Yerusalem lebih dahulu? Alasannya adalah karena mereka perlu dibaptis dengan Roh Kudus. Baptisan Roh Kudus berarti Roh Kudus dicurahkan untuk menyertai orang percaya. Bagi para rasul, baptisan Roh Kudus terjadi pada hari Pentakosta. Pada masa kini, baptisan Roh Kudus terjadi saat seseorang percaya kepada Tuhan Yesus. Puji Tuhan! Para rasul taat dan sehati bertekun dalam doa bersama-sama menanti pencurahan Roh Kudus. Baptisan Roh Kudus membuat mereka sepenuhnya mengandalkan pimpinan dan pertolongan Roh Kudus saat melanjutkan pekerjaan Kristus di atas bumi, bukan semata-mata mengandalkan pengetahuan dan pengalaman. Melayani dengan mengikuti pimpinan Roh Kudus membuat para rasul bisa berpikir, berkata-kata, dan bertindak sesuai dengan kehendak Tuhan. Roh Kudus membuat mereka memprioritaskan agenda Tuhan.

Saat Anda ingin melakukan sesuatu bagi Tuhan dan kerajaan-Nya, apakah Anda telah membiasakan diri untuk menanti kepastian berdasarkan pimpinan Roh Kudus? Bertekunlah dengan sehati dalam doa bersama-sama. Keefektifan pelayanan tidak ditentukan oleh kemampuan kita, tetapi oleh pertolongan Roh Kudus! [MN]

Bersekutu Dalam Doa

Kisah Para Rasul 1:12-14

Persiapan apa yang diperlukan untuk ‘melahirkan’ suatu gereja: Apakah uang yang cukup? Ada anggapan bahwa persekutuan tidak “seru” kalau tidak disertai makan-makan, dan persekutuan akan lebih seru bila ada pengkhotbah terkenal. Untuk bisa membeli makanan dan memberi apresiasi kepada pembicara diperlukan uang. Selain itu, untuk menampung banyak orang, diperlukan ruangan yang besar dan nyaman. Masalahnya, benarkah keberadaan gereja ditentukan oleh uang, bangun-an, pengkhotbah terkenal, dan sebagainya? Tidak!

Keberadaan gereja tidak dimulai dengan uang, bangunan, peng-khotbah terkenal, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kemampuan manusiawi. Menjelang kelahiran gereja di hari Pentakosta, kesebelas rasul dan para pengikut Kristus yang lain tidak mengadakan bazar untuk mengumpulkan dana. Mereka tidak menyewa tempat, melainkan menumpang (1:13). Mereka bertekun dengan sehati dalam doa. Mereka melakukan hal yang paling mendasar, namun sangat penting, yaitu berdoa. Mereka bukan sekadar asal berdoa, melainkan berdoa dengan tekun. Mereka mendoakan hal yang sama dengan sehati.

Sadarilah bahwa mereka tidak mendoakan program tertentu untuk memulai gereja karena mereka tidak tahu bahwa gereja akan berdiri pada hari Pentakosta itu. Jelas bahwa mereka pasti tidak berdoa bagi rencana pelayanan ke depan demi melanjutkan pekerjaan Kristus karena cara kerja Tuhan itu misterius. Meskipun kita tidak tahu dengan pasti apa yang mereka doakan, tetapi jelas dari ayat-ayat selanjutnya bahwa mereka mendoakan SDM pengganti Yudas (1:21). Hal ini mengingatkan kita akan sebuah lagu Sekolah Minggu yang salah satu bagian liriknya mengatakan, “gereja adalah orangnya”. Keputusan menambah SDM adalah buah ketekunan dalam doa yang sehati.

Apakah gereja tempat Anda beribadah sedang berpikir untuk melahirkan gereja baru atau merevitalisasi gereja yang sedang beroperasi? Ingatlah untuk kembali kepada hal yang paling mendasar, yaitu bersekutu dengan tekun dalam doa! Gereja harus tekun berlutut untuk mencari tahu kehendak Tuhan. Ada kebutuhan mendesak agar gereja selalu bertanya kepada Tuhan, “Apa yang harus gereja lakukan dalam menghadapi keadaan dunia yang berubah dengan sangat cepat akibat pandemi ini?” Sebagai anggota gereja, apakah Anda ikut bergumul untuk mencari kehendak Tuhan bagi gereja Anda? [MN]

Menjadi Saksi Yesus

Kisah Para Rasul 1:1-11

Ketika Roh Kudus turun ke atas para Rasul, mereka menerima kuasa yang melampaui kuasa apa pun yang ada di dunia ini, yang tidak seperti kuasa yang ditawarkan oleh dunia ini. Kuasa dari dunia ini umumnya digunakan untuk memerintah, mengatur, menegakkan kebe-naran dan keadilan bagi kepentingan bersama. Akan tetapi, kuasa dari dunia ini dapat disalahgunakan untuk kepentingan pribadi: memperkaya diri sendiri, menyalahgunakan posisi, memanipulasi orang lain, bahkan yang paling parah sampai membunuh orang lain.

Berbeda dengan kuasa dari dunia ini, kuasa Roh Kudus memampukan para rasul menjadi saksi Yesus. Para Rasul yang dikuasai Roh Kudus tidak bersaksi untuk kepentingan bersama: kepentingan pemerintah, kepentingan suku, bahkan kepentingan agama atau kepentingan gereja. Para rasul yang dikuasai Roh Kudus juga pasti tidak bersaksi untuk meninggikan diri sendiri. Para rasul hanya bersaksi bagi kepentingan Yesus Kristus. Seberapa pentingkah hal itu?

Jika kita memperhatikan ayat 6, para Rasul masih berpikir secara sempit tentang pemulihan nasional mereka—kerajaan bagi Israel—bukan Kerajaan Allah, padahal istilah “Kerajaan Allah” berulang kali disebut oleh Yesus Kristus dalam pengajaran-Nya secara tersendiri kepada kedua belas murid-Nya. Yang menarik, tanggapan Tuhan Yesus terhadap pertanyaan para murid malah sama sekali tidak ada kaitannya dengan kerajaan (1:6-8). Seakan-akan, Kristus ingin melepaskan para rasul dari hal ikhwal tentang kerajaan dan mengajak mereka untuk mengarahkan hati-pikiran mereka pada tugas menjadi saksi-Nya.

Menjadi saksi Kristus memiliki konsekuensi yang menyeluruh dari keberadaan seseorang. Menjadi saksi bukanlah sekadar berbicara atau mengajar atau berkhotbah tentang Kristus, tetapi berarti memiliki karakter Kristus, atau paling tidak sedang dan terus berusaha mempraktikkan apa yang sudah ia ketahui. Menjadi saksi Kristus tidak boleh dan tidak dapat memilih salah satu saja dari dua sisi yang tidak terpisahkan, yaitu berbicara dan mempraktikkan. Agar bisa menjadi saksi, setiap orang percaya dilengkapi dengan kuasa Roh Kudus.

Apakah Anda dan gereja Anda sudah menjadi saksi? Menjadi saksi Yesus adalah mandat yang tidak boleh ditawar dan tidak bisa dihindari. Semoga Roh Kudus memampukan kita semua untuk menjadi saksi-saksi Kristus yang berani menanggung risiko apa pun! [MN]

Amanat dalam Masa Penantian

Matius 28:16-20

Kisah Para Rasul 1:11 mencatat dengan jelas: “Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga.” Tidak dapat dipungkiri bahwa kita sekarang hidup dalam masa penantian kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali. Apa yang harus kita lakukan untuk mengisi masa penantian ini? Atau lebih tepatnya, apa yang Tuhan wajibkan untuk kita lakukan? Jawabnya ada di dalam Amanat Agung Tuhan Yesus sendiri, yaitu memuridkan (Matius 28:18-20).

Kita harus bersyukur bahwa pada umumnya, gereja pada masa kini telah memiliki kesadaran yang tinggi terhadap pelaksanaan Amanat Agung. Kebanyakan gereja sedang berusaha keras melakukan pemuridan. Ada yang sudah melakukannya, ada yang sedang sungguh-sungguh berusaha mencari metode yang sesuai dengan konteks gerejanya, ada yang sekadar latah dan menjadikan pemuridan sebagai jargon untuk “menjual” programnya. Kepada kita masing-masing diajukan pertanyaan secara pribadi, “Apakah Anda sudah terlibat dalam pelaksanaan Amanat Agung? Gambaran murid seperti apa yang ada dalam pikiran Anda? Bagaimana cara Anda melakukannya?”

Jawaban semua pertanyaan di atas harus dievaluasi dari perkata-an Tuhan Yesus sendiri: Pertama, “Ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.” Apakah yang kita ajarkan sesuai dengan perintah Tuhan Yesus? Dikuatirkan bahwa bisa ada filosofi atau kepercayaan menyesatkan yang terselip dalam percakapan kita sehari-hari. Kedua, “Baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.” Apakah pelayanan yang kita lakukan membuat orang yang kita muridkan hidup dalam persekutuan yang sehat dengan Allah Tritunggal, yaitu persekutuan yang diwarnai oleh kekudusan, pengorbanan, pengampunan, dan kesetiaan? Ketiga, “Pergilah.” Instruksi untuk pergi ini bisa diwakili oleh dua frase yang singkat namun padat, yaitu menyangkal diri dan memikul salib. Tinggalkanlah zona nyaman yang membuat kita bertahan mati-matian. Ketiga hal di atas merupakan suatu kesatuan yang tidak seharusnya dipisahkan.

Evaluasilah diri Anda: Apakah Anda merasa perlu memperbaiki diri? Kita tidak tahu kapan Kristus akan datang untuk kedua kali. Tidak ada yang tahu! Yang jelas, Amanat Agung itu tidak bisa ditunda-tunda. Amanat itu mendesak untuk dilakukan! [MN]

Kenaikan, Iman, dan Keuntungannya

Lukas 24:52; Kisah Para Rasul 1:9; Markus 16:19

Kenaikan Tuhan Yesus ke sorga adalah peristiwa supranatural yang hanya dapat dipercaya melalui mata iman. Teknologi membuat manusia dapat melintasi langit dengan pesawat terbang, helikopter, dan drone. Pesawat luar angkasa dapat mengantar manusia menjelajahi alam semesta. Akan tetapi, tanpa alat apa pun yang disematkan pada tubuh, apakah manusia dapat melawan gaya gravitasi bumi sehingga ia dapat melayang-layang ke atas? Sains sudah pasti tidak dapat menjelaskan peristiwa kenaikan Tuhan Yesus. Para rasul yang menjadi saksi mata kenaikan Tuhan Yesus ke sorga sudah tidak ada lagi. Seandainya mereka masih hidup pun, kemungkinan besar banyak orang yang akan membuat narasi yang berlawanan dengan fakta kenaikan, sehingga narasi yang menyesatkan akan tersiar (bandingkan dengan Matius 28:11-15, khususnya ayat 15). Jadi, meskipun peristiwa kenaikan Tuhan Yesus adalah fakta sejarah yang memiliki saksi mata, iman tetap diperlukan untuk dapat mempercayainya.

Berbahagialah kita yang percaya pada peristiwa kenaikan Tuhan Yesus. Selain dianugerahi iman, orang percaya juga menikmati berkat rohani yang besar dari peristiwa itu. Markus 16:19 dengan jelas mencatat bahwa Kristus sekarang duduk di sebelah kanan Allah (Kolose 3:1; Ibrani 10:12; 1 Petrus 3:22). Duduk di sebelah kanan Allah menunjuk pada posisi yang sangat penting. Tuhan Yesus kembali ke dalam kemuliaan-Nya yang dari semula adalah milik-Nya. Dia memerintah dari selama-lamanya sampai selama-lamanya. Tidak ada seorang pun atau apa pun yang dapat atau sanggup menentang kedaulatan pemerintahan-Nya. Bagi orang-orang terpilih yang sudah mendapat anugerah keselamatan, Roma 8:34 mencatat, “Kristus Yesus ... duduk di sebelah kanan Allah ... menjadi Pembela bagi kita.” Tuhan Yesus duduk di sebelah kanan Allah untuk memerintah. Dia juga menjadi Pembela bagi orang-orang pilihan-Nya. Dia terus menaikkan doa-doa bagi kita. Dia mendukung kita dalam perjuangan melawan roh-roh dunia ini. Merupakan suatu kehormatan dan kemuliaan bagi kita—yang masih terus berjuang jatuh bangun dalam dosa di dunia yang sementara ini—bahwa kita tidak berjuang sendirian. Kita didukung penuh oleh Sumber terkuat dan terpercaya yang tidak terbatas kasih setia, kekuatan, dan kesetiaan-Nya. Betapa melega-kannya! Apakah Anda telah mengarahkan mata iman kepada Tuhan Yesus yang menjadi sumber kemenangan? [MN]

Keadilan dan Kebaikan Allah

Zefanya 3

Mengapa teguran Allah kepada umat Yehuda amat keras? Bacaan Alkitab hari ini menyebut umat Yehuda sebagai “si pemberontak” dan “si cemar”. Mereka tidak peduli terhadap teguran dan kecaman. Para pemimpin Yehuda seperti singa yang mengancam, bukan pelindung. Para hakim seperti serigala yang membahayakan, bukan tempat mem-peroleh keadilan. Para nabi adalah nabi palsu yang tidak menyampaikan kehendak Tuhan. Para imam justru menajiskan persembahan kepada Allah, bukan menguduskan. Keruntuhan Kerajaan Israel Utara karena serangan Asyur tidak membuat umat Yehuda melakukan introspeksi dan bertobat. Sebaliknya, kehidupan umat Yehuda justru menjadi semakin berdosa (3:1-7).

TUHAN itu adil. Bila kesempatan bertobat yang diberikan Allah kepada bangsa-bangsa—bukan hanya umat Israel Utara dan Yehuda—tidak disambut, Allah akan menjatuhkan hukuman (3:8; bandingkan dengan 1:7-2:15). Walaupun Alkitab hanya menceritakan hukuman terha-dap umat Yehuda, bangsa-bangsa lain yang menentang umat TUHAN jelas pada gilirannya menerima hukuman TUHAN juga. Sekalipun demi-kian, TUHAN itu baik. Ia bukan hanya akan memulihkan umat-Nya, tetapi juga akan membarui bangsa-bangsa lain. TUHAN akan membiarkan hi-dup suatu umat yang rendah hati dan lemah, yaitu umat yang mengandal-kan TUHAN, bukan mengandalkan diri sendiri (3:9-13). Saat pemulihan umat TUHAN terjadi, TUHAN akan berdiam di tengah umat-Nya, sehingga umat-Nya bersukacita (3:14-20). Pemulihan umat TUHAN ini terlihat dalam beberapa tahap, yaitu: Pertama, pemulihan dari pembu-angan di Babel. Kedua, pemulihan saat orang Yahudi yang tersebar di seluruh dunia kembali dan mendirikan Republik Israel pada tahun 1948. Ketiga, pemulihan yang mencakup semua bangsa, yang terjadi saat Tuhan Yesus datang kembali untuk kedua kali.

Teguran Allah yang sangat keras terhadap dosa itu bukan hanya ditujukan bagi umat Yehuda, tetapi juga bisa ditujukan kepada seluruh umat TUHAN dari segala bangsa di sepanjang zaman. Keadilan Allah yang menghukum dosa dan kebaikan Allah yang membuat Ia bersedia memulihkan setiap orang yang bertobat dan kembali kepada-Nya itu merupakan ciri yang melekat pada diri Allah. Saat Anda menerima hukuman Allah, apakah Anda mengintrospeksi diri? Saat Anda terpuruk, apakah Anda mengharapkan pertolongan Allah? [P]

Hari TUHAN Sudah Dekat!

Zefanya 1–2

Hari TUHAN adalah hari saat TUHAN bertindak. Hari TUHAN ini mengerikan bagi mereka yang akan dihukum oleh TUHAN., tetapi membahagiakan bagi mereka yang telah mendapat pengampunan TUHAN. Yosia adalah raja yang meneruskan pemerintahan ayahnya, yaitu Raja Amon yang jahat (2 Raja-raja 21:19-22). Raja Amon bersama dengan Raja Manasye (2 Raja-raja 21:1-7) adalah raja-raja Yehuda yang jahat yang telah membuat rakyat Yehuda tersesat dengan melakukan penyembahan terhadap Dewa Baal dan berhala-berhala yang lain, termasuk tentara langit dan Dewa Milkom (Zefanya 1:4-5). Penyembah-an terhadap tentara langit atau benda-benda di langit biasa dilakukan oleh bangsa Asyur dan Babel. Dewa Milkom sama dengan Dewa Molokh yang disembah oleh bangsa Amon. Praktik penyembahan terhadap Molokh sering disertai dengan adanya anak-anak yang dibakar sebagai persembahan. Praktik pengorbanan anak ini sangat dibenci Tuhan. Bagi umat Yehuda, praktik penyembahan terhadap Molokh ini dilakukan bersamaan dengan praktik penyembahan terhadap TUHAN (Yahweh). Akan tetapi, TUHAN tidak mau di-dua-kan. Umat TUHAN harus setia kepada TUHAN saja. TUHAN tidak bisa menerima adanya pesaing! (Bandingkan dengan Keluaran 20:3-5).

Kemerosotan hidup keagamaan umat Yehuda yang terjadi pada zaman Raja Manasye dan Raja Amon, serta terus berlanjut di awal pemerintahan Raja Yosia itu membuat umat Yehuda terancam hukuman TUHAN. Bagi mereka, hari Tuhan itu pahit! Hari TUHAN itu amat mengerikan! Umat Yehuda terlena karena TUHAN tidak segera menjatuhkan hukuman. Mereka mengira bahwa TUHAN itu tidak akan bertindak: TUHAN tidak berbuat baik dan tidak berbuat jahat! (Zefanya 1:12). Mereka tidak sadar bahwa penundaan penghukuman TUHAN itu disebabkan karena TUHAN menghendaki agar umat-Nya bertobat dan memperoleh pengampunan! Raja Yosia mengambil kesempatan yang diberikan oleh TUHAN itu. Pada tahun pemerintahan yang kedelapan belas, dia mulai membenahi Bait Allah dan selanjutnya melaksanakan reformasi rohani (2 Raja-raja 22:3-20). Hari TUHAN bagi umat Yehuda terwujud saat bangsa Babel datang untuk menghancurkan kota Yerusalem. Akan tetapi, hari TUHAN yang terakhir—yaitu saat penghakiman terakhir bagi setiap orang—masih belum terwujud. Siapkah Anda menghadapi hari Tuhan itu? [P]

Allah Tidak Pernah Salah

Habakuk 3

Charles Spurgeon, seorang pengkhotbah besar berkebangsaan Inggris yang hidup di abad kesembilan belas, mengatakan, "Tuhan terlalu baik untuk berbuat tidak baik, dan terlalu bijaksana untuk bisa melakukan kesalahan. Saat kita tidak dapat meraih tangan-Nya, kita harus memercayai hati-Nya." Perkataan tersebut mencerminkan perasaan Habakuk dalam pasal 3 ini. Setelah melalui pergulatan panjang dan merasa bingung terhadap jawaban-jawaban Allah atas pertanyaan yang ia ajukan, Nabi Habakuk belajar untuk memercayai Allah yang tetap bekerja dan berdaulat atas segala sesuatu. Allah tidak pernah salah! Hati-Nya selalu baik kepada umat-Nya!

Dalam bacaan Alkitab hari ini, Nabi Habakuk belum puas atas jawaban Allah kepada-Nya. Sekalipun demikian, Habakuk tidak terus bertanya, melainkan merendahkan diri di hadapan Allah (bandingkan dengan 2:20). Dia bersikap sebagai hamba yang hidup oleh iman percayanya, dan imannya mengubah pandangannya tentang hal-hal sulit yang dihadapinya saat itu. Saat ia berdoa, keadilan Allah belum tampak dan pertanyaannya belum semuanya terjawab. Namun, sikap Nabi Habakuk adalah contoh tentang seorang hamba yang hidup oleh iman.

Nabi Habakuk menaikkan mazmur permohonan dengan gentar dan takjub. Ia mengingat kesetiaan Allah di masa lampau dalam hal pembebasan umat-Nya dari perbudakan di Mesir (3:3-15). Ia meminta dan berharap agar Allah tidak menimpakan murka-Nya, melainkan menunjukkan belas kasih-Nya terhadap umat-Nya (3:2). Ia belajar memercayai bahwa kasih Allah kepada umat pilihan-Nya tidak akan pernah hilang. Allah pasti akan membebaskan umat-Nya dari bangsa-bangsa lain (3:13). Ia berkata, "namun, dengan tenang akan kunantikan hari kesusahan, yang akan mendatangi bangsa yang bergerombolan menyerang kami." (3:16b). Ia memercayai Allah yang tidak pernah ingkar janji kepada umat-Nya, sekalipun segala sesuatu tampak buruk karena kegagalan panen dan kematian ternak (3:17-19).

Apakah kondisi yang Anda hadapi membuat Anda sulit memerca-yai Allah, bahkan Anda menganggap Allah telah melakukan kesalahan terhadap umat-Nya? Rendahkanlah diri Anda di hadapan-Nya. Yakinilah bahwa Allah tetap bekerja dan berdaulat. Allah itu setia kepada perjanjian-Nya dan tidak pernah salah bertindak terhadap umat yang telah dipilih dan ditebus-Nya. Hati-Nya selalu baik kepada umat-Nya. Apakah Anda telah menjadi hamba yang hidup oleh iman? [JC]

Percaya bahwa Allah itu Baik

Habakuk 2

Tahun lalu, seorang mantan menteri kelautan divonis hukuman 5 tahun penjara atas kasus suap izin ekspor benih lobster. Vonis ini terasa terlalu ringan mengingat bahwa jumlah potensi kerugian negara ditaksir mencapai ratusan milyar rupiah. Vonis ini kontras dengan tuntutan ancaman hukuman maksimum 5 tahun penjara terhadap seorang bocah yang mencuri ayam sembilan tahun sebelumnya. Rasa ketidakadilan seperti inilah yang dirasakan oleh Nabi Habakuk saat mendengar penjelasan bahwa Allah akan memakai bangsa Kasdim yang lebih jahat untuk menghukum bangsa Yehuda.

Namun, di tengah kebingungannya, Nabi Habakuk belajar memercayai Allah yang berdaulat. Pernyataan, "Bukankah Engkau, ya Tuhan, dari dahulu Allahku, Yang Mahakudus? Tidak akan mati kami", (1:12a) menunjukkan pengenalan Habakuk terhadap kebaikan Allah. Meskipun jawaban Allah sangat membingungkan, ia belajar percaya bahwa keputusan Allah tidak mungkin bertentangan dengan kebaikan-Nya. Allah tidak akan membiarkan umat-Nya dibinasakan oleh bangsa kafir, bahkan Ia akan menebus dosa mereka.

Nabi Habakuk mengemukakan bahwa ia akan berdiri tegak di menara, meninjau dan menantikan jawaban Tuhan. Sebagai orang benar, ia hidup oleh percayanya (2:4). Percaya itu bukan sekadar pengetahuan, melainkan tindakan kebergantungan untuk memercayai kebaikan Allah yang berdaulat. Meskipun orang percaya terlihat lemah dan tertindas, bahkan tidak berdaya, sikap percaya akan membuat orang percaya bisa melihat di luar batas penglihatan mata, yaitu melihat Allah yang berdaulat atas segala sesuatu yang terjadi di dunia ini.

Terhadap pertanyaan mengapa Allah menghukum umat Yehuda dengan memakai bangsa Kasdim yang lebih jahat, melalui 5 sindiran “celakalah”, Allah menjawab bahwa di masa depan, Ia akan menghukum bangsa Kasdim atau Babel karena penindasan, keserakahan, ketidakadilan, dan penghinaan mereka terhadap umat Yehuda; serta karena penyembahan berhala yang mereka lakukan (2:6-20).

Apakah Anda percaya bahwa keputusan Allah yang berdaulat itu selalu membawa kebaikan bagi umat-Nya? Apakah Anda sudah membiasakan diri untuk berusaha memandang setiap masalah berdasarkan sudut pandang Allah, tidak dibatasi oleh sudut pandang manusiawi yang terbatas? Percayalah kepada Allah! [JC]