Peringatan Atas Dosa Kesombongan

2 Samuel 24:1-17

Sebagian besar orang suka dipuji karena pujian membangkitkan se-mangat hidup. Sayangnya, pujian berpotensi menumbuhkan kesom-bongan yang merupakan dosa dan membawa kepada kehancuran, sebagaimana yang terjadi dalam kehidupan Raja Daud dan bangsa Israel. Setelah melewati serangkaian kudeta oleh Absalom serta menga-lahkan Pasukan Filistin, Kerajaan Israel berada dalam masa kejayaan dan relatif tenang. Namun, kejayaan membuat Raja Daud serta bangsa Israel jatuh dalam dosa kesombongan karena lupa bahwa kemenangan adalah pemberian Tuhan, bukan hasil kehebatan diri sendiri. Itulah sebabnya, dalam murka-Nya, Allah menghukum orang Israel dengan cara mengha-sut Raja Daud untuk melakukan sensus. Allah—dalam otoritasnya atas semua kejadian di dunia—memakai Iblis yang bangkit melawan Israel dan membujuk Raja Daud untuk melakukan sensus (2 Samuel 24:1; bandingkan dengan 1 Tawarikh 21:1).
Hukum Taurat secara eksplisit mengizinkan sensus (Keluaran 30:12). Bahkan, pada zaman Musa, diadakan dua kali sensus (Bilangan 1:2; 4:2, 22; 26:2), dan saat itu tidak ada hukuman Allah. Dalam sensus kali ini, sumber masalahnya adalah soal motivasi. Yoab mempertanyakan, “Teta-pi mengapa tuanku raja menghendaki hal ini?” (2 Samuel 24:3b). Sayang-nya, Raja Daud mengabaikan peringatan Yoab dan tetap menuruti kecondongan hatinya yang berdosa. Setelah sensus dilakukan, hati Daud berdebar-debar (24:10). Hati yang berdebar-debar mencerminkan ada-nya kesadaran dalam diri Raja Daud bahwa sensus yang ia lakukan hanyalah upaya untuk menunjukkan kehebatannya sebagai raja dalam pandangan bangsa-bangsa di sekitar Israel. Akibatnya, bangsa Israel mendapat hukuman Allah. Lewat perantaraan nabi Gad, Allah memberi tiga pilihan hukuman atas dosa tersebut. Daud memilih pilihan ketiga dengan alasan bahwa ia memilih untuk jatuh ke dalam tangan Tuhan ketimbang jatuh ke dalam tangan manusia.
Ingatlah bahwa semua pencapaian atau prestasi dalam hidup kita bukanlah semata-mata hasil kehebatan atau kecakapan diri kita, tetapi merupakan pemberian Allah yang selalu memberikan segala hal yang baik dalam hidup kita. Oleh karena itu, keinginan berlaku sombong harus dilawan! Apakah Anda merasa bahwa diri Anda “baik-baik saja”? Berhati-hatilah agar Anda tidak jatuh dalam dosa kesombongan! [FI]

Kesimpulan Hidup Orang Benar

2 Samuel 23

Kesimpulan sebuah karya tulis merupakan bagian sangat penting yang menjelaskan pandangan penulis terhadap pokok bahasan yang telah disampaikan sebelumnya secara panjang lebar. Kesimpulan inilah yang ditulis Raja Daud sebagai perkataan terakhir di masa tuanya. Da-lam kesimpulannya, ia melihat adanya dua hal yang bertolak belakang antara kehidupan orang benar dan kehidupan orang dursila dalam berelasi dengan Allah.
Pertama, relasi antara orang benar dengan Allah (23:1-5). Raja Daud melukiskan kehidupan orang benar yang hidupnya dalam Tuhan dengan gambaran terang fajar pagi atau terang sinar matahari yang menyinari rerumputan setelah hujan reda. Ia sendiri menyaksikan bagaimana dirinya diangkat tinggi dan diurapi Tuhan (23:1). Tuhan mengubah dirinya dari seorang gembala domba biasa menjadi Raja Israel. Hal ini menyadarkan Raja Daud bahwa sebagai orang yang telah menerima kemurahan Tuhan, ia harus hidup benar (adil) dan tunduk kepada Allah (takut akan Allah) yang telah memanggilnya menjadi Raja Israel. Janji yang diberikan Tuhan kepada Daud dan keturunannya (23:5), membuktikan bahwa kehidupan orang benar akan ditopang dan dipelihara oleh Tuhan yang setia.
Kedua, relasi antara orang dursila dengan Allah (23:6-7). Berbeda dengan kehidupan orang benar, Raja Daud menyimpulkan bahwa akhir hidup orang dursila seperti duri yang dihamburkan, yang pada akhirnya berakhir dalam api pembakaran. Ini adalah gambaran tentang kehidup-an orang dursila yang tidak memiliki arti dalam dunia. Kehidupan orang dursila akan berakhir dengan kesia-siaan. .
Setiap orang di dunia pasti diperhadapkan pada dua kemungkinan kesimpulan mengenai hidupnya dalam hal relasi dengan Tuhan. Namun, orang percaya harus meyakini bahwa kesimpulan hidupnya akan bera-khir seperti yang didapatkan Raja Daud. Jika Raja Daud memperoleh janji Tuhan mengenai hidupnya dan keturunannya, maka kita pun men-dapat bagian dari janji Tuhan yang sama. Lewat Yesus Kristus, Sang Mesias dari keturunan Daud, setiap orang percaya mendapat kepastian jaminan keselamatan kekal dan kehidupan bersama Tuhan Yesus selama-lamanya. Apakah Anda telah memiliki jaminan bahwa Anda telah diselamatkan dan bebas dari hukuman kekal? [FI]

Refleksi Atas Hidup

2 Samuel 22

Apa yang biasanya dilakukan oleh seseorang ketika ia mengalami peristiwa lolos dari tabrakan yang nyaris membunuhnya? Secara alami, orang yang mengalami peristiwa terluput dari bahaya besar tidak akan tutup mulut, melainkan akan menceritakan kisah ajaib yang terjadi atas hidupnya itu. Lebih-lebih saat orang percaya menyadari bahwa segala hal yang terjadi adalah merupakan bentuk pemeliharaan Tuhan, maka kita akan mengungkapkan rasa syukur dan menyaksikan hal itu kepada orang lain. Perjalanan hidup Raja Daud seperti sebuah permain-an roller coaster. Terkadang kehidupannya berjalan lancar dan naik tinggi, lalu tiba-tiba ia terjatuh dari posisi puncak hingga sampai titik terendah. Akan tetapi, Raja Daud justru melakukan refleksi terhadap semua peristiwa yang menimpa dirinya, sehingga dia bisa melihat adanya kasih dan pemeliharaan Tuhan yang luar biasa. Itulah yang ia ungkapkan melalui syair lagu yang dia gubah.
Pertama, Raja Daud mengakui bahwa Tuhan adalah Penyelamat yang dengan kuasa-Nya mampu meluputkannya dari musuh-musuh yang mengancamnya (22:1-20). Meskipun Raja Daud adalah mantan panglima perang yang tangguh, ia tidak malu mengakui di hadapan Tuhan bahwa musuh yang datang bagaikan banjir yang melanda dan perangkap me-reka sering membuat dirinya nyaris mati. Itulah sebabnya, ia datang dan berseru kepada Tuhan. Saat itulah, ia menyaksikan bagaimana Tuhan menolong dirinya, baik secara alamiah maupun secara supranatural. Kedua, Raja Daud menyadari bahwa standar kesucian hidup bukanlah ditetapkan oleh manusia, melainkan oleh Tuhan sendiri (22:21-30). Manu-sia hanya bisa menilai perbuatan yang tampak, namun Tuhan menilai keadaan hati (bandingkan dengan 1 Samuel 16:7). Ketiga, Raja Daud bersyukur bahwa Tuhan telah melatih dia untuk menghadapi segala ke-sulitan (22:31-51). Walaupun kemenangan dalam peperangan yang diraih Raja Daud tampak seperti hasil usaha dan kehebatan dirinya, ia sadar bahwa keberhasilannya meraih kemenangan semata-mata karena Tuhan terus bekerja dan karena Dia bisa diandalkan.
Saat Anda merenungkan hidup Anda sampai hari ini, apakah Anda rindu untuk mengungkapkan rasa syukur atas kasih dan pemeliharaan Tuhan? Sadarilah bahwa meskipun tantangan hidup ini berat, Tuhan senantiasa ikut campur tangan menopang kehidupan Anda! [FI]

Keadilan Yang Sulit Dipahami

2 Samuel 21

Upaya pemusnahan etnis massal pernah terjadi di Rwanda pada April hingga Juli 1994, saat delapan ratus ribu orang dari suku Tutsi dibantai oleh ekstremis suku Hutu. Dalam peringatan 20 tahun peristiwa pemusnahan etnis pada tahun 2014, pengadilan kepada para pelaku pembantaian tetap diproses untuk menyatakan keadilan di tengah dunia. Pada zaman Raja Daud, Tuhan juga menunjukkan bahwa pada diri Raja Saul dan keluarganya melekat hutang darah karena upaya Raja Saul memusnahkan orang-orang Gibeon yang notabene telah diizinkan untuk tinggal di tengah-tengah bangsa Israel lewat perjanjian (Yosua 9:15). Ironisnya, saat Tuhan memerintahkan Raja Saul untuk menumpas bangsa Amalek, ia justru tidak mau melakukannya (1 Samuel 13, 15). Melalui bencana kelaparan selama tiga tahun berturut-turut, Tuhan memerintah-kan Raja Daud untuk menyelesaikan masalah ketidakadilan yang telah terabaikan cukup lama ini. Atas permintaan orang-orang Gibeon, Raja Daud menyerahkan tujuh anak Saul untuk dieksekusi mati dengan cara digantung demi menyatakan keadilan Tuhan.
Kisah keadilan atas perbuatan jahat Raja Saul melalui eksekusi ketujuh anaknya ini membuat kita bertanya-tanya, “Mengapa anak-anak Saul harus menanggung kesalahan ayahnya? Meskipun Alkitab tidak mengungkapkan jawaban atas pertanyaan ini. Sangat mungkin bahwa saat pembantaian atas orang-orang Gibeon terjadi, ketujuh anak Saul ikut terlibat. Kematian tujuh anak Saul menebus kejahatan moral yang dilakukan oleh Raja Saul di masa lalu. Sebagai bentuk penghormatan Raja Daud terhadap mendiang Raja Saul dan Yonatan, tulang-tulang anak-anak Raja Saul yang mati tergantung beserta tulang-tulang Raja Saul dan Yonatan dikubur bersama-sama di kuburan keluarga mereka di Zela, Tanah Benyamin.
Terkadang, kita sulit memahami bagaimana cara Tuhan menyata-kan keadilan-Nya lewat kisah penghukuman anak-anak Raja Saul. Na-mun, sebenarnya jauh lebih sulit bagi kita untuk memahami bagaimana Allah dengan sengaja menghukum mati Putera-Nya yang Tunggal, hanya demi melepaskan manusia berdosa dari hukuman Ilahi. Jangan bersikap mencurigai Tuhan! Milikilah sikap yang tetap memercayai keadilan setiap keputusan Allah, sekalipun keputusan itu sering kali melampaui kemampuan pemikiran dan hikmat kita. [FI]

Pertanggungjawabkan Perkataanmu!

2 Samuel 20

Hasutan adalah alat pemecah belah yang sangat efektif. Dengan kelicikan dalam berkata-kata, sang penghasut memutarbalikkan fakta, sehingga kebohongan menjadi seperti kebenaran. Percekcokan yang terjadi di Gilgal antara orang-orang suku Yehuda dengan suku-suku Israel lainnya dipakai oleh Seba bin Bikri untuk menghasut rakyat suku-suku Israel di luar Yehuda. Dengan alasan bahwa Raja Daud lebih memihak kepada suku Yehuda, sedangkan suku-suku-suku Israel yang telah berjasa malah tidak mendapat bagian apa pun, orang-orang Israel yang masih dalam kondisi emosi dengan mudah terhasut. Inilah yang oleh Raja Daud dianggap sebagai ancaman yang akan merongrong kesatuan Israel. Belum lagi masalah Seba diatasi, Amasa yang telah dipilih oleh Raja Daud sebagai panglima perang ternyata tidak sepenuh hati melayani raja dengan menunda-nunda mengatasi pemberontakan. Baik Seba maupun Amasa menjadi penghambat bagi pemulihan dan kesatuan kerajaan Israel.
Melihat sikap Amasa yang tidak loyal, sedangkan ancaman Seba makin nyata dan berpotensi menjadi pemberontakan yang lebih hebat dari pemberontakan Absalom, Raja Daud memerintahkan Abisai untuk menangkap Seba, diikuti oleh Yoab dan seluruh perwira-perwira utama. Amasa yang merasa bahwa ketidakloyalannya diketahui oleh Raja Daud, mengambil inisiatif untuk berangkat mengejar Seba dan tiba di Gibeon lebih dahulu. Sayangnya, Yoab yang marah terhadap Amasa langsung membunuhnya, karena Amasa dianggap sebagai musuh dalam selimut yang meski tidak kelihatan justru akan merongrong kerajaan dari dalam. Setelah membunuh Amasa, Yoab mengejar Seba hingga tembok kota Abel-Bet-Maakha. Melihat kondisi tembok kota bisa runtuh karena Yoab dan pasukan menggali tembok, seorang perempuan kota itu bernego-siasi dengan Yoab. Ia berjanji menyerahkan kepala Seba, asal tembok kota jangan diruntuhkan. Akhirnya, penduduk kota itu menyerahkan kepala Seba dan berakhirlah pengejaran.
Berhati-hatilah berkata-kata karena perkataan memiliki pengaruh yang kuat. Perkataan kita harus dapat dipertanggungjawabkan. Apakah selama ini, perkataan kita menjadi berkat atau justru menebarkan hasutan terhadap orang lain? Pergunakanlah perkataan untuk membangun sesama, bukan untuk menghancurkan! [FI]

Perbuatan Baik Yang Tulus

2 Samuel 19:31-43

Dalam dunia yang sering kali mempertimbangkan relasi berdasarkan untung dan rugi, kita sulit memastikan apakah seseorang melaku-kan perbuatan baik tanpa pamrih atau dengan mengandung maksud tersembunyi yang menguntungkan diri sendiri. Dua kontras tindakan kebaikan yang bisa kita baca dalam bacaan Alkitab hari ini menolong kita untuk membedakan sikap yang dilandasi oleh ketulusan hati dengan sikap yang sekadar mencari simpati Raja Daud demi meraih keuntungan di kemudian hari.
Barzilai adalah sahabat Raja Daud yang telah memberi bantuan logistik ketika Daud berada dalam pelarian di Mahanaim (17:27-29). Ketika Raja Daud hendak menyeberangi sungai Yordan untuk kembali ke Yerusalem, Barzilai ada di antara sejumlah orang yang mengantar kepulangan Raja Daud. Ketulusan perbuatan baiknya terlihat semakin nyata ketika Raja Daud mengajak Barzilai untuk tinggal di Yerusalem dan berjanji untuk memelihara dia, Barzilai tidak melihat tawaran itu sebagai sebuah aji mumpung—artinya kesempatan untuk memanfaatkan situasi yang menguntungkan. Dengan bijak, ia menolak tawaran tersebut dengan alasan bahwa ia sudah terlalu tua dan tidak ingin menjadi beban bagi Raja Daud dengan tinggal di Yerusalem. Sebaliknya, Barzilai justru malah menawarkan Kimham—hamba kepercayaannya—untuk ikut mendampingi Raja Daud di Yerusalem.
Kontras terlihat ketika rombongan Raja Daud yang dikawal oleh orang-orang dari suku Yehuda sampai di daerah Gilgal. Orang-orang dari suku-suku Israel lainnya menyambut rombongan dengan saling mempertentangkan soal siapa yang lebih berhak menyertai Raja Daud pulang. Bukannya saling bekerja sama, mereka malah berusaha saling mencari simpati raja atas kebaikan yang mereka lakukan.
Kebaikan hati Barzilai seharusnya menjadi sebuah contoh bagi kita untuk melakukan tindakan kebaikan kepada sesama dengan ketulus-an hati. Lebih-lebih, kita telah banyak menerima kebaikan dari Allah Bapa di sorga. Pengorbanan Yesus Kristus di atas kayu salib menjadi bukti terbesar bagi kebaikan-Nya terhadap diri kita. Bagikanlah kebaikan yang telah kita terima dari Tuhan kepada orang lain, dan biarlah mereka melihat ketulusan hati Anda! [FI]

Ketulusan Hati Dalam Relasi

2 Samuel 19:15-30

Seperti kutu loncat, demikianlah ungkapan yang tepat bagi politisi yang suka berpindah-pindah partai, hanya karena partai berikutnya sedang naik daun dan cukup menjanjikan bagi karier politiknya. Orang yang demikian sangat tepat jika disebut sebagai seorang yang tidak memiliki pendirian, mementingkan diri sendiri, dan selalu cari aman. Dalam kisah pelarian Raja Daud, kita bisa melihat sosok Simei dan Ziba sebagai orang-orang yang bersifat seperti itu. Ketika Raja Daud jatuh karena pemberontakan Absalom, Simei mengutukinya. Meskipun Raja Daud tidak meladeni hinaan Simei pada saat itu, sikap Simei tidak bisa dibenarkan. Setelah kedudukan Raja Daud pulih dan ia hendak menye-berangi sungai Yordan untuk kembali ke Yerusalem, Simei menjadi orang pertama yang datang membantu menyeberangkan Raja Daud. Meskipun Simei sampai bersujud memohon ampun kepada Daud, namun semua-nya itu hanya dia lakukan demi mencari aman. Ziba pun juga turut hadir membantu menyeberangkan Raja Daud, tentu dengan harapan bahwa Raja Daud akan ingat untuk menepati janji yang pernah diucapkannya setelah tiba di Yerusalem.
Tokoh ketiga yang dimunculkan dalam bagian perikop ini adalah Mefiboset yang menyongsong kedatangan Raja Daud. Sejak kepergian Raja Daud, Mefiboset bertekad untuk tidak membersihkan kaki, tidak memelihara janggut, dan tidak mencuci pakaiannya sebagai tanda dukacita atas tragedi yang menimpa Raja Daud. Bahkan, dia sendiri menjadi korban penipuan Ziba, hambanya. Meski ia kehilangan sebagian ladang karena sudah telanjur dijanjikan oleh Raja Daud untuk diberikan kepada Ziba, Mefiboset menganggap kedatangan Raja Daud jauh lebih membawa sukacita ketimbang soal ladang tersebut.
Sangat sulit mencari seseorang yang setia dan memiliki hati yang tulus dalam berelasi. Terkadang, kita bahkan tidak bisa menduga apakah kebaikan seseorang sungguh-sungguh didasarkan pada ketulusan atau ada niat terselubung untuk kepentingan diri sendiri. Sebagai orang yang hatinya telah diterangi oleh firman Tuhan, marilah kita menunjukkan ketulusan hati dalam berelasi. Janganlah sikap kita dibuat-buat. Lebih-lebih, jangan sampai kita hidup bersandiwara hanya demi meraih keuntungan bagi diri sendiri. [FI]

Memulihkan Relasi Yang Buruk

2 Samuel 19:1-14

Perang Dunia Kedua, yang terjadi dalam rentang tahun 1939-1945, disebut-sebut sebagai konflik paling mematikan sepanjang sejarah peradaban umat manusia, yaitu menewaskan hingga sekitar enam puluh juta jiwa. Berakhirnya Perang Dunia Kedua di tahun 1945 menyisakan tugas berat bagi seluruh negara yang terdampak untuk memulihkan tatanan kehidupan yang porak-poranda. Demikian juga dengan Israel pasca gagalnya pemberontakan Absalom. Meskipun perang telah berhenti dan orang Israel telah melarikan diri masing-masing ke kemahnya (19:8b), namun raja belum kembali ke istananya. Inilah yang menimbulkan perbantahan di antara para pemuka suku-suku di Israel. Dalam hal ini, para tua-tua Israel di luar Yehuda lebih tanggap dalam mengemukakan wacana pengembalian takhta kepada Raja Daud, ketimbang tua-tua Yehuda yang memilih untuk bungkam.
Keengganan tua-tua Yehuda untuk segera mengembalikan Raja Daud ke takhtanya mungkin disebabkan adanya rasa takut atau rasa bersalah, karena hubungan suku Yehuda dengan keluarga Raja Daud le-bih dekat ketimbang suku-suku lain. Mereka khawatir bahwa Raja Daud akan membalas dendam atas pengkhianatan mereka. Itulah sebabnya, para tua-tua Yehuda memilih untuk bungkam terhadap wacana pemulih-an kedudukan raja. Demi menunjukkan niat baik dan menjalin kembali relasi dengan mereka, Raja Daud meminta Imam Zadok dan Abyatar untuk berbicara meyakinkan mereka dan mengganti Yoab dengan Amasa sebagai panglima perang raja. Pada akhirnya, seluruh tua-tua Yehuda sepakat mendukung Raja Daud untuk kembali memimpin sebagai Raja Israel.
Tidak mudah memulihkan kembali relasi yang telah rusak. Lebih-lebih bila keretakan hubungan disebabkan oleh pengkhianatan yang dilakukan oleh salah satu pihak. Namun, Raja Daud—sebagai pihak yang dikhianati—memiliki hati yang besar, sehingga ia berinisiatif untuk menjalin relasi lebih dulu dengan orang-orang yang pernah menjadi seterunya. Sikap kebesaran hati dan pro-aktif ini memulihkan kembali relasi yang telah rusak. inilah yang harus dimiliki oleh setiap orang Kristen, lebih-lebih setelah kita sadar bahwa sebenarnya kita dulu adalah seteru Allah, namun Allah lebih dulu berinisiatif memulihkan relasi kita dengan-Nya lewat penebusan dalam Kristus Yesus. [FI]

Kemenangan yang Membawa Dukacita

2 Samuel 18

Konflik keluarga yang berujung pada tindakan pembunuhan adalah aib tersendiri dalam keluarga. Sadarilah bahwa setiap konflik dalam keluarga tidak akan berakhir dengan adanya pihak yang menang dan yang kalah, melainkan selalu membuat semua pihak yang berkonflik ter-sakiti dan mengalami kesedihan yang mendalam. Konflik ayah-anak yang terjadi antara Raja Daud dan Absalom dalam bacaan Alkitab hari ini makin memuncak. Tekad Absalom untuk membunuh ayahnya semakin bulat, Pasukan mereka sudah saling berhadapan dan pertempuran di wilayah hutan Efraim sudah tak terelakkan lagi.
Daud yang sadar bahwa jumlah pasukannya tidak sebanyak pasu-kan Absalom memakai strategi membagi pasukan menjadi tiga bagian yang masing-masing dipimpin oleh Yoab, Abisai, dan Itai. Kemungkinan besar, jumlah pasukan yang jauh lebih sedikit membuat Daud memilih untuk bertempur di area hutan yang dipenuhi pohon tarbantin. Akhirnya, terbukti bahwa strategi Daud itu sanggup membuat pasukan Israel yang mendukung Absalom terpukul mundur. Pohon-pohon tarbantin di hutan Efraim menjadi saksi bisu bagi tertumpahnya darah sekitar dua puluh ri-bu orang Israel dari kedua belah pihak (18:7). Nahas bagi Absalom! Saat ia menunggang bagal—yaitu peranakan kuda dan keledai—rambutnya tersangkut di pohon tarbantin, sedangkan bagal berjalan terus, sehingga tubuh Absalom tergantung di pohon itu. Saat mendapat kabar tentang kondisi Absalom, Yoab tidak mau membuang waktu. Ia mengabaikan pesan Raja Daud yang memintanya agar melindungi Absalom. Bagi Yo-ab, kematian Absalom adalah solusi untuk mengakhiri perang saudara. Ia menikam dada Absalom dengan lembing, dan kesepuluh bujangnya memukuli Absalom hingga tewas.
Kabar kematian Absalom—yang seharusnya merupakan kabar kemenangan—tidak dianggap sebagai kabar baik oleh Raja Daud, melainkan kabar dukacita. Kisah tragis berupa konflik dalam keluarga Raja Daud ini mengingatkan kita untuk tidak meremehkan konflik yang terjadi dalam keluarga. Sekecil apa pun konflik itu, usahakanlah untuk menyelesaikannya dengan baik berdasarkan kasih. Jangan biarkan benih kebencian yang bisa menghancurkan relasi muncul di antara anggota keluarga, melainkan bangunlah relasi dalam keluarga berdasarkan kasih Kristus. [FI]

Mana Yang Lebih Memikat Hatimu?

2 Samuel 11

Perangkap lalat Venus—atau Dionaea muscipula—adalah tanaman karnivora yang bisa menangkap mangsanya (serangga atau laba-laba) dengan struktur jebakan yang terbentuk dari belahan daun tanaman tersebut. Prosesnya terjadi ketika serangga yang terpikat dengan baunya hinggap di belahan daun tersebut. Saat serangga itu terlena dengan kenikmatan bau daun, daun itu akan mengatup secara tiba-tiba dan menjepitnya. Proses kerja tanaman ini mengingatkan kita akan cara kerja dosa yang tampak memikat, namun menjerat dan menghancurkan hidup manusia. Raja Daud juga tidak kebal menghadapi jerat dosa. Kejatuhan Raja Daud ke dalam dosa terjadi saat ia merasa yakin akan menang dalam peperangan melawan bani Amon. Saat itu, ia memilih untuk tinggal di lingkungan istana yang nyaman, dan ia menyu-ruh Yoab maju berperang. Celakanya, dalam kenyamanan inilah, Daud melakukan dua dosa besar secara berentetan. Pertama, ia berzinah dengan Batsyeba, istri Uria. Raja Daud terpikat saat ia berada di atas sotoh istana dan melihat Batsyeba sedang mandi. Meski tahu bahwa Batsyeba telah memiliki suami, Raja Daud tetap menghampirinya sehingga Batsyeba mengandung. Kedua, demi menutupi skandal itu, Raja Daud nekat menyusun skenario untuk membunuh Uria dengan cara menempatkannya di barisan terdepan dalam pertempuran paling hebat melawan bani Amon. Dua dosa yang dilakukan Raja Daud ini sungguh menyedihkan mengingat bahwa sebelumnya, ia selalu beru-saha hidup benar di hadapan Allah. Namun, dosa bisa menjerat siapa saja, termasuk orang seperti Raja Daud. Sepanjang pasal 11 ini, nama TUHAN baru muncul di ayat terakhir. Hal ini menunjukkan kemerosotan rohani Raja Daud yang tidak lagi berpaut pada Tuhan. Kejatuhan Raja Daud ke dalam dosa perzinahan dan pembunuhan mengingatkan kita bahwa tidak ada seorang pun yang kebal terhadap godaan dosa. Kejatuhan banyak orang Kristen ke dalam dosa biasanya dimulai dengan kondisi rohani yang secara perlahan semakin menjauh dari Tuhan. Kondisi rohani seperti itu membuat daya pikat dosa yang menarik kita terasa menggiurkan. Tanpa sadar, kita bisa terperangkap dan akhirnya dosa menghancurkan hidup kita. Oleh karena itu, jangan beri kesempatan kepada dosa untuk memikat kita, namun hendaklah Allah sendiri yang diizinkan memikat hati kita senantiasa. [FI]