Menjaga Hati

1 Samuel 26

Di dalam bacaan Alkitab hari ini, kita menemukan adanya tiga pengulangan dari apa yang telah terjadi sebelumnya. Pengulangan pertama adalah pengkhianatan orang Zif. Orang Zif sudah pernah mengkhianati Daud dengan memberitahukan keberadaannya kepada Saul (23:19-24). Kali ini, kembali orang Zif melakukan perbuatan yang sama, yaitu memberitahukan keberadaan Daud kepada Saul (26:1). Entah apa yang menjadi motif dari perbuatan mereka. Kemungkinan besar, mereka ingin dipandang baik oleh raja (23:20-21).
Pengulangan kedua adalah pemburuan Saul terhadap Daud. Tentu kita bertanya mengapa Saul—yang sudah “diluputkan” nyawanya oleh Daud—masih berniat untuk mengejar dan membinasakan Daud? Kelihatannya, memang tidak mudah untuk berubah dan bertobat. Mungkin, Saul sudah lupa bahwa ia pernah sangat bersyukur karena nyawanya tidak diambil oleh Daud, padahal Daud memiliki kesempatan yang sangat baik. Memang, berubah itu tidak mudah. Sebuah pepatah Tiongkok mengatakan, “Sungai dan gunung bisa berubah, namun karakter atau sifat seseorang sangat sulit berubah.” Kita membutuhkan anugerah Tuhan melalui Roh Kudus untuk bisa mengubah karakter dan sifat-sifat buruk kita. Namun, kita juga perlu memeriksa hati dan bertobat setiap hari, agar Tuhan terus bekerja di dalam hati kita. Kita perlu terus mengingat dan terus bersyukur untuk kebaikan Tuhan yang telah menebus dan meluputkan kita dari hukuman kekal.
Pengulangan ketiga adalah kesempatan yang diperoleh Daud untuk membunuh Saul. Sama seperti pada kesempatan pertama, Daud mengulang untuk tidak mengambil nyawa Saul. Daud tetap pada keyakinannya bahwa ia tidak boleh membunuh orang yang diurapi Tuhan (26:9-10). Daud tetap menghormati Tuhan dengan menyerahkan penghakiman ke dalam tangan Tuhan. Sama halnya seperti mengubah karakter buruk itu tidak mudah, menjaga hati untuk tetap hidup dalam takut akan Tuhan juga tidak mudah. Daud bisa saja berpikir bahwa kesempatan kali ini adalah kesempatan yang diberikan Tuhan, karena kondisi yang sama terjadi sampai dua kali. Namun, hati Daud yang takut Tuhan membuat ia tetap menghormati Tuhan dengan menjauhkan diri dari yang jahat. [WY]

Tidak Membalas Kejahatan

1 Samuel 25

Abigail adalah wanita yang bijaksana dan takut akan Tuhan. Perbuatan dan pertemuannya dengan Daud menjauhkan Daud dari hutang darah karena mencari keadilan sendiri (25:33-34). Abigail percaya bahwa Tuhan telah menetapkan Daud menjadi raja atas Israel. Ia percaya bahwa Tuhan akan meneguhkan kerajaan Daud (25:28). Iman Abigail luar biasa. Ia dapat melihat rencana dan perbuatan Tuhan jauh ke depan. Iman seperti itu membuat Abigail berusaha sebisanya untuk menghalangi Daud bertindak buruk, sehingga Daud tetap menjadi hamba yang baik di mata Tuhan.
Iman dan perbuatan Abigail merupakan teladan bagi kita. Ia menolong orang lain untuk hidup benar di hadapan Tuhan. Dengan kata-kata bijak yang lembut, ia mengingatkan Daud. Tindakan Abigail sangat terpuji dan tidak mudah ditiru. Kisah dan nama Abigail dicatat di dalam kitab 1 Samuel, kitab yang mencatat tentang hakim terakhir dan dua raja Israel yang pertama, yaitu Saul dan Daud. Pencatatan kitab suci tidak dilakukan secara sembarangan. Abigail adalah seorang wanita biasa. Akan tetapi, iman dan kebaikan hatinya membuat namanya dicatat dalam kitab 1 Samuel. Pada zaman itu, pencatatan seorang tokoh wanita dalam kitab suci tidak selalu disertai dengan penyebutan nama. Dalam kitab 1 Samuel, hanya ada 2 nama wanita yang dicatat secara jelas, yaitu Hana dan Abigail. Keduanya adalah wanita yang beriman dan takut akan Tuhan. Meskipun hidup di zaman dengan budaya yang meremehkan wanita—yaitu budaya patriarkat atau budaya yang mengutamakan pria—Abigail dengan hikmatnya tetap berbuat yang terbaik sesuai dengan imannya.
Menolong orang lain supaya dapat hidup benar adalah perintah Tuhan bagi orang percaya. Rasul Paulus berkata dalam Galatia 6:1, “Saudara-saudara, kalaupun seorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan.” Seorang Kristen yang rohani tidak akan mendiamkan begitu saja bila mengetahui bahwa ada saudara seiman yang jelas melakukan hal yang tidak benar. Kita wajib mengingatkan mereka dengan hikmat Tuhan dan dengan kelembutan. Apakah Anda telah membiasakan diri melakukan kebiasaan seperti itu?[WY]

Taat Lebih Penting daripada Untung

1 Samuel 24

Seperti apakah campur tangan Tuhan di dalam hidup kita? Firman Tuhan yang kita baca hari ini mengajarkan bahwa Tuhan dapat campur tangan sampai kepada urusan-urusan sederhana dan sangat alami dalam hidup kita. Kebutuhan Saul untuk buang air besar (BAB) saat ia mengejar Daud bukanlah hal yang kebetulan. Saat menghadapi peristiwa genting, jarang terjadi bahwa kita tiba-tiba ingin BAB. Umumnya, keinginan BAB hilang begitu saja bila tidak ada tempat yang memungkinkan untuk melakukan hal itu. Allah dapat bertindak memakai hal-hal sederhana dalam hidup kita untuk tujuan tertentu.
Bukanlah suatu kebetulan bila Saul tiba-tiba merasa harus BAB di tempat Daud dan para pengikutnya berada. Kemungkinan besar, Allah memakai kondisi ini untuk menguji hati Daud. Allah ingin melihat apakah Daud taat dan percaya kepada-Nya. Pengikut-pengikut Daud melihat peristiwa tersebut sebagai kesempatan bagi Daud untuk membalas perlakuan Saul, karena Allah sudah menyerahkan Saul ke dalam tangan Daud. Bagaimana tidak? Saat itu, Saul sedang sendirian karena ia sedang “terdesak” harus BAB, suatu keadaan yang memaksa untuk dilakukan. Daud dan orang-orangnya kebetulan sekali sedang berada di tempat yang sama, yaitu di belakang gua tempat Saul BAB. Walaupun orang-orang yang bersama Daud melihat hal itu sebagai kesempatan yang diberikan Tuhan kepada Daud untuk membalas dendam, pandangan Daud tidak seperti itu. Ia tidak berani melakukan apa yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Karena Tuhan telah mengurapi Saul dan mengangkatnya menjadi raja Israel, Daud berpandangan bahwa ia tidak boleh menghabisi nyawa orang yang Tuhan urapi (24:7). Bagi Daud, kesempatan itu bukanlah kesempatan untuk membalas dendam.
Hati yang taat dan memercayai Tuhan membuat Daud tidak mau sembarangan memakai semua kesempatan. Kesempatan merupakan alat di tangan Tuhan untuk menguji hati kita. Saat ada kesempatan untuk korupsi, apakah kita menganggap kesempatan itu diberikan Tuhan untuk kita manfaatkan? Saat ada kesempatan untuk mencelakai atau menjatuhkan orang lain, apakah kita memandang kondisi itu sebagai kesempatan baik? Tuhan mampu menolong kita melewati berbagai kesulitan dalam hidup kita karena Ia mampu campur tangan sampai hal-hal terkecil dalam hidup kita. Apakah Anda memercayai Allah? [WY]

Lebih Mengandalkan Tuhan

1 Samuel 23

Dalam bacaan Alkitab hari ini, kita melihat adanya perubahan nyata dalam pelarian Daud. Sebelumnya, ia melindungi diri dengan upaya sendiri. Kali ini, ia berulang-ulang bertanya kepada Tuhan (23:2,4,11). Daud berubah menjadi lebih mengandalkan Tuhan setelah mengalami berbagai krisis dalam hidupnya. Sekarang, Daud baru bertindak setelah mendengar apa yang difirmankan Tuhan. Tuhan membuktikan kepada Daud bahwa orang yang sungguh-sungguh mengandalkan Dia tidak akan ditinggalkan. Tuhan menyelamatkan pada saat yang tepat. Saul mencari Daud “selama waktu itu”, namun ia tidak berhasil menemukan Daud karena Allah tidak menyerahkan Daud ke dalam tangan Saul (23:14). Beberapa terjemahan Alkitab Bahasa Inggris menerjemahkan perkataan “selama waktu itu” sebagai “setiap hari”. Hal ini menunjukkan bahwa Saul terus-menerus mencari-cari Daud secara sungguh-sungguh. Namun, meskipun upaya Saul menemukan Daud amat keras, ia gagal karena Allah menghalangi upayanya.
Allah mampu menolong dan melindungi kita dari ancaman bahaya apa pun, termasuk bahaya yang datang dari para penguasa. Sebenarnya, Daud adalah musuh yang lemah bagi Saul yang waktu itu berkuasa sebagai raja. Saul memiliki banyak sumber daya manusia untuk mencari Daud, sedangkan Daud tidak memiliki siapa-siapa yang dapat menolong atau melindungi dirinya dari tangan Saul. Namun, Daud memiliki Allah yang lebih berkuasa daripada segala sesuatu di dunia ini. Bahkan, ketika Saul sudah berada sangat dekat dan hampir berhasil menangkapnya (23:25-26), ternyata Daud tidak bisa ditangkap karena orang Filistin menyerbu orang Israel (23:27-28). Sungguh ajaib dan tak terduga datangnya pertolongan Tuhan! Untuk mengenang peristiwa yang ajaib itu, tempat Daud luput dari kejaran Saul itu disebut sebagai Gunung Batu Keluputan (23:28).
Selama masa pandemi, apakah hidup kita sudah lebih mengandal-kan Tuhan? Masa pandemi membuat kita sadar bahwa kita tidak akan sanggup mengatasi masalah kita dengan mengandalkan kemampuan diri kita sendiri. Kita memerlukan pertolongan dan penghiburan dari Tuhan. Setelah masa pandemi ini berakhir, apakah kita mau bertekad untuk berubah seperti Daud dalam hal menjadi Lebih mengandalkan Tuhan dibandingkan dengan sebelum masa pandemi? [WY]

Hati-Hati Terhadap Persaingan Jabatan

1 Samuel 22

Apakah kebohongan Daud kepada imam Ahimelekh merupakan penyebab kematian semua imam dan orang-orang di Nob (22:22)? Daud mengatakan bahwa ialah penyebab utama kematian seluruh keluarga Abyatar. Benarkah demikian? Kebohongan Daud memang memberi sumbangsih pada malapetaka yang menimpa Ahimelekh, para imam, dan seluruh penduduk kota Nob. Akan tetapi, penyebab utama kematian mereka bukanlah kebohongan Daud, melainkan agenda politik Saul. Saul sangat marah karena Yonatan mengadakan perjanjian dengan Daud. Ia juga sangat marah kepada para pegawainya yang ia anggap telah mengkhianatinya dengan tidak melaporkan fakta bahwa Yonatan telah mengikat perjanjian dengan Daud (22:7-8). Kemarahannya me-muncak saat ia mengetahui bahwa Ahimelekh—imam di Nob—telah memberikan roti dan pedang Goliat kepada Daud, serta menanyakan Allah bagi Daud (22:13). Meskipun Ahimelekh telah menjelaskan dengan jujur, Saul tetap memerintahkan bentaranya—maksudnya pembantu, pengawal, atau ajudan raja—untuk membunuh Ahimelekh dan seluruh keluarganya. Akan tetapi, para pegawai Saul tidak mau melakukan perintah raja (22:17). Doeg—orang Edom yang melaporkan keberadaan Daud—yang menuruti perintah Saul untuk membunuh Ahimelekh, semua imam di Nob beserta keluarga mereka, serta seluruh penduduk kota Nob tanpa terkecuali dengan semua ternak mereka tanpa bersisa (22:18-19). Sungguh, rasa iri telah membuat Saul memerintahkan pembunuhan yang sangat keji!
Pada waktu Allah memerintahkan Saul untuk menghabisi orang Amalek, Saul tidak taat. Ia menyisakan Agag dan hewan-hewan terbaik (1 Samuel 15:1-9). Akan tetapi kecemburuan terhadap popularitas Daud yang dianggap mengancam karir politiknya membuat ia tanpa ragu-ragu menghabisi semua penduduk Nob—beserta seluruh hewannya tanpa terkecuali—yang dia anggap melindungi Daud. Sungguh mengerikan! Karir dan jabatan membuat mata hati Saul menjadi gelap sehingga dia melakukan hal-hal yang sangat tidak berkenan kepada Tuhan. Kasus-kasus semacam ini masih bisa kita temukan sampai sekarang. Saat belum memiliki jabatan, seseorang mungkin bersikap rendah hati. Akan tetapi, setelah memiliki jabatan, bisa saja ia menjadi seorang yang tidak segan bertindak sadis untuk menjatuhkan musuhnya. Waspadalah! [WY]

Melindungi Diri

1 Samuel 21

Daud lari menjauhi Saul setelah Yonatan memberitahu dirinya tentang rencana Saul membunuh dia. Dalam pelariannya, Daud berbohong untuk melindungi dirinya sendiri. Ketakutan hebat membuat Daud berbohong kepada Ahimelekh—imam di Nob—dengan berkata bahwa ia datang seorang diri karena raja memberinya tugas rahasia (21:2). Namun, pelariannya ke Nob diketahui oleh Doeg—salah seorang pegawai Saul, orang Edom yang bertugas mengawasi gembala-gembala Saul (21:7). Karena kedatangannya diketahui oleh Doeg, Daud kembali melarikan diri. Kali ini ia melarikan diri ke Gat (21:10; bandingkan dengan 22:22). Entah apa niat Daud lari ke sana. Kemungkinan besar, Daud ingin mencari perlindungan. Namun, bukan perlindungan yang didapatkan Daud di sana, melainkan ancaman, karena Akhis dan pegawai-pegawainya mengenali Daud. Mereka telah mendengar bahwa Daud telah mengalahkan jauh lebih banyak musuh daripada Saul (21:11). Hal ini membuat Daud menjadi amat takut. Untuk melindungi dirinya, Daud berpura-pura gila (21:13). Ketakutan telah membuat Daud berusaha melindungi dirinya dengan cara-cara yang memalukan, yaitu berbohong, dan kemudian berpura-pura gila.
Dalam bacaan Alkitab hari ini, kita bisa melihat bahwa Daud—seorang yang hidupnya berkenan kepada Tuhan—ternyata harus melewati proses panjang—bahkan jatuh bangun—sebelum akhirnya menjalani hidup yang sungguh-sungguh percaya dan bersandar kepada Tuhan. Kegagalan atau kejatuhan sering kali menjadi sarana yang dipakai Tuhan untuk membuat seseorang menyadari bahwa dirinya adalah seorang berdosa yang memerlukan anugerah Allah. Dengan demikian, saat dia berbuat baik, dia akan menyadari bahwa kesempatan melakukan perbuatan baik itu juga merupakan anugerah Tuhan. Tuhan membiarkan Daud berbohong dan lari ke Gat agar Daud belajar menyadari kelemahan dirinya, sehingga ia selanjutnya belajar memercayai dan mengandalkan Tuhan dalam segala situasi.
Kita sekarang hidup pada masa pandemi yang membuat nyawa kita sewaktu-waktu terancam maut. Dalam kondisi yang menakutkan ini, apakah hidup kita menjadi kacau dan egois karena dikuasai ketakutan atau kita percaya dan bersandar kepada Tuhan sehingga kita bisa melakukan hal terbaik yang sesuai dengan kehendak Tuhan? [WY]

Lebih Taat Kepada Tuhan

1 Samuel 20

Walaupun perintah menghormati orang tua merupakan perintah yang penting (Efesus 6:2-3), kita harus lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia (Kisah Para Rasul 5:29). Mengapa sikap hormat kepada orang tua perlu dibatasi? Kita harus menyadari bahwa semua manusia—termasuk orang tua—telah berdosa di hadapan Tuhan, sehingga sikap dan perbuatan manusia tidak selalu berkenan di hadapan Tuhan. Saat orang tua kita menghendaki kita melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Tuhan, di situlah batas ketaatan kita kepada orang tua. Saat kita tidak mengikuti keinginan orang tua yang bertentangan dengan kehendak Tuhan, hal itu tidak berarti bahwa kita boleh tidak menghormati orang tua karena menghormati orang tua merupakan kehendak Allah yang penting untuk kita taati. Ketaatan kita kepada Allah tetap harus kita lakukan dengan sikap hormat (sopan) kepada orang tua. Dengan demikian, kita berharap bahwa ketaatan kita kepada Allah akan membuat orang tua kita menghormati Allah juga.
Sikap Yonatan merupakan contoh yang baik bagi kita. Ia tahu jelas bahwa Daud tidak bersalah. Di samping itu, ia sadar bahwa ayahnya ingin mencelakai Daud karena perasaan dengki yang muncul saat melihat kesuksesan Daud yang membuat Daud menjadi populer dalam pandangan orang Israel. Karena Yonatan adalah seorang yang takut akan Allah, ia berterus terang membela kebenaran dengan membela Daud, sekalipun ia tahu bahwa tindakannya itu menyakiti hati ayahnya dan membahayakan dirinya sendiri. Yonatan memiliki integritas, sehingga ia setia terhadap perjanjian yang telah ia buat dengan Daud (18:3). Ia tidak mau mengingkari janjinya sekalipun ia harus berhadapan dengan ayahnya sendiri yang sekaligus merupakan raja Israel.
Ketaatan kita kepada orang tua seharusnya dilandasi oleh ketaatan kita kepada Allah. Ketaatan seorang anak dalam keluarga Kristen—misalnya dalam hal berdoa dan membaca Alkitab—seharusnya bukan hanya sekadar dilakukan karena diawasi oleh orang tua, melainkan harus berkembang menjadi ketaatan yang berlandaskan hubungan pribadi dengan Tuhan. Ketaatan kepada Tuhan yang hanya disebabkan oleh dukungan lingkungan akan sulit dipertahankan saat menghadapi tantangan. [WY]

Peran Pemimpin

1 Samuel 31

Pemimpin rohani memiliki peran yang sangat penting dalam komunitas orang percaya. Menjadi pemimpin rohani adalah hak istimewa yang harus senantiasa disertai dengan usaha menjaga hati agar tetap takut akan Tuhan. Kejatuhan pemimpin ke dalam dosa bisa berakibat sangat fatal dan berdampak kepada semua orang yang dipimpinnya. Saul adalah contoh pemimpin yang tidak sungguh-sungguh percaya dan tidak hidup dalam takut akan Tuhan. Berkali-kali Tuhan telah menyampaikan kata-kata penghakiman dan penghukuman kepadanya, namun tidak ada catatan tentang adanya tanda bahwa Saul menyesal, apalagi bertobat memohon belas kasihan Tuhan. Sampai akhir hidupnya, ia tidak pernah bertobat dari hati yang tidak taat dan tidak mengandalkan Tuhan.
Walaupun Raja Saul memiliki paras elok dan penampilan luar yang baik, hatinya tidak takut akan Tuhan. Ia tidak bersungguh hati menaati Tuhan. Orang Israel mendapatkan “buah” dari hasil penolakan mereka terhadap Tuhan. Mereka tidak ingin dipimpin secara langsung oleh Tuhan, melainkan mereka meminta agar bisa memiliki raja seperti bangsa-bangsa lain (pasal 8), dan Tuhan memberi mereka raja seperti yang mereka harapkan. Dalam bacaan Alkitab hari ini, Raja Saul mengalami kalah perang yang dahsyat. Ia dan anak-anaknya mati terbunuh. Banyak sekali rakyat yang menjadi korban karena Tuhan tidak campur tangan dalam peperangan tersebut (31:6). Saul meninggal dalam keadaan terhina: Mayat Saul dipakukan ke tembok kota Bet-Sean (31:9-10). Sungguh tragis pengalaman orang Israel itu!
Berdasarkan bacaan Alkitab hari ini, kita belajar bahwa kriteria seorang pemimpin rohani haruslah pertama-tama orang yang hidup takut akan Tuhan. Hal ini bukan berarti bahwa seorang pemimpin tidak boleh memiliki kelemahan. Akan tetapi, dalam hatinya harus ada tempat untuk Tuhan. Tanda dari orang yang takut akan Tuhan adalah adanya kesungguhan untuk bertobat ketika ia jatuh ke dalam dosa. Ia harus rela untuk berubah bila ia telah menyadari dosanya. Pada zaman sekarang, sering kali kriteria seorang pemimpin rohani didasarkan pada ketrampilan dan kemampuan intelektualnya, bukan pada hatinya, padahal Tuhan selalu memandang hati, dan seharusnya kita juga demikian! [WY]

Salam sebagai Wujud Persaudaraan

Kolose 4:7-18

Bagian akhir surat Kolose berisi salam yang dititipkan teman-teman Rasul Paulus serta pesan-pesan terakhir kepada jemaat Kolose. Melalui rekan pelayanan yang membawa surat yang ditulisnya dari dalam penjara—yaitu Tikhikus dan Onesimus yang disebut saudara yang kekasih, hamba yang setia, dan kawan pelayan dalam Tuhan—Rasul Paulus menceritakan keadaannya untuk menghibur jemaat Kolose.
Rasul Paulus menyampaikan salam dari ketiga teman sekerjanya, yaitu Aristarkhus, Markus, serta Yesus yang disebut Yustus. Ia mengakui bahwa mereka bertiga adalah sumber penghiburan bagi dirinya. Ia juga menyampaikan salam dari tiga teman bukan Yahudi yang tidak bersunat, yaitu Epafras—hamba Kristus Yesus yang berdoa untuk jemaat Kolose dan berkeyakinan penuh dengan segala hal yang dikehendaki Allah, Lukas—seorang Tabib, dan Demas. Rasul Paulus juga menyampaikan salam kepada jemaat di kota yang dekat dengan kota Kolose, yaitu jemaat di Laodikia. Ia meminta agar surat bagi jemaat di Kolose ini dibacakan di sana dan surat kepada jemaat di Laodikia dibacakan bagi jemaat di Kolose. Ia juga menasihati Arkhipus—teman seperjuangan dan pemimpin di jemaat Kolose—supaya melaksanakan tugas dengan penuh perhatian, tenaga dan waktu bagi jemaat yang dipimpinnya.
Apa yang dilakukan Rasul Paulus menunjukkan bahwa walaupun terbelenggu, ia tetap bersemangat melakukan pembinaan melalui tulisan yang berupa nasihat, ajaran, anjuran, serta penghiburan kepada jemaat Kolose dan orang-orang yang telah memberi diri dalam pelayanan. Ia juga meyakini adanya kasih karunia bagi semua orang yang menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat, walaupun terdapat berbagai pergumulan hidup, termasuk yang disebabkan oleh ajaran sesat.
Salam yang disampaikan Rasul Paulus adalah wujud persahabatan dan persaudaraan Kristen serta penghargaan kepada rekan-rekan pela-yanannya serta kepada jemaat Kolose. Sebagai orang percaya zaman ini, apakah Anda menjalin persahabatan, persaudaraan, dan memberi peng-hargaan terhadap rekan-rekan pelayanan dan terhadap sesama anggo-ta jemaat? Wujudkanlah persahabatan, persaudaraan, dan penghargaan sebagai anggota atau pemimpin jemaat terhadap rekan kerja dalam pelayanan, terhadap anggota jemaat yang kita layani, dan terhadap sesama manusia, sebagai wujud kasih kita kepada mereka. [PH]

Relasi dalam Keluarga Kristen

Kolose 3:18-4:6

Terdapat banyak rumah tangga Kristen yang tidak bahagia, sehingga akhirnya terjadi keretakan, bahkan kehancuran. Ketidakbahagiaan tersebut bisa disebabkan oleh masalah keuangan, komunikasi, seks, pekerjaan, dan sebagainya. Masalah paling utama adalah karena mereka tidak hidup tetap di dalam Kristus (2:6). Sesudah menerima Kristus, mereka tidak memperjuangkan kedekatan dengan Tuhan, bahkan mereka semakin hari semakin jauh dari Tuhan. Masalah lain adalah ketidaktahuan mereka tentang prinsip-prinsip menjalin relasi. Keluarga adalah lembaga pertama yang didirikan di bumi (Kejadian 1-2). Karena ide dan inisiatif pembentukan keluarga berasal dari Tuhan, bukan dari manusia, desain keluarga kristen harus disesuaikan dengan ajaran Alkitab, bukan dengan keinginan manusia.
Pada perikop sebelumnya (Kolose 3:5-17), Rasul Paulus berbicara tentang ‚Manusia baru di dalam Kristus.‛ Pada perikop yang kita baca hari ini, dia membicarakan prinsip-prinsip penting dari ‚Hidup baru di da-lam Kristus‛. Dia menekankan agar prinsip-prinsip itu dipraktikkan lebih dahulu dalam kehidupan berkeluarga yang mencakup hubungan istri-suami, ayah-anak, dan hamba-tuan. Istri diperintahkan untuk tunduk ke-pada suami sebagaimana seharusnya di dalam Tuhan. Suami diperintah-kan untuk mengasihi istri dan tidak berlaku kasar. Anak diperintahkan untuk menaati orang tua dalam segala hal. Hamba diperintahkan untuk menaati tuannya serta bekerja dengan tulus dan sungguh-sungguh—seperti bekerja untuk Tuhan—dengan rasa hormat. Seorang tuan diperintahkan untuk berlaku adil dan jujur terhadap hambanya.
Tidak dapat disangkal bahwa sering kali tingkah laku dan karakter kita—yang tertampil kepada pasangan, anak, orang tua, pembantu, serta terhadap karyawan—cenderung tidak kristiani. Rasul Paulus mengajarkan tentang relasi yang benar dalam keluarga, yang menuntut adanya sikap tunduk, mengasihi, dan menaati. Setiap anggota keluarga diperintahkan untuk menjalankan relasi secara benar. Bangunlah keluar-ga Anda dengan relasi yang benar, berlandaskan kehidupan yang erat dengan Tuhan yang diekspresikan melalui ketekunan dalam doa, berjaga-jaga sambil mengucap syukur, hidup penuh hikmat dengan orang lain, mempergunakan waktu yang ada, serta senantiasa menghiasi perkataan kita dengan kasih. [PH]