Melayani untuk Menyukakan Allah

1 Tesalonika 2:1-12

Saat membaca perjalanan misi Rasul Paulus yang penuh dengan tantangan dan penderitaan, mungkin kita bertanya-tanya, mengapa ia bersedia mengalami semua kesulitan tersebut? Apakah ia mencari keuntungan? Tidak! Bila ia mencari keuntungan, ia tidak akan bisa bertahan saat menghadapi berbagai macam tantangan dan kesulitan, bahkan penderitaan. Dalam bacaan Alkitab hari ini, Rasul Paulus mengatakan bahwa motivasi pelayanannya adalah untuk menyukakan hati Allah, bukan untuk menyukakan manusia (2:4). Apa saja yang dilakukan oleh Rasul Paulus untuk menyukakan hati Allah?
Pertama, Rasul Paulus berjuang memberitakan Injil dengan berani dan setia walaupun ia harus menghadapi orang-orang yang menentang pemberitaan Injil (2:16). Semangatnya tidak kendor walaupun ia berkali-kali harus masuk penjara (2 Korintus 6:5), seperti yang terjadi saat ia memberitakan Injil di kota Filipi (Kisah Para Rasul 16:19-24). Kedua, Rasul Paulus melayani dengan hati yang tulus. Ia tidak memiliki maksud tersembunyi (mencari keuntungan bagi diri sendiri) dan ia tidak mencari pujian (1 Tesalonika 2:5-6). Ketiga, Rasul Paulus bersikap seperti seorang ibu yang mengasuh dan merawat orang yang dilayaninya dengan penuh kasih (2:7-8). Kasih membuat ia melayani bukan hanya dengan kata-kata saja, melainkan melalui seluruh hidupnya. Keempat, Rasul Paulus seperti seorang ayah yang dengan tekun menasihati anak-anaknya satu per satu (2:11-12; bandingkan dengan Kolose 1:28-29). Kelima, Rasul Paulus memiliki kerinduan yang besar—dan selalu mencari kesempatan—untuk melayani jemaat (1 Tesalonika 2:17-18). Dia bukan hanya menunggu kesempatan baik untuk melayani, melainkan ia memakai setiap kesempatan untuk melayani.
Bacaan Alkitab hari ini mengingatkan kita agar kita memakai setiap kesempatan untuk melayani. Pelayanan tidak boleh dilakukan dengan tujuan mencari keuntungan atau agar kita dihargai oleh para pejabat gereja, melainkan agar hidup kita menyenangkan hati Allah. Oleh karena itu, jangan melayani hanya saat kita memiliki waktu luang, melainkan luangkanlah waktu untuk melayani. Janganlah kita melayani hanya saat keadaan kondusif, melainkan manfaatkanlah setiap kesempatan untuk melayani. Janganlah melayani hanya melalui kata-kata saja, melainkan kita harus melayani melalui seluruh hidup kita. Pelayanan apa yang sedang Anda lakukan saat ini? [P]

Gereja Teladan di Tengah Tantangan

1 Tesalonika 1

Jemaat Tesalonika adalah jemaat yang luar biasa! Jemaat itu dilayani oleh Rasul Paulus dalam waktu yang relatif singkat dan dalam situasi yang tidak kondusif karena diganggu oleh orang-orang Yahudi yang tidak menyukai keberhasilan pemberitaan Injil. Mungkin saja, kita menduga bahwa gereja di Tesalonika tidak akan bertahan lama. Akan tetapi, dugaan itu salah! Jemaat Tesalonika justru menunjukkan tiga ciri penting yang harus ada dalam setiap jemaat, yaitu iman yang membuat mereka bertindak meninggalkan praktik penyembahan berhala, kasih yang membuat mereka melayani Allah dengan gairah dan kesungguhan, serta pengharapan akan kedatangan Kristus yang kedua kali yang membuat mereka sanggup bertekun saat menghadapi tantangan dan hambatan (1:3,8-10). Kondisi di atas membuat Rasul Paulus selalu mengucap syukur setiap kali mendoakan jemaat Tesalonika (1:2).
Rasul Paulus meyakini bahwa jemaat Tesalonika adalah orang-orang pilihan Allah karena ia telah melihat buah dari pemberitaan Injil yang ia lakukan. Jemaat Tesalonika telah teruji melalui ujian berupa penderitaan yang berat. Mereka merespons firman Tuhan dengan cara yang benar, yaitu melalui tindakan ketaatan, sehingga mereka memperoleh sukacita yang dikerjakan oleh Roh Kudus (1:4-6). Perlu dicamkan bahwa bila tidak ada pekerjaan Roh Kudus, penderitaan pasti membuat jemaat Tesalonika merasa tertekan, bukan bersukacita. Respons jemaat Tesalonika itu membuat mereka menjadi teladan bagi semua orang percaya di wilayah Makedonia dan Akhaya (1:7).
Bacaan Alkitab hari ini mengajarkan beberapa hal penting bagi gereja: Pertama, misi gereja seharusnya didasarkan pada kepekaan terhadap pimpinan Roh Kudus, bukan didasarkan pada munculnya situasi yang kondusif bagi pemberitaan Injil. Kedua, keberhasilan pemberitaan Injil ditentukan oleh keterbukaan saat mendengarkan firman Tuhan, dan keterbukaan ini merupakan hasil pekerjaan Roh Kudus (bandingkan dengan Yohanes 16:8). Ketiga, gereja yang ingin menjadi teladan harus memiliki tiga ciri penting, yaitu iman yang menghasilkan tindakan, kasih yang mengobarkan gairah dan kesungguhan, serta pengharapan yang menghasilkan ketekunan saat menghadapi kesukaran dan penderitaan. Pada masa sukar yang disebabkan oleh munculnya pandemi Covid-19, apakah Anda dan gereja Anda tetap mengembangkan kepekaan terhadap pimpinan Roh Kudus? [P]

Mempengaruhi Pemerintah

Roma 13:1-7

Rasul Paulus mengungkapkan secara tidak berbelit-belit bahwa pemerintah yang berkuasa adalah hamba Allah untuk kebaikan warga negara (13:4). Melalui suratnya yang lain, Rasul Paulus mengungkapkan bahwa Allah memberikan panggilan yang berbeda kepada setiap orang, misalnya panggilan untuk menjadi rasul, nabi, pemberita Injil, gembala, pengajar (Efesus 4:11). Istilah gembala di sini tidak digunakan dalam pengertian sempit, yaitu hanya menunjuk kepada orang yang memangku jabatan gerejawi sebagai gembala jemaat atau pendeta. Para penguasa disebut pula sebagai gembala (2 Samuel 5:2) yang berperan untuk melakukan yang terbaik bagi kesejahteraan rakyat yang dipimpinnya (Yehezkiel 34:3-6).
Alkitab menyatakan bahwa Allah memberi kemampuan atau bakat yang berbeda-beda kepada setiap orang. Misalnya, Daud memiliki bakat dalam seni musik (1 Samuel 16:18). Selain itu, Sang Khalik membe-rikan karunia rohani menurut kehendak-Nya (Roma 12:6). Karunia rohani dianugerahkan hanya kepada orang yang percaya kepada Kristus (1 Korintus 12:4) untuk kepentingan bersama (1 Korintus 12:7) dan untuk membangun tubuh Kristus (Efesus 4:11-15). Allah mungkin pula memanggil orang percaya untuk berkarya sebagai pejabat pemerintahan atau sebagai pemimpin dalam dunia politik. Allah memberi kemampuan dan karunia rohani yang tepat supaya pribadi yang Allah utus dapat menjalankan tanggung jawab menurut panggilan-Nya.
Alkitab juga menyingkapkan bahwa orang percaya hendaknya mengembangkan bakat dan karunia rohani—yang telah Allah berikan—semaksimal mungkin (Matius 25:14-30). Setiap murid Kristus tertanam dan bertumbuh dalam gereja, keluarga, serta sekolah Kristen. Dengan demikian, ketiga lembaga tersebut semestinya membantu setiap murid untuk menemukan dan mengembangkan semua kemampuan serta karunianya. Akan tetapi, banyak orang Kristen yang cenderung memberi batasan bahwa generasi penerus gereja tidak boleh berkarya dalam bidang politik. Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia berdosa telah menyalahgunakan kekuasaan yang ia miliki. Namun, Alkitab berkata, “Pemerintah adalah hamba Allah” (Roma 13:4). Apakah yang gereja, keluarga, dan sekolah Kristen dapat lakukan untuk mendukung terwujudnya panggilan Allah itu? [ECW]

Tanggung Jawab Mendoakan Pemimpin

1 Timotius 2:1-7

Dalam bahasa asli Perjanjian Baru—yaitu bahasa Yunani—Rasul Paulus menggunakan empat kata untuk doa dalam 2:1, yaitu permohonan, doa, doa syafaat, dan ucapan syukur. Akan tetapi, dalam Alkitab bahasa Indonesia, kata kedua—yang merupakan kata umum untuk doa—tidak disebut. Dalam bacaan Alkitab hari ini, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa Rasul Paulus mendorong jemaat untuk mengucap syukur dan mendoakan pemerintah. Bila para pejabat pemerintah adalah orang-orang yang baik, mudah bagi kita untuk bersyukur dan mendoakan mereka. Akan tetapi, bila para pejabat pemerintah adalah para penguasa yang jahat, apakah kita juga perlu bersyukur dan mendoakan mereka?
Saat Rasul Paulus menulis surat 1 Timotius, pemerintah yang berkuasa adalah pemerintah Romawi. Pada masa itu, Kaisar Romawi serta para gubernur yang memimpin wilayah bersikap menindas terhadap orang Kristen. Sebagai contoh, Rasul Paulus didera dan dipenjara di Filipi tanpa melalui proses peradilan yang adil (Kisah Para Rasul 16:19-24). Kristus pun mengalami sengsara di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, gubernur Romawi pada masa itu. Walaupun situasi seperti itu, Rasul Paulus menasihati pembaca surat 1 Timotius untuk mendoakan semua orang, termasuk mendoakan para penguasa Romawi (2:2). Saat ini, jelas bahwa umat Kristen juga harus bersyukur dan mendoakan pemerintah yang berkuasa, lepas dari kepuasan penilaian publik terhadap kinerja dan sikap sang pemimpin, serta lepas dari posisi atau pilihan politik pribadi. Kita harus mendoakan para pemimpin karena tindakan mendoakan itu memuliakan Allah (2:3). Bila kita ingin hidup berkenan kepada Allah yang telah menebus manusia melalui pengorbanan Kristus (2:6), seharusnya kita tekun berdoa bagi pemerintah, walaupun para pejabat negara belum tentu bertindak secara baik dan benar. Melalui doa kepada Allah, kita memohon agar para penguasa diberi hikmat dan hati yang baik untuk mendatangkan ketenangan serta ketenteraman bagi rakyat (2:2). Allah juga menghendaki agar orang yang belum percaya dapat diselamatkan (2:4). Melalui doa orang percaya, semoga Allah memberikan anugerah-Nya, sehingga mereka yang belum mengenal Allah menjadi percaya kepada Kristus. Apakah Anda tekun mendoakan pemerintah? [ECW]

Tanggung Jawab Sebagai Utusan

Yohanes 17:15-19

Melalui doa Kristus bagi para murid, kita mengetahui bahwa setiap murid Kristus “bukan dari dunia”, sama seperti Kristus yang juga “bukan dari dunia” (17:16). Artinya, karakter, perilaku, pola pikir, dan keinginan para murid hendaknya tidak sama dengan orang-orang yang tidak percaya, namun semakin serupa dengan Sang Mesias. Akan tetapi, ketika para murid hendak menerapkan keinginan Kristus, mereka menghadapi berbagai tantangan dari dunia dengan segala sistemnya, dari orang-orang yang tidak mengenal Allah, serta dari iblis yang selalu siap untuk menerkam bagaikan seekor singa (1 Petrus 5:8). Walaupun begitu, Kristus tidak menginginkan para murid diambil dari dunia (17:15). melainkan justru mengutus para murid ke dalam dunia (17:18). Kristus berseru kepada Allah Bapa agar para murid dilindungi dari segala sesuatu yang jahat (17:15).
Di satu sisi, sebagai murid Kristus, kita memiliki tanggung jawab untuk menjalankan tugas sebagai utusan Kerajaan Allah di tengah dunia. Di sisi lain, sebagai warga negara, kita mempunyai tanggung jawab untuk berkarya yang terbaik bagi negeri ini. Kedua tanggung jawab tersebut tidak bisa dipisahkan karena saling berkait erat. Sebagai murid Kristus di negara ini, sudah semestinya kita melaksanakan tugas dan panggilan-Nya terhadap diri kita melalui setiap karya nyata di negara ini. Tidak boleh ada pemisahan antara yang rohani atau yang sakral dengan yang berkaitan dengan aktivitas sehari-hari, pekerjaan, maupun profesi (Kejadian 2:15, Roma 12:1). Hidup dalam kebenaran firman-Nya, menya-takan dan mencerminkan kasih serta kebaikan-Nya, memberitakan Injil dan kebenaran-Nya secara nyata dalam setiap aktivitas merupakan kontribusi yang diharapkan untuk diberikan oleh setiap murid Kristus. Hal ini semakin mendesak di saat banyak penderitaan dialami masyarakat oleh karena pandemi covid-19.
Masalah dan kesulitan dialami oleh semua orang, termasuk murid Kristus. Mungkin kita merasa tidak berdaya. Bagaimana kita bisa melaksanakan tanggung jawab di atas? Pertama, mintalah hikmat kepada Allah Bapa yang melindungi kita (17:15). Kedua, pupuklah komunitas para murid Kristus yang saling menguatkan untuk bersama-sama mewujudkan tugas panggilan-Nya. [ECW]

Garam dan Terang bagi Bumi Pertiwi

Matius 5:13-16

Pada hari ini, bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya, tepat tiga perempat abad yang lalu. Biasanya, peringatan suatu hari jadi kellipatan angka lima akan dirasakan lebih spesial. Meskipun demikian, peringatan Proklamasi Kemerdekaan ke-75 dari negara kita pada tahun ini tidak dapat dipisahkan dari dampak negatif yang ditimbulkan oleh pandemi covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia. Saat renungan ini dalam tahap penulisan, jumlah orang yang dinyatakan positif menderita covid-19 sudah lebih dari 18.000 orang. Namun sewaktu para pembaca sedang menggunakan bahan renungan ini, jumlah penderita pastilah telah bertambah. Perekonomian nasional di kuartal ketiga tahun 2020 masih menghadapi tantangan. Banyak pribadi, keluarga, dan masyarakat yang bergumul karena mengalami banyak kesulitan hari-hari ini.
Konteks khotbah di bukit yang dicatat di Injil Matius adalah tentang Kerajaan Surga atau Kerajaan Allah. Apakah ciri-ciri dari Kerajaan Allah? Bagaimanakah gaya hidup dari orang-orang yang menjadi anggota Kerajaan-Nya itu? Matius 5:13-14 sesungguhnya mengungkapkan keberadaan setiap murid Kristus yang merupakan warga Kerajaan Allah. Mereka adalah garam dan terang dunia. Apabila kita menyadari keberadaan diri kita dengan benar, kita akan lebih mampu bertindak sesuai dengan keberadaan diri kita tersebut. Sebagai contoh, apabila saya menyadari bahwa saya adalah seorang suami dan ayah, maka di tengah pandemi covid-19 ini, saya akan berusaha untuk menciptakan suasana yang kondusif di rumah, seperti memupuk komunikasi dua arah dengan istri maupun dengan anak.
Garam adalah mineral yang berfungsi untuk mencegah proses pembusukan daging, serta meningkatkan rasa suatu masakan. Terang tidak pernah hanya bersinar untuk dirinya sendiri, tetapi untuk lingkungan di sekitarnya. Renungkanlah, “Apakah saya adalah garam dan terang di dalam kehidupan ini?” Mulailah dengan memperhatikan orang-orang terdekat atau mereka yang dapat Anda jangkau. Apa yang dapat Anda lakukan untuk mengungkapkan kebaikan dan kebenaran, serta turut menegakkan kedamaian di kala bumi pertiwi menitikkan air mata pada hari proklamasi kemerdekaan ini? [ECW]

Sikap Mengucap Syukur

1 Samuel 30

Tuhan senantiasa campur tangan di dalam kehidupan Daud. Ia membawa Daud kembali ke jalan yang benar dengan belas kasihan. Bagi Daud, mungkin cara Tuhan bukan cara yang dia harapkan, tetapi kita bisa meyakini bahwa cara Tuhan pasti cara yang terbaik. Ia mem-bawa Daud kembali melalui penolakan para panglima Filistin, walaupun Akhis mendukungnya. Ketika Daud pergi meninggalkan Ziklag—yaitu daerah tempat tinggal Daud dan seluruh rombongannya— orang Amalek menyerbu ke sana. Mereka membawa dan menawan semua orang yang berada di sana, serta membakar Ziklag sampai habis (30:1-3). Peristiwa itu membuat Daud dan orang-orang yang ikut bersamanya merasa sangat terpukul dan bersusah hati. Mereka menangis karena begitu berduka (30:4). Daud bahkan hendak dilempari dengan batu oleh rakyat. Tampaknya, rakyat menyalahkan Daud karena ia telah mengajak mereka meninggalkan Ziklag. Allah menempatkan Daud dalam situasi yang sangat sulit untuk membuat Daud bergantung kepada-Nya dan mencari Dia dengan sungguh-sungguh.
Dalam situasi seperti itu, Daud menghampiri Tuhan. Ia menyadari bahwa hanya Tuhan yang mampu menolong dia dan orang-orang yang bersama dengan Dia. Di tengah ancaman maut, Daud menguatkan kepercayaannya kepada TUHAN (30:6). Ia berdoa meminta petunjuk Tuhan. Tuhan menolong Daud sehingga Daud berhasil mengalahkan orang-orang Amalek. Semua tawanan dan segala yang dirampas orang Amalek berhasil diambil kembali, bahkan mereka bisa membawa pulang jarahan (30:20). Ini merupakan anugerah dan kebaikan Tuhan.
Ketika Daud kambali, ada 200 orang menyongsong dia. Mereka tidak ikut berperang karena kondisi fisik mereka terlampau lelah (30:10). Ada beberapa orang jahat yang tidak rela membagi jarahan yang mere-ka rampas, tetapi Daud tetap membagi hasil jarahan kepada mereka, karena ia sadar bahwa jarahan itu adalah pemberian Tuhan dan karena Tuhan sudah melindungi serta menolong mereka mengalahkan orang-orang Amalek (30:22-23). Inilah sikap yang benar dari seorang yang memercayai Tuhan. Semua yang kita miliki berasal dari Tuhan. Meskipun kita harus bekerja untuk mendapatkannya, namun bila Tuhan tidak memberi, kita tidak akan memperoleh apa pun. Ungkapkanlah rasa syukur Anda dengan menjadi berkat bagi orang lain! [WY]

Penolakan Yang Dipakai Tuhan

1 Samuel 29

Pernahkah Anda ditolak oleh anggota keluarga, rekan kerja, pimpinan, atau rekan dalam pelayanan? Penolakan biasanya terjadi karena kita tidak memenuhi harapan atau tidak memenuhi kriteria pihak yang menolak diri kita. Penolakan bisa terjadi karena kita dianggap kurang terampil, kurang cantik atau kurang tampan, kurang bisa berkompromi, atau kurang uang. Penolakan dapat dilakukan melalui perkataan atau melalui sikap yang tidak menghargai serta melalui usaha untuk menyingkirkan orang yang ditolak. Penolakan dapat menimbulkan luka kejiwaan yang dalam dan serius, serta dapat berdampak negatif terhadap mental seseorang di masa depan.
Dalam bacaan Alkitab hari ini, kita melihat bahwa Daud mengalami penolakan dari para panglima Filistin yang sedang bersiap-siap untuk berperang melawan orang Israel. Akhis membela Daud dan mengizinkan Daud untuk ikut berperang melawan bangsanya sendiri. Namun, panglima-panglima yang lain menolak Daud karena mereka tahu bahwa Daud bukanlah orang Filistin, melainkan orang Ibrani. Oleh karena itu, tidaklah tepat membawa orang Ibrani memerangi bangsanya sendiri (29:3-5). Ternyata bahwa para panglima ini memiliki pikiran yang lebih jernih dibandingkan Akhis.
Tidak ada penjelasan terus terang apakah Daud—pada saat itu—sedang berpura-pura atau Daud memang benar-benar ingin memerangi bangsanya sendiri karena ia sudah kelelahan dan mungkin juga depresi. Namun, penolakan para panglima Filistin adalah campur tangan Tuhan untuk menolong Daud agar terhindar dari perbuatan khianat yang tercela. Tuhan bekerja sehingga—melalui penolakan mereka—Daud tidak harus ikut berperang, dan dengan demikian terbebas dari pilihan yang sulit. Sampai saat ini, Tuhan dapat memakai hal-hal yang tak terduga—seperti pengalaman penolakan yang menyakitkan—untuk menolong kita. Oleh karena itu, bila suatu saat kita menghadapi penolakan, jangan menjadi tawar hati, apa lagi sampai menjadi depresi. Kita harus terus mengoreksi diri. Jika karakter kita telah membuat orang menolak kita, kita harus bersedia untuk berubah menjadi lebih baik. Jika kita ditolak karena alasan yang mengada-ada, kita harus tetap percaya bahwa Tuhan pasti menolong kita. Mungkin Ia sedang mempersiapkan jalan untuk membawa kita ke keadaan yang lebih baik. [WY]

Jauhi Okultisme

1 Samuel 28

Saul kembali menghadapi situasi sulit akibat tekanan orang Filistin. Kali ini, tentara Filistin berkemah di Sunem—daerah yang sangat dekat dengan teritorial orang Israel. Seperti saat menghadapi ancaman musuh sebelumnya, Saul merasa sangat ketakutan. Karena Samuel sudah mati (28:3), Saul tidak lagi memiliki orang yang bisa dia minta untuk menolong dia menyampaikan permohonan perlindungan kepada Tuhan. Di tengah ketakutannya, Saul berupaya untuk bertanya kepada Tuhan (28:6), tetapi Tuhan sama sekali tidak mau menjawab. Saul pasti mengerti bahwa Tuhan tidak mau menjawab doanya karena ia telah berulang kali tidak menaati perintah Tuhan. Namun, bukannya memohon belas kasihan Tuhan dengan bertobat atau berpuasa, ia malah mencari penenung untuk diminta tolong memanggil arwah Samuel, padahal ia sendiri yang telah menghapus segala praktik okultisme—yaitu semua praktik yang berhubungan dengan dunia roh seperti praktik memanggil roh orang mati—di Israel (28:9). Sekarang, saat terdesak, ia malah melakukan apa yang ia larang sendiri dan yang dilarang keras oleh Tuhan (bandingkan dengan Imamat 19:31; 20:6; Ulangan 18:9-14). Berte-nung, meramal, mencari petunjuk kepada roh-roh atau arwah adalah kekejian di mata Tuhan.
Wanita penenung yang diminta memanggil arwah Samuel tidak menyangka bahwa Samuel benar-benar muncul. Ia berteriak dengan suara nyaring karena begitu terkejut bahwa Samuel benar-benar muncul (28:12). Kemungkinan besar, wanita ini‒-seperti kebanyakan petenung atau peramal lain‒-adalah penipu. Mereka tidak berkuasa atas orang-orang mati. Mereka biasanya memiliki kemampuan untuk mengubah suara, sehingga seakan-akan arwah berbicara kepada orang yang bertanya melalui diri mereka. Namun, dengan seizin Tuhan, Samuel benar-benar muncul. Mengapa Tuhan mengizinkan kemunculan Samuel di hadapan Saul? Kemungkinan, Tuhan ingin meneguhkan berita penghukuman terhadap Saul, sekaligus memberi pelajaran kepada penenung itu. Tuhan ingin penenung itu mengetahui bahwa Tuhan adalah Allah yang hidup, yang mencipta, dan yang berdaulat. Apa yang dilakukan penenung itu adalah kebodohan dan sekaligus kekejian di mata Tuhan. Ketika kita mengalami kesulitan yang begitu menekan, ke manakah kita mencari pertolongan? Carilah Tuhan saja! [WY]

Jangan Lelah

1 Samuel 27

Daud, seperti kebanyakan di antara kita, adalah orang yang rentan untuk jatuh ke dalam dosa. Ada masa saat ia tampak memiliki iman yang begitu luar biasa, tetapi ada pula masa saat kita melihat Daud juga dapat melakukan hal-hal yang kelihatannya tidak tepat. Pada waktu membaca bagian firman Tuhan hari ini, mungkin ada di antara kita yang bertanya mengapa Daud mengambil keputusan untuk tinggal di daerah orang Filistin. Bukankah selama ini, Tuhan sudah meluputkan dan menolong dia dari tangan Saul? Bukan itu saja! Daud pindah ke daerah orang Filistin dengan membawa istri-istrinya dan 600 orang pengikutnya beserta keluarga mereka. Di sana, ia bersekutu dengan Akhis raja Gat. Di tanah Filistin, Daud tinggal dan ia menyerbu orang-orang Gesur, Girzi, dan orang Amalek untuk mengambil ternak mereka dan membunuh semua orang tanpa terkecuali. Tujuannya adalah agar tidak ada orang yang tersisa yang dapat melaporkan apa yang ia lakukan kepada Akhis (27:11). Daud menipu Akhis dan membuat Akhis berpikir bahwa Daud sudah menjadi musuh bangsanya sendiri (27:12).
Daud melakukan apa yang tampak kurang sesuai dengan kehendak Tuhan karena sebenarnya dia merasa cemas menghadapi Saul (27:1). Daud memusingkan bagaimana dia bisa menyelamatkan diri di masa yang akan datang, padahal Tuhan baru saja menolong Daud dari ancaman Saul (pasal 26). Kemungkinan besar, Daud merasa lelah atau depresi menghadapi ancaman Saul, sehingga ia memutuskan untuk pindah ke daerah orang Filistin dan tinggal di sana. Perhitungan Daud tepat karena memang Saul tidak lagi mencari Daud di daerah orang Filistin (27:4). Namun, Daud tidak mencari Tuhan dan bertanya kepada Tuhan seperti yang sebelumnya dia lakukan. Kelihatannya, Daud melakukan semuanya itu dengan perhitungan akalnya sendiri.
Lelah secara rohani dan depresi adalah musuh bagi pertumbuhan iman orang percaya. Firman Tuhan mengingatkan kita agar jangan jemu berbuat baik, supanya kelak kita bisa menuai hasil perbuatan kita (Galatia 6:9). Firman Tuhan memerintahkan kita untuk memandang kepada Tuhan Yesus yang tekun menanggung bantahan atau sikap menentang—lihat terjemahan NET Bible—dari pihak orang-orang berdosa, supaya kita jangan menjadi lemah dan tawar hati (Ibrani 12:3). [WY]