Jangan Bertindak Melampaui Batas!

Yesaya 10:5-34

Allah memiliki rencana atas dunia ini dan Allah bisa memakai cara yang tidak terduga untuk melaksanakan rencana-Nya. Tidak ada sesuatu pun di dunia ini—apa lagi yang menyangkut kehidupan umat Allah—yang terjadi tanpa izin Allah. Walaupun tampaknya Allah seperti membiarkan saja segala sesuatu berlangsung di dunia ini, sebenarnya Allah selalu bekerja “di belakang layar” untuk melaksanakan rencana-Nya. Saat umat Allah menghadapi persoalan, bahkan aniaya, Allah melihat dan Ia peduli. Akan tetapi, kita tidak selalu mengerti jalan pikiran Allah. Sekalipun demikian, kita bisa meyakini bahwa Allah selalu ikut bertindak dalam segala hal untuk melakukan kebaikan bagi umat-Nya, walaupun tindakan Allah tidak selalu kita sadari dan kebaikan Allah tidak selalu kita mengerti.

Saat membaca kisah kekalahan bangsa Israel dalam peperangan melawan bangsa kafir, ada beberapa hal yang perlu disadari: Pertama, kekalahan bangsa Israel bukan disebabkan karena bangsa kafir itu lebih hebat daripada bangsa Israel atau karena Allah bangsa Israel kalah terhadap dewa-dewa asing, tetapi karena Allah hendak memakai bangsa kafir itu sebagai alat untuk menjatuhkan hukuman kepada umat-Nya. Kedua, hukuman adalah wujud kasih Allah yang menghendaki agar umat-Nya bertobat dan menjadi lebih baik. Ketiga, bangsa kafir yang dipakai Allah untuk menghukum umat Allah yang berdosa mungkin saja lebih berdosa daripada umat Allah yang mendapat hukuman Allah. Oleh karena itu, mereka seharusnya tahu diri dan membatasi diri.

Patut disayangkan bahwa bangsa Asyur—yang telah ditetapkan Allah sebagai alat untuk menjatuhkan hukuman kepada Kerajaan Israel Utara—merasa diri mereka hebat, sehingga mereka bertindak terlalu jauh dengan berusaha menguasai Yerusalem (10:5-11). Oleh karena itu, sesudah Allah memakai mereka untuk menghukum bangsa Israel Utara, Tuhan menghukum bangsa Asyur yang hendak bertindak terlalu jauh (10:12-19). Pada masa kini, orang-orang yang merasa bahwa dirinya dipakai Allah untuk melakukan pekerjaan besar harus waspada agar tidak menjadi sombong dan lupa bahwa posisinya adalah hamba yang dipakai oleh Tuhan. Kesombongan yang tidak segera diatasi bisa melahirkan sikap yang buruk dan tindakan yang berdosa. Waspadalah agar Anda tidak bertindak melampaui batas! [P]

Perhatikanlah Peringatan TUHAN!

Yesaya 9:7-10:4

Bangsa Israel Utara adalah bangsa yang jahat, sombong, dan fasik. Mereka jahat karena dipimpin raja-raja yang jahat. Mereka som-bong karena hidup mereka cukup makmur (bandingkan dengan 9:9). Mereka fasik karena tingkah laku mereka tidak memedulikan kehendak Allah. Kefasikan itu seperti api yang membakar seluruh hutan (9:17). Kejahatan mereka membuat Allah memutuskan untuk menghukum mereka. Semula, mereka diserang dan dikalahkan oleh orang Aram dari Timur dan orang Filistin dari Barat (9:11). Sayangnya, kekalahan tidak membuat mereka bertobat. Oleh karena itu, hukuman terhadap bangsa Israel Utara terus berlanjut. Mula-mula, hukuman Tuhan dijatuhkan kepada para pemimpin masyarakat—yaitu tua-tua dan orang yang terpandang—serta para pemimpin spiritual yang menyesatkan bangsa Israel (9:13-14), kemudian hukuman berlanjut kepada masyarakat biasa—termasuk anak yatim dan janda yang biasanya dilindungi Allah (9:15-16)—karena mereka semua telah menjadi jahat.

Hukuman Allah dijatuhkan secara bertahap. Sampai empat kali, Alkitab berkata, “Sekalipun semuanya itu terjadi, murka-Nya belum surut, dan tangan-Nya masih teracung (9:11b,16b,20b; 10:4). Bencana membuat orang menjadi egois (9:18). Kelaparan terjadi di mana-mana sehingga daging manusia pun dimakan (9:19). Hukuman Allah terhadap bangsa Israel Utara memuncak dengan dijatuhkannya hukuman yang sangat berat melalui tangan bangsa Asyur (bandingkan dengan 10:5-6). Penduduk Kerajaan Israel Utara bukan hanya dikalahkan, tetapi mereka lalu dibuang ke Asyur (2 Raja-raja 15:29). Alkitab tidak menceritakan lagi kondisi bangsa Israel dari Kerajaan Israel Utara setelah mereka dibuang ke Asyur. Kemungkinan besar, rakyat yang berasal dari Kerajaan Israel Utara itu tersebar ke berbagai tempat dan hanya sedikit yang kembali ke Israel.

Kisah pembuangan bangsa Israel di Kerajaan Utara yang akhirnya dibuang ke Asyur karena tidak mau bertobat mengingatkan kita untuk bersikap peka terhadap peringatan Allah. Biasakanlah diri Anda untuk melakukan introspeksi diri saat mengalami kegagalan atau malapetaka. Kesediaan memperbaiki diri akan menolong kita untuk bisa bangkit dari keterpurukan. Apakah di masa pandemi ini, Anda aktif mengoreksi diri dan menjadi orang yang semakin baik? [P]

Sumber Pengharapan Kita

Yesaya 8:23-9:6

Kehadiran “Imanuel” (7:14) menandai pengharapan yang diberikan oleh Allah. Raja Ahas dan bangsa Yehuda ketakutan menghadapi serangan koalisi Kerajaan Israel Utara dan Kerajaan Aram atau Siria. Akan tetapi, melalui nabi Yesaya, Allah memberi tahu bahwa serangan koalisi tersebut tidak akan berhasil—dan pemberitahuan itu benar—karena TUHAN hadir untuk melindungi bangsa Yehuda. Sayang, Raja Ahas tidak memercayai perlindungan Allah. Saat Allah memerintahkan Ahas untuk meminta tanda, ia menolak karena ia mengharapkan bantu-an pasukan Asyur. Memang benar, bahwa kemudian pasukan Asyur datang serta menaklukkan—bahkan menghancurkan—pasukan Israel Utara dan pasukan Aram. Akan tetapi, pasukan Asyur pun selanjutnya menjadi ancaman bagi Kerajaan Yehuda.

Dalam Perjanjian Baru, penulis Injil Matius mengungkapkan bahwa nubuat dalam Yesaya 7:14 adalah nubuat yang menunjuk kepada Sang Mesias, yaitu Yesus Kristus (Matius 1:23). Sebagaimana Imanuel menandai kehadiran Allah yang membebaskan bangsa Yehuda dari ancaman koalisi pasukan Israel Utara dan pasukan Aram, demikianlah Yesus Kristus datang dari sorga ke dunia untuk membebaskan manusia dari kuasa dosa! Oleh karena itu, tidak mengherankan bila nubuat dalam bacaan Alkitab hari ini menjelaskan tentang siapa Yesus Kristus yang menjadi sumber pengharapan kita itu, “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai. Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia mendasarkan dan mengokohkannya dengan keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya.” (Yesaya 9:5-6).

Yesus Kristus adalah Sang Imanuel yang sejati: Allah yang beserta dengan kita! Tanpa Yesus Kristus, kita tidak akan sanggup melepaskan diri dari kuasa dosa dan kita akan menghadapi hukuman Allah. Bila kita memercayai Tuhan Yesus, dosa kita sudah ditanggung oleh Yesus Kristus melalui pengorbanan-Nya di kayu salib, sehingga kita mendapat jaminan pengampunan dosa serta jaminan hidup kekal (Kisah Para Rasul 10:43; Yohanes 3:16). Apakah Anda sudah memiliki jaminan itu? [P]

Allah Beserta Kita

Yesaya 8:1-22

Salah satu kesulitan dalam memahami kitab Para Nabi disebabkan karena adanya kemungkinan penggenapan ganda dari sebuah nubuat dan juga karena kita tidak selalu bisa memastikan konteks suatu nubuat. Oleh karena itu, mempelajari nubuat memerlukan ketelitian. Dalam bacaan Alkitab hari ini, Tuhan memerintahkan agar dibuat tulisan “Maher-Syalal Hash-Bas"—yang artinya “Perampasan yang Tangkas, Perampokan yang Cepat”—di atas sebuah batu tulis besar (8:1). Ternyata, Tuhan kemudian memerintahkan agar tulisan tersebut dipakai sebagai nama anak laki-laki Nabi Yesaya (8:3). Selanjutnya, Tuhan memberi penjelasan bahwa sebelum anak itu bisa memanggil orang tuanya, kekayaan Damsyik—yaitu ibu kota Kerajaan Aram atau Siria—dan kekayaan Samaria—yaitu ibu kota Israel Utara—akan dijarah oleh Kerajaan Asyur. Yang menarik, ternyata penjelasan ini sama dengan penjelasan untuk anak laki-laki bernama “Imanuel”—artinya “Allah Beserta Kita”—yang menjadi tanda bagi penyertaan Allah kepada Raja Ahas dan rakyat Kerajaan Yehuda (7:14,16). Kesamaan ini berarti bahwa ada kemungkinan bahwa perempuan muda dalam 7:14 itu adalah istri Nabi Yesaya sendiri. Masalahnya, saat kitab Yesaya diterjemahkan ke bahasa Yunani, kata yang menjadi padanan kata Ibrani untuk “perempuan muda” itu adalah kata Yunani yang berarti “perawan”, padahal sebelumnya, Nabi Yesaya sudah memiliki anak laki-laki bernama Syear Yasyub (7:3). Kerumitan ini memunculkan dua pendapat: Pertama, “Imanuel” adalah tanda untuk Raja Ahas, sedangkan “Maher-Syalal Hash-Bas” adalah tanda untuk rakyat Yehuda, sehingga ibu keduanya adalah orang yang berbeda. Kedua, istri pertama Nabi Yesaya telah meninggal, sedangkan istri yang melahirkan “Maher-Syalal Hash-Bas” adalah istri kedua yang masih merupakan seorang perawan saat Nabi Yesaya berbicara dengan Raja Ahas dalam pasal 7. Kerumitan nubuat tentang “Imanuel” itu masih ditambah dengan fakta bahwa sebutan “Imanuel” itu juga menunjuk kepada Tuhan Yesus (Matius 1:21-23).

Walaupun nubuat tentang “Imanuel” itu tergolong rumit, kita bisa meyakini bahwa nubuat tentang “Imanuel” dan penggenapannya itu memperlihatkan bahwa Allah peduli terhadap persoalan yang dihadapi oleh umat-Nya. Pada masa pandemi ini, apakah Anda meyakini bahwa Allah beserta dengan diri Anda? [P]

Memercayai Allah di Tengah Bencana

Yesaya 7

Ahas adalah raja Yehuda yang jahat. Dia membangun patung-patung tuangan untuk para Baal, bahkan meniru kebiasaan keji bangsa kafir dengan mempersembahkan anak-anaknya sendiri sebagai korban dalam api (2 Raja-raja 16:2-3; 2 Tawarikh 28:1-3). Kejahatan Raja Ahas sudah melampaui batas sehingga Tuhan membiarkan bangsa Yehuda dikalah-kan oleh Pekah bin Remalya, raja Israel Utara, dan oleh Rezin, raja Aram (2 Tawarikh 28:5-6). Akan tetapi, saat kedua raja tersebut berkoalisi untuk menggulingkan pemerintahan keturunan Raja Daud, Tuhan meng-gagalkan rencana itu. Sekalipun demikian, serangan mereka membuat Ahas dan rakyat Yehuda gemetar ketakutan. Allah tidak berkenan pada munculnya rasa ketakutan itu. Walaupun Allah membiarkan bangsa Yehuda dikalahkan oleh koalisi antara Israel Utara dan Aram, Ia tidak menghendaki mereka bertindak terlalu jauh dengan memutus jalur pemerintahan keturunan Raja Daud. Oleh karena itu, Tuhan mengutus Nabi Yesaya untuk menemui Raja Ahas dan menguatkan hati Raja Ahas dengan janji bahwa Tuhan akan menggagalkan serangan koalisi itu. Melalui mulut Nabi Yesaya, Allah menegaskan, “Jika kamu tidak percaya, sungguh, kamu tidak teguh jaya.” (Yesaya 7:9).

Kita perlu sadar bahwa inti tuntutan Allah adalah agar kita memercayai dan menaati Dia. Walaupun kejahatan Raja Ahas telah mendatangkan hukuman Allah, seharusnya Raja Ahas dan seluruh rakyat Yehuda datang memohon pengampunan Allah, bukan menjauhi Allah. Allah tetap mengasihi umat-Nya walaupun umat–Nya telah tersesat di bawah kepemimpinan Raja Ahas. Kekalahan saat menghadapi musuh pun merupakan wujud kasih Allah, karena kekalahan itu dimaksudkan agar umat Tuhan bertobat dan kembali kepada Allah. Pada zaman ini, Allah membiarkan seluruh dunia menjerit karena serangan wabah Covid-19. Akan tetapi, kondisi sulit yang kita hadapi saat ini tidak berarti bahwa Allah sudah tidak memedulikan kita. Seharusnya, kondisi sulit saat ini harus kita pandang sebagai kesempatan untuk melakukan introspeksi diri, dan sudah sepatutnya bila kita terus berusaha memperbaiki diri. Wabah Covid-19 seharusnya membuat kita lebih menghargai kesehatan, kebersamaan, pekerjaan, serta setiap kesempatan yang Allah berikan kepada kita. Apakah wabah ini telah membuat Anda menjadi lebih taat dan lebih memercayai Dia? [P]

Merespons Kekudusan Allah

Yesaya 6

Pelayanan bukanlah pekerjaan untuk mencari nafkah, melainkan tugas atau kewajiban. Pelayanan yang dipandang sebagai pekerjaan akan berorientasi pada upah: Bila ada upah yang memadai, barulah pelayanan dilakukan. Bila pelayanan berorientasi pada upah, pelayanan yang tidak menguntungkan tidak akan dikerjakan. Sebaliknya, pelayanan yang dipandang sebagai tugas atau kewajiban berorientasi pada keinginan si pemberi tugas. Yesaya melayani bukan karena mengharapkan upah atau keuntungan. Dia melayani karena dia merespons panggilan Allah untuk menjadi utusan-Nya (6:8).

Yesaya bersedia merespons panggilan Allah untuk melaksanakan tugas kenabian karena dia telah lebih dahulu mengalami perjumpaan pribadi dengan Allah yang menampakkan keagungan dan kekudusan-Nya. Perhatikan bahwa kekudusan Allah (6:3) berarti bahwa Allah itu, terpisah, khusus, tidak sama dengan apa pun di dunia ini. Perjumpaan dengan Allah yang kudus dan mulia membuat Yesaya menyadari keberdosaan dan ketidaklayakan dirinya di hadapan Allah, dan anugerah Allah berupa pengampunan dosa yang ia terima membuat dia berani merespons panggilan Allah terhadap dirinya.

Pengenalan akan kekudusan Allah selalu menimbulkan kesadaran akan keberdosaan diri. Ada dua macam respons yang umum diberikan terhadap pengenalan tersebut, yaitu menjauh dari Allah karena ingin terus menikmati dosa atau mendekat kepada Allah untuk mencari anugerah pengampunan. Nabi Yesaya dan Rasul Paulus adalah dua contoh dari orang-orang yang mendekat kepada Allah untuk menerima pengampunan dosa. Orang-orang seperti merekalah yang dipakai Allah untuk melaksanakan misi Allah bagi dunia ini. Kesadaran akan anugerah Allah membuat mereka melayani tanpa perhitungan untung-rugi. Mereka berani rugi—bahkan rela menyerahkan nyawanya—asal kehendak Allah terlaksana. Sebaliknya, celakalah orang yang melayani tanpa landasan pengenalan akan kekudusan Allah dan kesadaran akan anugerah Allah karena orang seperti itu hanya melayani untuk mencari upah atau keuntungan. Bagaimana dengan Anda: Apakah Anda mengenal kekudusan Allah dan menyadari keberdosaan diri Anda? Bila Anda belum melayani dengan tulus, hal itu merupakan tanda bahwa Anda belum mengenal kekudusan Allah! [P]

Buah Anggur yang Asam

Yesaya 5

Bacaan Alkitab hari ini diawali dengan nyanyian tentang kebun anggur yang terletak di lereng bukit yang subur. Kebun anggur itu dirawat dengan baik dan dijagai agar bisa bertumbuh dengan baik dan menghasilkan buah yang baik. Akan tetapi, ternyata bahwa buah yang dihasilkannya adalah buah anggur yang asam sehingga sangat mengecewakan. Nyanyian tentang kebun anggur ini bukan dimaksudkan untuk dipahami secara harfiah, melainkan harus dipahami sebagai sebuah perumpamaan. Kebun anggur itu adalah gambaran tentang bangsa Israel, sedangkan pemilik kebun anggur itu adalah gambaran tentang Allah. Allah telah memberikan segala yang baik kepada bangsa Israel dengan harapan bahwa bangsa Israel akan menjadi bangsa yang hidup menaati kehendak Allah. Akan tetapi, ternyata bahwa bangsa Israel tidak menghargai apa yang telah Allah perbuat bagi mereka dan mereka memperlihatkan tingkah laku yang buruk. Perbuatan mereka jahat dan sikap mereka sombong. Mereka memutarbalikkan kebenaran. Kehidupan mereka sangat mengecewakan hati Allah! Oleh karena itu, Allah merancang hukuman terhadap kota Yerusalem, dan bangsa Yehuda akan dibuang ke dalam pembuangan.

Rancangan hukuman Allah terhadap umat-Nya itu mengerikan! Akan tetapi, hukuman itu perlu! Dari sisi Allah, hukuman itu menyatakan keadilan dan kekudusan Allah yang menghukum umat-Nya yang hidup dalam dosa dan tidak memenuhi keinginan Allah. Dari sisi manusia, hukuman itu perlu untuk memurnikan iman umat Allah. Sikap Allah terhadap bangsa Yehuda adalah cermin bagi sikap Allah terhadap diri kita pada masa kini. Allah telah memelihara kita dan memberikan segala yang baik bagi diri kita, tetapi kita tidak selalu menyadari kebaikan Allah. Sayang, sampai saat ini, banyak orang yang beranggapan bahwa segala yang baik itu adalah hasil usaha mereka sendiri, sedangkan semua yang tidak baik atau tidak menyenangkan—seperti penyakit dan kegagalan—adalah wujud perlakuan Allah terhadap diri mereka. Bila kita tidak bisa selalu bersyukur dan melihat kebaikan Allah terhadap diri kita, sangat mungkin bahwa kita kemudian hidup dalam dosa dan tidak memedulikan kehendak Allah terhadap diri kita. Periksalah buah-buah yang muncul dalam kehidupan Anda: Apakah kehidupan Anda mengeluarkan buah yang manis atau buah yang asam? [P]

Pengampunan bagi Pewaris Janji Allah

Yesaya 4:2-6

Dosa umat Allah dan ancaman hukuman Allah merupakan berita yang mengerikan. Akan tetapi, hukuman Allah selalu beriringan dengan anugerah-Nya yang Dia sediakan bagi umat-Nya yang bersedia bertobat dari dosa dan mencari Dia. Dalam bacaan Alkitab hari ini, Nabi Yesaya membicarakan hal akan munculnya kondisi kemakmuran—sebagai tanda berkat Tuhan bagi umat Israel—yang selanjutnya akan berdampak pada munculnya rasa hormat dari pihak bangsa-bangsa lain (4:2,5-6; bandingkan dengan 2:2-3). Kondisi semacam itu pernah terjadi pada zaman Raja Salomo. Saat mendengar kabar tentang Raja Salomo, Ratu Syeba datang untuk memastikan kebenaran tentang apa yang ia dengar. Setelah bertemu dengan Raja Salomo, ia menyimpulkan, "Benar juga kabar yang kudengar di negeriku tentang engkau dan tentang hikmatmu, tetapi aku tidak percaya perkataan-perkataan itu sampai aku datang dan melihatnya dengan mataku sendiri; sungguh setengahnya pun belum diberitahukan kepadaku; dalam hal hikmat dan kemakmuran, engkau melebihi kabar yang kudengar.” (1 Raja-raja 10:6-7).

Selain masalah kemakmuran, pengharapan yang disampaikan oleh Nabi Yesaya itu juga mencakup pengampunan dosa. Pengampunan dosa itulah yang memungkinkan terwujudnya kehadiran Allah di tengah umat-Nya, dan selanjutnya membuat Allah dimuliakan (4:3-6). Pengampunan dosa bukan hanya keperluan bangsa Yehuda, tetapi keperluan seluruh umat manusia. Bila kita tidak menerima pengampunan dosa, masa depan kita suram karena kita akan berhadapan dengan hukuman Allah. Pengampunan dosa itulah yang memungkinkan kita menjalin relasi yang baik dengan Allah. Pengampunan dosa itu pula yang mendahului pemenuhan seluruh janji Allah.

Bagi kita saat ini, Allah telah memberikan berbagai janji yang tertulis di dalam Alkitab. Sebagian janji Allah merupakan janji tanpa syarat yang sudah digenapi atau yang pasti akan digenapi pada waktu yang ditentukan Allah. Sebagian lagi merupakan janji bersyarat, yaitu janji yang akan terwujud bila persyaratannya telah dipenuhi. Persyaratan dasar yang harus dipenuhi agar seseorang bisa menjadi pewaris janji Allah adalah bahwa kita harus mengalami pengampunan dosa yang tersedia di dalam Kristus. Apakah Anda telah mengalami pengampunan dosa itu? Bila belum, Anda harus datang kepada Kristus! [P]

Dosa Menghalangi Pemenuhan Janji Allah

Yesaya 3:1-4:1

Dosa membuat kehidupan bangsa Yehuda berlawanan dengan pengharapan yang diuraikan dalam 2:2-5. Bangsa Yehuda bukan sedang menjalani proses menjadi bangsa yang dihormati oleh bangsa-bangsa lain, melainkan justru akan menjadi bangsa yang lemah, miskin, dan sama sekali tidak patut menjadi teladan bagi bangsa-bangsa lain (3:1-7, 12). Yang menjadi akar masalah adalah bahwa mereka menentang kehendak Allah, baik melalui perkataan maupun perbuatan (3:8-11). Kea-daan buruk yang mereka hadapi seharusnya membuat mereka bertobat dan merendahkan diri di hadapan Allah. Sayang, mereka justru bersikap sombong (3:9). Oleh karena itu, mereka harus berhadapan dengan hukuman Allah (3:16-4:1). Nabi Yesaya telah melihat sendiri kenyataan bahwa kemakmuran dan kejayaan Kerajaan Yehuda telah membuat Raja Uzia menjadi sombong, lalu ia memaksa untuk memasuki Bait Allah guna membakar ukupan, padahal membakar ukupan adalah tugas yang hanya boleh dikerjakan oleh para imam. Akibatnya, Raja Uzia mendapat hukuman Allah berupa penyakit kusta yang membuat ia harus hidup di tempat pengasingan sampai ia mati (2 Tawarikh 26:16-23).

Kita perlu meyakini bahwa semua janji Allah pasti akan dipenuhi. Akan tetapi, kita harus menyadari pula bahwa sebagian janji Allah dalam Alkitab adalah janji bersyarat, yaitu janji yang hanya berlaku bila syaratnya dipenuhi. Syarat itu ada yang jelas terlihat, tetapi ada pula yang harus kita teliti berdasarkan kondisi saat janji tersebut diberikan. Sebagai contoh, banyak orang Kristen menganggap janji penyertaan Tuhan Yesus dalam Matius 28:20 adalah janji bagi setiap orang Kristen dalam segala kondisi. Anggapan itu salah! Janji itu diberikan dalam rangka pengutusan para murid Tuhan Yesus agar mereka pergi untuk menjadikan semua bangsa sebagai murid Kristus. Hal itu berarti bahwa hanya bila kita melaksanakan perintah untuk pergi menjadikan semua bangsa sebagai murid Kristus, barulah kita bisa meyakini bahwa Tuhan Yesus akan menyertai—dalam arti memampukan atau menolong—kita. Oleh karena itu, kita tidak bisa menuntut Tuhan Yesus menyertai saat kita menipu atau mencelakai orang lain. Ada banyak janji dalam Alkitab yang bisa menjadi pegangan bagi kehidupan kita. Apakah Anda telah terbiasa membaca janji-janji Allah dalam Alkitab secara cermat serta memandang janji-janji tersebut sebagai pegangan bagi hidup Anda? [P]

Mewujudkan Iman dalam Kehidupan

Yesaya 2

Salah satu kesulitan dalam memahami kitab nubuat para nabi seperti bacaan Alkitab hari ini adalah karena masa depan sering dibicarakan bersama dengan masa kini. Bagi pembaca pada masa nubuat itu disampaikan, pembedaan itu jelas. Akan tetapi, bagi kita saat ini, kita harus membedakan keduanya secara cermat. Perhatikan bahwa 2:2-5 membicarakan tentang masa depan yang ditandai oleh perkataan “pada hari-hari yang terakhir” (2:2). Keadaan masa depan ini amat berbeda dengan keadaan masa kini—yaitu masa saat Nabi Yesaya hidup dan melayani—yang diuraikan pada pasal 1 dan 2:6-22. Kita harus melihat masa depan sebagai sumber motivasi untuk mengoreksi sikap kita dalam kondisi saat ini.

Dari satu sisi, keadaan Yerusalem sebagai sumber pengajaran—bagi bangsa-bangsa lain—yang membawa perdamaian antar bangsa (2:2-5) adalah kondisi ideal yang menjadi pengharapan kita. Dari sisi lain, kondisi ideal ini seharusnya didambakan oleh orang Kristen pada segala zaman. Sepatutnya kita mendambakan bahwa kita akan bisa membawa damai di tempat kita berada saat ini. Saat dunia nyata maupun dunia maya dipenuhi konflik serta kata-kata kasar yang bersifat menyerang, apakah Anda telah berperan sebagai pembawa damai yang melontarkan kata-kata penyejuk yang menebar damai?

Kondisi umat Allah pada masa Yesaya amat memprihatinkan. Mereka meniru cara hidup bangsa-bangsa kafir. Mereka melakukan tenung dan sihir (2:6) serta menyembah berhala (2:8). Cara hidup semacam itu jelas melukai hati Allah (Ulangan 18:10-14; Keluaran 23:24; Ulangan 32:21). Yang amat menyedihkan, cara hidup yang buruk itu masih ditambah dengan sikap sombong (Yesaya 2:11-17). Orang berdosa harus bertobat agar bisa memperoleh pengampunan. Akan tetapi, supaya bisa bertobat, seseorang harus bersedia merendahkan diri di hadapan Tuhan untuk mengakui dosanya. Sampai saat ini, praktik penyembahan berhala masih tetap ada walaupun dalam bentuk yang berbeda. Ada banyak orang yang menyimpan dan menyembah keris atau benda-benda lain sebagai jimat yang dianggap mengandung kekuatan supranatural dan merupakan pelindung. Orang Kristen tidak boleh memiliki pelindung lain selain Allah. Pada masa pandemi yang sulit ini, apakah Anda tetap setia berlindung kepada Allah saja? [P]