Bahaya Kesombongan

Yesaya 23

Tirus adalah kota pelabuhan yang merupakan pusat perdagangan di daerah Fenisia, yaitu daerah sebelah Utara Israel. Semula, Tirus termasuk wilayah Sidon. Akan tetapi, Tirus cepat berkembang dan selanjutnya menjadi lebih maju dari Sidon, sehingga Sidon menjadi pusat perdagangan kedua setelah Tirus. Sebagai pusat perdagangan, kedua kota itu amat kaya. Kapal-kapal Tarsis adalah kapal-kapal dagang yang besar. Sebagai kota pelabuhan, jelas bahwa keberhasilan perdagangan di kota Tirus berkaitan dengan usaha perkapalan. Sihor adalah cabang sungai Nil. Gandum dari daerah di seputar sungai Sihor adalah salah satu produk penting yang diperdagangkan di Sidon dan Tirus. Kota Tirus disebut pernah “menghadiahkan mahkota” (23:8). Tampaknya ungkapan tersebut menunjukkan bahwa para saudagar Tirus yang sukses dihormati seperti seorang pembesar. Sekalipun kota Tirus adalah kota berkubu, yaitu kota yang pertahanannya kuat, penduduk kota Tirus tidak senang berperang. Mereka lebih mengutamakan usaha perdagangan daripada perluasan wilayah, bahkan mereka cenderung bersikap bersahabat dengan daerah atau bangsa lain, termasuk dengan Israel. Sayangnya, kesuksesan dalam perdagangan itu disertai cara dagang yang curang dan diikuti oleh kehidupan yang amoral.

Bila bangsa Asyur dan bangsa Babel menjadi sombong karena mereka berkuasa secara militer, penduduk kota Tirus dan Sidon menjadi sombong karena mereka berkuasa secara ekonomi. Kesombongan membuat mereka tidak lepas dari hukuman Allah. Kehancuran Tirus yang dinubuatkan dalam pasal ini jelas mempengaruhi bangsa-bangsa atau daerah-daerah yang berdagang dengan mereka. Kehancuran kota Tirus berlangsung selama 70 tahun (23:15-17). Akan tetapi, realisasi nubuat itu tidak dicatat dalam Alkitab sehingga kita tidak bisa memahami secara jelas. Bagi kita saat ini, kisah penghukuman Allah terhadap Tirus merupakan peringatan keras agar kita tidak menjadi sombong saat meraih kesuksesan. Kita pun juga harus senantiasa waspada agar tidak mengusahakan kesuksesan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Bila kita mencapai kesuksesan pun, kesuksesan itu seharusnya kita abdikan untuk kemuliaan Allah. Manakah yang lebih Anda utamakan: Melaksanakan kehendak Allah atau mencari kemuliaan bagi diri Anda sendiri? [P]

Menghadapi Penghakiman Allah

Yesaya 22

Pasal ini menubuatkan penghukuman terhadap bangsa Yehuda, dan secara khusus ditujukan kepada kota Yerusalem (22:10,21). Kota Yerusalem dikelilingi gunung-gunung (Mazmur 125:2). Di sebelah Timur Yerusalem terdapat Lembah Kidron, sedangkan di sebelah Barat dan Selatan terdapat Lembah Hinom. Mungkin, kondisi tersebut membuat Yerusalem disebut sebagai Lembah Penglihatan (Yesaya 22:1,5). Nubuat penghukuman ini tidak terwujud sekaligus, tetapi secara bertahap. Pada zaman Raja Ahas, Kerajaan Yehuda dimusuhi oleh Kerajaan Israel Utara dan Kerajaan Aram karena mereka menolak tawaran untuk berkoalisi melawan tentara Asyur. Raja Ahas tunduk dan membayar upeti kepada Raja Asyur, sehingga Kerajaan Yehuda tidak diserang, bahkan tentara Asyur menghancurkan Kerajaan Israel Utara dan Kerajaan Aram. Raja Hizkia, yang menganggap tuntutan Raja Asyur keterlaluan, akhirnya melawan. Akibatnya, Kerajaan Yehuda diserbu tentara Asyur. Penduduk dan para pemimpin lari dan bertahan di Yerusalem. Setelah Kerajaan Yehuda di bawah kepemimpinan Raja Hizkia benar–benar bergantung kepada Tuhan, Tuhan menolong dan tentara Asyur mundur. Penyerbuan Asyur membuat Kerajaan Yehuda porak-poranda, tetapi tidak sampai runtuh. Elam dan Kir (22:6) menunjuk kepada tentara yang datang dari tempat yang jauh. Kemungkinan mereka adalah tentara bayaran yang membantu tentara Babel. Sebutan “Aram” (22:6) tidak ada dalam sebagian besar terjemahan Alkitab bahasa Inggris sehingga “pasukan berkereta dan berkuda” tampaknya menunjuk kepada tentara Elam. Tentara Babel-lah yang akhirnya meruntuhkan Kerajaan Yehuda.

Sikap sebagian orang Yehuda terhadap peringatan Allah patut disesalkan. Walaupun hukuman Allah sudah pasti akan datang dan mereka tidak berdaya, ternyata mereka tidak mau bertobat. Mereka justru berkata, “Marilah kita makan dan minum, sebab besok kita akan mati”.(22:13; bandingkan dengan 22:2). Mereka tidak sadar bahwa mati tidak berarti masalah selesai karena sesudah kematian masih akan ada penghakiman Allah (Ibrani 9:27). Sesudah mati, setiap orang harus mempertanggungjawabkan sikap dan perbuatannya di hadapan Allah. Akan tetapi, kita tidak perlu kuatir karena tidak ada lagi penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus (Roma 8:1). Apakah Anda sudah berada di dalam Kristus? [P]

Sadarilah Keterbatasan Diri Anda!

Yesaya 21

Bangsa Babel (21:1-10), bangsa Edom (21:11-12), dan bangsa Arabia (21:13-17) yang tampak kuat pun tidak bisa lolos dari hukuman Tuhan. Babel adalah lambang kesombongan. Mereka merasa kuat, sehingga mereka tidak mewaspadai bahaya yang mengancam mereka. Tak mengherankan bila kehancuran mereka datang secepat datangnya angin puting beliung dan terjadi secara tiba-tiba seperti wanita hamil yang tiba-tiba merasa mulas dan ingin melahirkan (21:1-3). Penyerangan orang Elam dan Madai yang datangnya mendadak itu (21:2) terjadi saat Raja Belsyazar sedang berpesta. Kisah lebih terperinci bisa dibaca dalam Daniel 5. Di kitab Daniel, para penyerang disebut sebagai orang Media dan Persia (Daniel 5:28). Duma adalah kota yang ditempati orang Edom. Lokasi kediaman orang Edom sangat strategis untuk menahan serangan musuh, sehingga mereka merasa kuat dan aman. Kafilah orang Dedan, penduduk Tanah Tema, dan orang Kedar adalah bangsa Arabia keturunan Abraham dari Ketura yang diam di sebelah Timur Kanaan (Lihat Kejadian 25:1-6, 12). Mereka seperti benteng bagi Kerajaan Yehuda, yang menahan serbuan musuh dari arah Timur—seperti dari bangsa Asyur dan Babel—yang senang berperang untuk memperluas wilayah kekuasaan mereka. Pada umumnya, orang Arabia ini bertubuh kuat dan tinggal di tenda-tenda. Terhadap bangsa-bangsa yang tampak kuat itu, datangnya bencana digambarkan sebagai “malam yang akan datang” (Yesaya 21:12) dan “kemulian Kedar yang akan habis” (21:16).

Banyak orang yang menganggap dirinya kuat dan berkuasa, lalu melakukan hal-hal di luar batas seperti melakukan kekerasan terhadap orang yang lebih lemah. Pada masa pandemi ini, orang yang merasa dirinya kuat banyak yang tidak memedulikan anjuran pemerintah untuk menjaga jarak, memakai masker, dan rajin mencuci tangan, bahkan ada orang yang memaksa untuk menjumpai orang yang sudah jelas terpapar Covid-19. Tindakan yang tampak “hebat” atau dianggap menunjukkan “iman” itu sebenarnya adalah tindakan bodoh. Allah menetapkan hukum alam yang berlaku bagi setiap orang, termasuk bagi orang beriman. Orang beriman seharusnya hidup menaati Allah, bukan mengatur Allah. Bacaan Alkitab hari ini menegaskan bahwa bangsa yang kuat pun tidak bisa menghindar dari hukuman Allah! Apakah Anda sadar terhadap keterbatasan diri Anda di hadapan Allah [P]

Berharap kepada Allah Saja

Yesaya 19-20

Allah sering memakai bangsa-bangsa kafir untuk melaksanakan rencana-Nya dalam kehidupan umat-Nya. Menjelang terjadinya kelaparan di seluruh dunia pada zaman Yusuf, Allah memakai bangsa Mesir untuk memelihara seluruh keturunan Yakub. Akan tetapi, bangsa-bangsa kafir—termasuk Mesir—tidak boleh menjadi tumpuan harapan bagi umat Allah. Umat Allah seharusnya bergantung kepada Allah saja. Setelah Yusuf wafat, para penguasa Mesir selanjutnya—yang sudah tidak mengenal Yusuf—lalu menindas umat Israel, sehingga mereka hidup menderita sebagai budak orang Mesir. Dalam kondisi semacam itu, Allah mengutus Musa untuk memimpin bangsa Israel keluar dari Tanah Mesir, dan mereka dibawa ke Tanah Perjanjian, yaitu Tanah Kanaan. Sayang, bangsa Israel sering melupakan sejarah. Saat menghadapi masalah, mereka sering ingin kembali ke Mesir atau mencari pertolongan kepada bangsa Mesir. Sikap semacam itu tidak berkenan kepada Allah karena kembali ke Mesir berarti menentang tindakan Allah yang telah melepas-kan mereka dari perbudakan di Mesir.

Dalam bacaan Alkitab hari ini, Allah mengemukakan rancangan penghukuman-Nya kepada bangsa Mesir. Rancangan penghukuman ini menunjukkan bahwa Allah lebih berkuasa dari dewa-dewa Mesir (19:1). Bangsa Mesir akan mengalami perang saudara, bahkan mengalami penjajahan (19:2-4). Sungai Nil yang merupakan sumber kehidupan—membuat tanah di sekitar sungai menjadi subur—akan menjadi dangkal dan kering, sehingga membuat banyak tanaman mati dan transportasi sungai menjadi terganggu (19:5-10). Kondisi yang buruk itu masih ditambah dengan ketidakmampuan para pemimpin dalam menyelesaikan masalah (19:11-15). Tak mengherankan bila kondisi seperti itu mengakibatkan penderitaan seluruh rakyat Mesir (19:16-17). Sekalipun demikian, ternyata bahwa penderitaan itu menghasilkan pertobatan, bahkan berbuah perdamaian di antara Mesir, Asyur, dan Israel (19:18-25).

Umat Allah sepatutnya berharap kepada Allah saja. Mesir dan Etiopia akan ditaklukkan oleh Asyur (Yesaya 20) sehingga berharap kepada pertolongan mereka merupakan kesia-siaan. Asyur pun akan ditaklukkan oleh Babel dan Babel akan ditaklukkan oleh Media-Persia. Hanya Allah saja tempat perlindungan yang kokoh. Apakah Anda selalu berharap kepada pertolongan Allah, termasuk pada masa pandemi ini? [P]

Tawaran Koalisi yang Ditolak

Yesaya 18

Negeri dengingan sayap dalam 18:1 sulit untuk dipastikan. Mengingat bahwa di negara Etiopia terdapat banyak nyamuk, banyak orang meyakini bahwa negeri dengingan sayap itu adalah Etiopia. Akan tetapi, ada pula yang mengartikan dengingan sayap sebagai ungkapan yang menunjuk pada gerak para utusan yang melalui sungai-sungai dengan kecepatan secepat nyamuk berpindah tempat. Oleh karena itu, ungkapan “di seberang sungai-sungai Etiopia” (18:1) tidak harus berarti bahwa negara dengingan sayap itu adalah negara Etiopia yang terletak di sebelah Selatan Mesir, tetapi juga bisa berarti negara yang dilewati oleh sungai-sungai Etiopia. Ada yang berpendapat bahwa negeri dengingan sayap itu adalah Mesir. Pendapat ini didasari pemahaman bahwa penguasa Mesir pada masa itu adalah keturunan Etiopia. Akan tetapi, pendapat ini janggal karena sebutan “Mesir” dipakai langsung di berbagai tempat lain dalam nubuat Nabi Yesaya. Utusan atau duta yang diutus oleh negeri dengingan sayap itu mengajak bangsa Yehuda untuk berkoalisi melawan Kerajaan Asyur. Akan tetapi, bangsa Yehuda menolak tawaran itu, dan utusan itu disuruh untuk kembali. Walaupun tawaran koalisi dari negara yang ditakuti, kuat, ulet, dan lalim (18:2) akan bermanfaat saat negara berhadapan dengan musuh yang kuat, Allah menghendaki agar bangsa Yehuda hanya bergantung kepada Dia saja, tidak bergantung kepada bangsa atau negara lain. Pada waktunya, negeri dengingan sayap itu akan dikerat ranting-rantingnya dengan pisau pemangkas (18:4-6)—ungkapan ini menunjuk pada hukuman yang akan dijatuhkan Tuhan pada mereka. Yang mengesankan, penghukuman ini berakhir dengan pertobatan (18:7; bandingkan dengan 2:2-5).

Pada masa pandemi ini, setiap orang—termasuk orang Kristen—terancam bahaya kematian. Di satu sisi, orang Kristen wajib menaati anjuran dari pemerintah untuk memakai masker, menjaga jarak, menjaga kebersihan, serta mengusahakan imunitas (kekebalan) dengan memakan makanan bergizi. Di sisi lain, kita harus meyakini bahwa mati-hidup kita di tangan Tuhan. Kita tidak boleh hidup sembrono, tetapi kita pun tak perlu hidup dalam ketakutan sehingga menjadi egois, hanya memperhatikan kepentingan diri sendiri. Dalam situasi apa pun, kita harus mengabdikan hidup kita untuk menjalankan kehendak Tuhan. Apakah Anda pernah memikirkan kehendak Tuhan bagi diri Anda? [P]

Umat Tuhan yang Terbawa Arus

Yesaya 17

Koalisi antara Damsyik—ibu kota Kerajaan Aram—dengan Efraim —yaitu suku yang menonjol di Kerajaan Israel Utara—terbentuk karena mereka sama-sama memiliki kepentingan untuk menentang kekuasaan Kerajaan Asyur. Mereka memusuhi Yehuda—yaitu suku yang menonjol di Kerajaan Israel Selatan—yang tidak mau diajak berkoalisi menentang tentara Asyur, sehingga akhirnya mereka menuai hukuman Allah. Dalam pasal ini, rancangan hukuman terhadap Damsyik (17:1-2) langsung disusul dengan hukuman terhadap Israel Utara (17:3). Kerajaan Aram runtuh pada tahun 732 BC, sedangkan Kerajaan Israel Utara runtuh pada tahun 722 BC. Kedua kerajaan itu dihancurkan oleh tentara Asyur. Pengumuman penghukuman terhadap umat Allah dari Kerajaan Israel Utara yang dilakukan bersamaan dengan pengumuman penghukuman terhadap Kerajaan Asyur itu sangat menyedihkan dan memalukan. Dosa umat Israel dari Kerajaan Israel Utara sudah sangat keterlaluan sehingga mereka dianggap sama dengan bangsa kafir. Syukurlah bahwa Allah masih meninggalkan sisa (17:6). Sisa umat Israel akan menyadari kesalahannya (17:7-8). tetapi penyesalan itu sudah terlambat (17:9-11).

Hal yang serupa dengan apa yang dialami oleh bangsa Israel Utara itu bisa saja terjadi pada masa kini. Banyak orang Kristen yang tidak pernah mau menyediakan waktu untuk mengikuti pembinaan. Akibatnya, mereka kebingungan, bahkan kemudian meninggalkan imannya saat ada orang yang mempertanyakan iman mereka. Banyak pula keluarga Kristen yang tidak rela menyisihkan waktu untuk mengajarkan iman Kristen kepada anak-anak mereka. Akibatnya, anak-anak mereka mudah terpengaruh oleh teman-temannya atau oleh pengajaran yang menyesatkan, sehingga mereka meninggalkan iman yang dianut oleh orang tuanya. Menyedihkan sekali bila seseorang yang memiliki banyak kesempatan untuk bertumbuh dalam iman, ternyata kehilangan iman, bahkan menjadi seperti orang yang tidak beriman. Apakah selama ini, Anda terus bertumbuh dalam iman? Apakah Anda setia melakukan disiplin rohani seperti berdoa, membaca Alkitab, dan beribadah? Apakah kehidupan Anda membawa pengaruh positif terhadap kehidupan orang di sekitar Anda atau sebaliknya: Anda gampang terpengaruh oleh iman teman-teman Anda? [P]

Hukuman dan Anugerah dalam Kristus

Yesaya 15-16

Bangsa Moab adalah keturunan Lot—keponakan Abraham (Kejadian 12:5; 19:30-38). Saat bangsa Israel berada dalam perjalanan dari Tanah Mesir menuju Tanah Kanaan, pernah terjadi konflik hebat dengan bangsa Moab. (Bilangan 22-25). Balak, raja Moab, gagal meminta Bileam mengutuki bangsa Israel. Lalu, atas nasihat Bileam, Balak memerintahkan para wanita Moab merayu para pria Israel sehingga terjadi perzinahan dan praktik penyembahan berhala yang membangkitkan murka Tuhan serta mengakibatkan kematian 24.000 orang (Bilangan 25:1-9; 2 Petrus 2:15). Saat bangsa Israel menaklukkan Tanah Kanaan, Allah tidak menghendaki bangsa Israel merebut tanah milik bangsa Moab yang telah diwariskan oleh Allah kepada Lot (Ulangan 2:9). Akan tetapi, hal itu tidak berarti bahwa bangsa Moab adalah sekutu bangsa Israel, bahkan bangsa Moab sering bertempur dengan bangsa Israel. Ada kalanya bangsa Moab diizinkan Allah menaklukkan bangsa Israel sebagai hukuman saat bangsa Israel jatuh dalam dosa. Dewa Kamos yang disembah oleh bangsa Moab juga sering menjadi sumber godaan yang membuat bangsa Israel jatuh ke dalam penyembahan berhala. Sekalipun demikian, tidak boleh dilupakan bahwa Rut—yang masuk dalam silsilah Tuhan Yesus—adalah seorang wanita Moab.

Tidak mengherankan bila riwayat hubungan antara bangsa Moab dan bangsa Israel itu membuat nubuat hukuman kepada bangsa Moab cukup dahsyat. Walaupun nama-nama tempat yang disebut dalam nubuat penghukuman di Yesaya 15-16 tidak semua kita kenal secara jelas, banyaknya nama tempat yang disebut menunjukkan bahwa wilayah yang menderita karena serangan bangsa Asyur itu cukup luas. Uniknya, nubuat penghukuman kepada bangsa Moab ini ternyata mengandung unsur rasa kasihan. Bangsa Yehuda diminta untuk bersedia menolong saat Moab meminta bantuan—yang diungkapkan dengan mengirim anak domba ke Sion atau Yerusalem (16:1)—pada masa bencana. Takhta yang ditegakkan dalam kasih setia serta hakim yang menegakkan keadilan dan melakukan kebenaran merupakan gambaran tentang Sang Mesias (16:2-5; bandingkan dengan 2:1-5). Secara samar-samar, kisah bangsa Moab ini memperlihatkan bahwa keselamatan dalam Kristus ditujukan bagi semua bangsa. Apakah Anda sudah menerima keselamatan yang tersedia di dalam Kristus itu? [P]

Allah: Sang Penguasa Sejarah

Yesaya 14

Sesudah Kerajaan Babel dihukum Tuhan melalui tangan Kerajaan Media Persia (13:17), Tuhan mengembalikan bangsa Israel yang berasal dari Kerajaan Selatan—yaitu terdiri dari suku Yehuda, suku Benyamin, dan suku Lewi—ke Tanah Kanaan atau Tanah Perjanjian. Kembalinya bangsa Israel dari pembuangan di Babel itu diceritakan dalam kitab Ezra dan Nehemia. Akan tetapi, terdapat persoalan menyangkut “orang asing menggabungkan diri pada mereka” (14:1) karena di awal kembalinya bangsa Israel dari pembuangan, persoalan mereka adalah bagaimana mempertahankan kemurnian iman. Mereka ingin menghindar dari terjadinya kompromi iman—karena pengaruh bangsa kafir di sekeliling mereka—yang telah membuat mereka dibuang ke Babel. Ada yang berpendapat bahwa nubuat tersebut menunjuk kepada Israel secara rohani, yaitu gereja yang tidak dibatasi oleh kesukuan, sehingga mencakup segala bangsa.

Sesudah nubuat kejatuhan Kerajaan Asyur dan Kerajaan Babel serta peristiwa pembuangan dan kembalinya bangsa Israel dari pembuangan di Babel digenapi, barulah umat Tuhan memahami kebenaran firman Tuhan yang disampaikan melalui nabi Yesaya, "Sesungguhnya seperti yang Kumaksud, demikianlah akan terjadi, dan seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana.” (14:24b). Bagi umat Tuhan saat ini, kisah penggenapan nubuat itu bukan hanya sekadar cerita menarik, melainkan kisah yang membangkitkan keyakinan bahwa firman Tuhan pasti terlaksana, sehingga sudah sepatutnya bila umat Tuhan bersandar kepada Tuhan saja.

Campur tangan Allah dalam sejarah membedakan pandangan umat Tuhan dengan pandangan bangsa Filistin yang sembahannya adalah berhala yang bisu. Bangsa Filistin senang saat mereka mengetahui bahwa Raja Ahas yang merupakan musuh mereka telah mati. Mereka berpikir bahwa kematian Raja Ahas membuat mereka aman, padahal musuh paling berbahaya yang akan menghancurkan mereka adalah bangsa Asyur (14:28-31). Mereka juga tidak tahu bahwa Raja Hizkia—pengganti Raja Ahas—adalah seorang raja yang beriman yang dilindungi Tuhan dari ancaman bangsa Asyur (14:32). Bagaimana dengan diri Anda: Pada masa pandemi ini, apakah Anda masih meyakini bahwa Allah tetap berkuasa dan Anda tetap berlindung kepada-Nya? [P]

Hukuman dan Penghiburan Allah

Yesaya 13

Kuasa Allah tidak terbatas terhadap bangsa Israel saja, tetapi Allah juga memiliki kuasa atas bangsa-bangsa lain. Yesaya 13:2-13 merupakan pengantar bagi pasal 13-23 yang merupakan pengumuman Allah tentang hukuman yang hendak Ia jatuhkan kepada bangsa-bangsa lain. Dalam nubuat para nabi, hari penghukuman sering disebut sebagai “hari Tuhan”. Pengumuman ini bukan peringatan bagi bangsa-bangsa yang hendak dihukum Tuhan, tetapi penghiburan bagi bangsa Yehuda. Pengumuman penghukuman ini merupakan dorongan agar bangsa Yehuda bergantung kepada Allah saja—bukan pada bangsa lain yang tampak hebat—karena Allah adalah Penguasa yang sesungguhnya.

Perhatikan bahwa bangsa pertama yang disebut adalah bangsa Babel (13:1) yang saat itu belum terkenal. Bangsa Babel adalah simbol kebanggaan diri (bandingkan dengan Kejadian 11:1-9). Bangsa yang kuat saat itu adalah bangsa Asyur yang akhirnya menghancurkan Kerajaan Israel Utara. Bila bangsa Asyur dihukum karena bertindak di luar batas (10:7-11), bangsa Babel dihukum karena keganasan mereka (bandingkan dengan 13:11). Bila bangsa Asyur dipakai Allah untuk menghukum bangsa Israel di Kerajaan Israel Utara, bangsa Babel dipakai Allah untuk menghukum bangsa Asyur serta bangsa Yehuda atau Kerajaan Israel Selatan. Bangsa Babel sendiri akhirnya dihukum Allah melalui tangan orang Madai (13:17) yang merupakan bagian terbesar dalam Kerajaan Media Persia (bandingkan dengan Ester 10:2; Daniel 5:28; 6:1,13,16). Nubuat penghakiman terhadap bangsa Babel tentu saja tidak dimengerti oleh umat Yehuda saat itu. Akan tetapi, nubuat itu diberikan agar sesudah bangsa Babel mengalami penghukuman Allah, umat Allah mengerti bahwa Allah telah merancang semuanya itu.

Tidak semua bencana merupakan hukuman Allah. Akan tetapi, semua kejahatan dan kesombongan pasti akan berhadapan dengan hukuman Allah (13:11). Karena Allah mengerti masa depan, tidak meng-herankan bila Allah sudah merancang hukuman yang akan Dia berikan baik kepada manusia berdosa secara pribadi maupun kepada bangsa yang melakukan kejahatan atau kekejaman. Akan tetapi, Allah pun juga merancang pengampunan di dalam Kristus bagi setiap orang berdosa yang mau bertobat. Apakah Anda sudah bertobat dan memiliki kepastian pengampunan dosa di dalam Kristus? [P]

Sang Mesias yang Membawa Damai

Yesaya 11-12

Pengharapan utama yang dijanjikan dalam Alkitab adalah pengharap-an akan kedatangan Sang Mesias, yaitu Yesus Kristus. Dalam 11:1, Mesias disebut sebagai tunas yang keluar dari tunggul Isai—Isai adalah ayah Raja Daud. Mengapa Sang Mesias tidak disebut sebagai keturunan Daud, padahal Tuhan Yesus disebut sebagai “Anak Daud” dalam kitab-kitab Injil (Matius 1:1; 9:27; 12:23; dan sebagainya)? Tampaknya hal ini disebabkan karena raja-raja keturunan Raja Daud tidak semuanya baik. Raja Ahas yang memerintah pada zaman Nabi Yesaya adalah raja yang sangat jahat. Oleh karena itu, tunas yang keluar dari tunggul Isai menun-juk pada pengharapan akan “Daud yang lain” atau “Daud yang ideal”, yang memiliki Roh Allah, takut akan Tuhan, adil, jujur, tegas, benar, setia, dan membawa damai (Yesaya 11:1-9). Damai ini bukan hanya mencakup manusia—tetapi juga mencakup binatang—menunjuk kepada kondisi sebelum manusia jatuh dalam dosa. Jadi, pengharapan tentang Mesias sekaligus adalah pengharapan pemulihan kondisi alam dan pemulihan hubungan, baik hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, maupun hubungan manusia dengan alam.

Pengharapan tentang Mesias dalam Yesaya 11 dipenuhi dalam dua tahap. Saat kedatangan Tuhan Yesus yang pertama, damai sejahtera yang diberikan Tuhan Yesus masih berupa damai sejahtera untuk pribadi (Yohanes 14:27). Damai sejahtera ini dilandasi oleh keyakinan akan pemeliharaan Allah yang melampaui kemampuan kita dalam berpikir (Filipi 4:6-7). Pada situasi pandemi yang kita hadapi sekarang pun, bila kita berserah kepada pemeliharaan Allah—artinya kita yakin bahwa Allah sanggup menjaga kita, kecuali bila Allah memiliki rencana lain—kita akan mengalami damai sejahtera. Akan tetapi, damai sejahtera penuh yang mencakup pemulihan hubungan antara manusia dengan alam—termasuk hubungan dengan binatang—dan hubungan antar manusia baru bisa terwujud sepenuhnya saat kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali. Apakah Anda sudah memiliki damai sejahtera yang diberikan oleh Tuhan Yesus itu? Apakah Anda meyakini bahwa semua konflik yang ada didunia saat ini akan berakhir saat Tuhan Yesus datang kedua kali? Salah satu tanda bahwa kita memiliki damai sejahtera adalah kemampuan bersyukur (bandingkan dengan Yesaya 12). Bila kita tidak memiliki damai sejahtera, kita tidak akan mampu bersyukur! [P]