Jangan Salah Hitung!

Yesaya 33

Umat Allah sering salah hitung dalam menilai keadaan! Kesalahan itu disebabkan karena mereka hanya memperhitungkan hal-hal yang kelihatan dan tidak memperhitungkan campur tangan Allah. Mereka menghitung kekuatan diri mereka sendiri dan kekuatan musuh, tetapi tidak mempertimbangkan bahwa ada Allah yang bisa memberi kekuatan dan bisa membuat mereka memenangkan pertempuran. Umat Allah dari Kerajaan Yehuda merasa ketakutan saat menghadapi serbuan tentara Asyur dan mereka merasa sangat kesal terhadap Kerajaan Mesir yang mengingkari janji untuk membantu mereka melawan tentara Asyur (33:7-8). Mereka ketakutan karena mereka tidak memperhitungkan kekuatan Allah! Mereka lupa bahwa dalam sejarah umat Israel, telah nyata bahwa kemenangan mereka dalam peperangan bukan ditentukan oleh kekuat-an militer, tetapi oleh penyertaan Allah.. Sekalipun demikian, sikap bang-sa Mesir yang mengingkari janji telah membuat umat Allah dari Kerajaan Yehuda tidak memiliki pilihan lain selain bersandar kepada Allah saja. Hanya setelah umat Allah merasa tak berdaya menghadapi serbuan tentara Asyur dan kemudian bersandar kepada pertolongan Allah saja, barulah Allah bertindak menolong dengan cara yang tidak pernah mereka duga: Malaikat TUHAN membunuh seratus delapan puluh lima ribu orang tentara Asyur, sehingga Sanherib—raja Asyur—kembali ke Niniwe, yaitu ibu kota Kerajaan Asyur, kemudian ia dibunuh oleh anak-anaknya sendiri (2 Raja-raja 19:35-37). Bayang-bayang kekalahan dalam pemikiran umat Yehuda diganti dengan kemenangan yang tak pernah mereka pertimbangkan sebelumnya.

Kondisi umat Allah dari Kerajaan Yehuda yang tidak mempertim-bangkan campur tangan Allah menggambarkan kondisi umat Tuhan di sepanjang masa. Saat menghadapi kesulitan atau tantangan, bukankah banyak orang Kristen yang lupa bahwa Allah itu Mahakuasa dan Ia sanggup melakukan hal-hal yang tak pernah terlintas dalam pikiran kita. Kadang-kadang, Allah sengaja membiarkan kita berada dalam situasi terjepit untuk memaksa kita bersandar penuh kepada-Nya. Saat Anda menghadapi masalah yang Anda pikir merupakan jalan buntu, apakah Anda berani untuk tetap mengharapkan pertolongan Tuhan dengan keyakinan bahwa Allah sanggup menolong dengan cara yang di luar dugaan Anda? [P]

Pengharapan Mesianis

Yesaya 32

Pengharapan tentang munculnya seorang raja yang memerintah dengan kebenaran dan diikuti oleh pemimpin-pemimpin di bawahnya yang memimpin dengan adil merupakan pengharapan yang biasa muncul saat negara diperintah oleh seorang raja yang jahat. Pada masa pelayanan Nabi Yesaya, raja Kerajaan Yehuda yang jahat adalah Raja Ahas. Salah satu kejahatannya yang menonjol adalah bahwa dia mem-persembahkan anaknya sendiri sebagai korban bakaran karena dia terpengaruh oleh kepercayaan penduduk asli Tanah Kanaan. (2 Raja-raja 16:2-3). Pengganti Raja Ahas—yaitu Raja Hizkia—adalah seorang raja yang baik. Sekalipun demikian, kerusakan moral yang terjadi pada masa pemerintahan Raja Ahas masih meninggalkan pengaruh buruk. Raja Hizkia tidak sanggup mereformasi Kerajaan Yehuda secara total. Ibadah yang tidak tulus dan pengiriman utusan untuk meminta bantuan bangsa Mesir guna menghadapi serangan bangsa Asyur merupakan kelemahan Raja Hizkia yang membuat dia tidak bisa memenuhi syarat untuk menjadi raja yang ideal. Oleh karena itu, kemunculan seorang raja yang memerintah menurut kebenaran lebih tepat bila dikategorikan sebagai Pengharapan Mesianis. Hanya Tuhan Yesus-lah yang berani mengatakan bahwa Dia adalah kebenaran (Yohanes 14:6), sehingga Pemerintahan Mesianis yang menjadi pengharapan dalam kitab Yesaya ini adalah pemerintahan dengan Yesus Kristus sebagai raja.

Peringatan akan datangnya keadaan yang buruk dalam Yesaya 32:9-14 itu menunjuk kepada kondisi di Kerajaan Yehuda saat tentara Asyur menyerang. Walaupun kota Yerusalem tidak bisa direbut oleh tentara Asyur, kota-kota lain di Yehuda—di luar kota Yerusalem—dibuat porak-poranda oleh tentara Asyur. Jelas bahwa kondisi Kerajaan Yehuda saat itu amat berbeda dengan kondisi damai dan tenteram (32:17-18) yang seharusnya menjadi ciri pemerintahan seorang raja yang benar dan adil. Pemerintahan Kristus secara utuh baru berlangsung setelah Kristus datang untuk kedua kali ke dunia ini. Akan tetapi, saat ini, pemerintahan Kristus sudah terselenggara secara pribadi melalui Roh Kudus yang berdiam dalam kehidupan setiap orang percaya. Itulah sebabnya, orang percaya memiliki damai sejahtera yang berbeda dengan apa yang bisa diberikan oleh dunia ini (Yohanes 14:27). Apakah Anda sudah memiliki damai sejahtera itu? [P]

Masalah yang Sesungguhnya

Yesaya 31

Keputusan Kerajaan Israel Selatan untuk mengirim utusan ke Mesir guna mencari bantuan dalam menghadapi serangan pasukan Asyur adalah keputusan bodoh karena Mesir tidak sanggup menolong. Bangsa Israel gagal menyadari bahwa masalah yang sesungguhnya bukanlah ancaman bangsa Asyur melainkan hukuman Allah! Asyur adalah alat di tangan Allah untuk menghukum bangsa Israel, terutama rakyat Kerajaan Israel Utara. Masalah yang sesungguhnya bukanlah ancaman bangsa Asyur yang pasukannya sangat kuat, melainkan masalah dosa kepada Allah yang membuat mereka harus menghadapi hukuman Allah. Oleh karena itu, solusi yang disampaikan Allah melalui Nabi Yesaya adalah, “Bertobatlah, hai orang Israel, kepada Dia yang sudah kamu tinggalkan jauh-jauh!” (31:6). Kerajaan Israel Selatan seharusnya tidak mencari bantuan bangsa Mesir, melainkan bertobat dan merendahkan diri di hadapan Allah. Masalah Asyur adalah masalah kecil dalam sudut pandang Allah. Mencari pertolongan kepada bangsa Mesir bukan hanya merupakan perbuatan bodoh, melainkan juga merupakan perbuatan yang memandang rendah Allah. Allah Israel adalah Pelindung bangsa Israel. Oleh karena itu, seharusnya bangsa Israel datang mencari Allah, meninggalkan dosa, dan memohon perlindungan Allah, karena Allah tidak berkenan bila bangsa Asyur menyerang Yerusalem. Allah sendiri yang akan melindungi Yerusalem dari serangan bangsa Asyur.

Sampai hari ini, kebanyakan orang Kristen hanya memperhatikan masalah yang kelihatan oleh mata dan mengabaikan masalah rohani yang tidak kasat mata, apa lagi saat menghadapi masalah besar seperti pandemi Covid-19 yang telah mengubah cara hidup manusia. Kita tidak boleh mengabaikan masalah lahiriah, tetapi kita tidak boleh lupa bahwa banyak masalah yang kasat mata sebenarnya berakar pada masalah rohani yang tidak kasat mata. Tanyakanlah secara jujur kepada diri Anda sendiri, “Apakah Anda yakin bahwa Allah sanggup mencegah munculnya wabah Covid-19? Apakah Allah sanggup menghentikan penyebaran wabah Covid-19?” Bila Anda yakin akan kesanggupan Allah, seharusnya Anda tidak membiarkan diri Anda dicekam oleh ketakutan tertular, melainkan Anda harus memusatkan pikiran Anda pada apa yang Allah kehendaki untuk Anda lakukan dalam situasi pandemi ini (bandingkan dengan Efesus 2:10). [P]

Mengabaikan Allah adalah Kebodohan!

Yesaya 30

Umat Allah seharusnya menyesuaikan rencana dan tindakan mereka dengan rencana dan kehendak Allah. Allah ingin agar umat-Nya bergantung kepada Dia saja, bukan kepada yang lain. Meminta perlindungan kepada Firaun adalah tindakan yang amat memalukan! Allah telah memimpin bangsa Israel keluar dari Tanah Mesir dengan tangan-Nya yang kuat. Sungguh tidak masuk akal bila umat-Nya meminta perlindungan kepada bangsa Mesir! Mereka meremehkan Allah yang telah membebaskan mereka dari perbudakan di Tanah Mesir! Itulah sebabnya, Tuhan berfirman, “Celakalah anak-anak pemberontak, ..., yang melaksanakan suatu rancangan yang bukan daripada-Ku, yang memasuki suatu persekutuan, yang bukan oleh dorongan Roh-Ku, sehingga dosa mereka bertambah-tambah, yang berangkat ke Mesir dengan tidak meminta keputusan-Ku, untuk berlindung pada Firaun dan untuk berteduh di bawah naungan Mesir.” (30:1-2) Pada zaman itu, setiap bangsa beranggapan bahwa kemenangan dalam peperangan ber-kaitan dengan kehebatan ilah yang mereka sembah. Dengan mengirim utusan ke Mesir meminta bantuan untuk menghadapi serangan bangsa Asyur, secara tidak langsung, mereka mengakui bahwa ilah orang Mesir lebih hebat daripada Allah yang mereka sembah. Mereka telah melupakan sejarah! Kuasa dan pertolongan Allah telah terbukti dalam sejarah Israel. Allah telah melakukan hal-hal besar yang tidak mungkin bisa dilakukan oleh ilah bangsa-bangsa lain.

Allah Israel adalah Allah yang eksklusif. Dia menuntut agar umat-Nya hanya menyembah Dia saja dan tidak boleh menyembah ilah lain. Kesetiaan kepada Allah akan menghasilkan berkat, tetapi ketidaksetiaan akan mendatangkan hukuman. Mencari bantuan dari bangsa Mesir adalah suatu kebodohan! Bangsa Mesir mau menerima upeti yang diberikan bangsa Israel, tetapi bangsa Mesir tidak mengirim bantuan saat bangsa Asyur hendak menyerbu Yerusalem. Tuhan Allah telah berfirman, "Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu." (30:15b). Seharusnya mereka tidak meminta bantuan bangsa Mesir, melainkan mengoreksi diri, bertobat, dan menanti pertolongan Allah! Saat Anda menghadapi masalah, apakah Anda telah membiasakan diri untuk mengoreksi diri dan menanti pertolongan Allah? [P]

Beribadah dengan Segenap Hati

Yesaya 29

Arti sebutan “Ariel” tidak jelas. Kata itu bisa berarti “perapian” (29:2) atau “singa dari Allah”. Tampaknya, arti kedua tidak cocok dalam konteks bacaan Alkitab hari ini. Dalam Yesaya 29, kata “Ariel” menunjuk kepada kota tempat tinggal Raja Daud (29:1), yaitu kota Yerusalem. Kata “perapian” menunjuk kepada mezbah korban bakaran di pelataran Bait Suci. Seruan “Celakalah” menunjukkan bahwa kota Yerusalem akan dihukum Tuhan. Pada zaman Raja Hizkia, Yerusalem akan mengalami kelaparan saat dikepung oleh tentara Asyur (bandingkan dengan 29:3). Akan tetapi, setelah Raja Hizkia merendahkan diri, Tuhan bertindak menolong dan membuat pasukan Asyur melarikan diri. Datangnya pertolongan Tuhan ini berlangsung secara mendadak, cepat—seperti datangnya bencana alam—dan sangat dahsyat. Penggenapan nubuat pengepungan Yerusalem dan pertolongan Tuhan yang luar biasa ini akan kita baca dalam Yesaya 36-37.

Mengapa Tuhan mengizinkan rakyat Kerajaan Yehuda terancam kelaparan saat pasukan Asyur mengepung kota Yerusalem (2 Tawarikh 32:11)? Bukankah saat itu, yang memerintah Kerajaan Yehuda adalah seorang raja yang baik, yaitu Raja Hizkia? Ternyata bahwa walaupun Raja Hizkia adalah seorang raja yang baik, kerohanian rakyat Yehuda sudah telanjur rusak saat pemerintahan Ahas, ayah Raja Hizkia. Menurut penilaian Tuhan, bangsa Yehuda saat itu adalah bangsa yang munafik. Perkataan mereka berbeda dengan isi hati mereka. Ibadah mereka adalah ibadah palsu yang hanya tampak baik dari luar saja, tetapi sebenarnya mereka tidak beribadah dengan segenap hati. Allah menghendaki agar umat-Nya mengasihi Dia dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi. (lihat Matius 22:37).

Marilah kita memeriksa diri kita: Apakah ibadah Anda merupakan ibadah yang berkenan kepada Allah? Apakah Allah sudah menjadi yang terpenting dalam kehidupan Anda? Apakah Anda sudah mengutamakan Allah lebih dari apa pun yang ada di dunia ini, termasuk lebih utama daripada kepentingan Anda sendiri? Apakah Anda rela memberi waktu untuk tetap setia beribadah, sekalipun tidak ada seorang pun yang melihat apa yang Anda lakukan di masa pandemi ini? Apakah kasih Anda kepada Allah telah terpancar dalam sikap Anda terhadap orang-orang yang berada di sekitar diri Anda? [P]

Hanya Allah yang Sanggup Menolong

Yesaya 28

Efraim adalah salah satu suku yang paling menonjol di Israel Utara, sehingga penyebutan Efraim bisa dianggap mewakili Kerajaan Israel Utara. Menjelang keruntuhan Kerajaan Israel Utara, kehidupan mereka cukup makmur sehingga banyak di antara rakyat yang merupakan pemabuk (28:1). Yang membuat kondisi menjadi makin buruk, para pemimpin rohani—yaitu imam dan nabi—juga ikut mabuk. Kemabukan mereka sedemikian parah sehingga mereka sampai muntah di meja, sehingga meja tempat mereka berpesta menjadi kotor. Kondisi semacam itu membuat rakyat di Kerajaan Israel Utara hidup dalam dosa. Mereka mengabaikan peringatan Allah melalui para nabi yang Ia utus. Akhirnya, Allah menjatuhkan hukuman melalui bangsa Asyur yang disebut sebagai “orang yang berlogat ganjil” dan “orang yang berbahasa asing” (28:7-13). Bangsa Asyur yang kejam itu meruntuhkan Kerajaan Israel Utara. Rakyat Kerajaan Israel Utara ditawan dan dibawa ke Asyur. Sebaliknya, bangsa-bangsa lain yang ditawan bangsa Asyur dibawa ke Israel Utara. Dengan demikian, bangsa-bangsa yang ditaklukkan oleh bangsa Asyur tidak bisa membangun kembali daerah asalnya sendiri. Kerajaan Israel Utara runtuh saat yang menjadi raja di Kerajaan Yehuda adalah Raja Hizkia. Berbeda dengan ayahnya—yaitu Raja Ahas—yang takluk secara total kepada Kerajaan Asyur, Raja Hizkia memberontak terhadap Kerajaan Asyur. Setelah tentara Asyur menyerang kota-kota di Yehuda, Raja Hizkia akhirnya takluk dan membayar upeti kepada Kerajaan Asyur, tetapi dia takluk dengan setengah hati. Diam-diam dia menjalin koalisi dengan Kerajaan Mesir. Koalisi dengan bangsa Mesir ini seperti mengikat perjanjian dengan maut (28:15). Raja Asyur murka sehingga tentara Asyur kembali datang menyerang, bahkan kali ini berniat merebut kota Yerusalem. Bangsa Mesir tidak berani menghadapi tentara Asyur, sehingga posisi Raja Hizkia terjepit. Dalam keadaan terjepit inilah, Raja Hizkia baru mencari pertolongan Tuhan dengan segenap hati.

Sebagai anggota umat Allah pada masa kini, seharusnya kita sadar bahwa kita ini lemah. Tantangan yang kita hadapi—termasuk ancaman Covid-19—tak mungkin bisa kita hadapi dengan kekuatan sendiri. Mengharapkan pertolongan manusia—bukan pertolongan Allah—adalah perbuatan bodoh! Saat menghadapi masalah, apakah Anda mencari pertolongan Allah? [P]

Penghukuman dan Pemulihan

Yesaya 27

Allah telah menetapkan saat penghukuman bagi bangsa-bangsa yang menjadi musuh umat Allah, yang digambarkan sebagai Lewiatan (27:1), yaitu monster laut yang berbahaya dan mengerikan. Bangsa-bangsa yang menjadi musuh utama umat Allah adalah bangsa Mesir, Asyur, dan Babel. Walaupun bangsa-bangsa itu telah dipakai sebagai alat untuk menghukum umat Allah yang telah berulang-ulang jatuh ke dalam dosa, perlu diingat bahwa penghukuman itu dimaksudkan untuk mendidik atau memurnikan iman umat Allah, bukan menghancurkan atau memusnahkan. Penderitaan umat Allah yang memuncak dalam pembuangan hanya bersifat sementara. Sesudah pemurnian itu selesai, Allah akan memulihkan keadaan umat-Nya. Tindakan musuh-musuh umat Allah yang berlebihan dalam melaksanakan penghukuman pada gilirannya akan mendatangkan hukuman Allah terhadap diri mereka sendiri. Allah hendak membentuk umat-Nya menjadi kebun anggur yang elok (27:2). Pembakaran putri malu dan rumput (27:4) merupakan gambaran bahwa bangsa-bangsa yang menyesatkan umat Allah akan menerima hukuman. Allah memiliki rancangan yang akan menghasilkan damai sejahtera bagi umat-Nya, bukan rancangan yang mendatangkan kecelakaan (27:10; bandingkan dengan Yeremia 29:11). Allah akan mengampuni serta memulihkan keadaan umat-Nya (27:9). Walaupun Alkitab hanya mencatat kembalinya bangsa Yehuda atau Israel Selatan dari pembuangan di Babel, bangsa Israel Utara yang telah tercerai berai juga akan kembali (27:13), walaupun kita tidak mengerti waktu realisasi yang persis dari pemulihan ini. Salah satu wujud pemulihan yang bisa kita ketahui adalah saat kembalinya bangsa Israel dari seluruh dunia untuk mendirikan negara Israel pada tahun 1948.

Rancangan hukuman Allah selalu harus dipandang sebagai satu kesatuan dengan rancangan pemulihan. Bagi umat Allah, hukuman Allah selalu bersifat membangun atau mendidik. Umat Allah pada masa kini pun harus memandang semua masalah yang Allah izinkan terjadi dalam hidup kita sebagai usaha mendidik yang mendatangkan kebaikan bila kita respons secara tepat. Memprotes Allah saat menghadapi masalah adalah ciri ketidakdewasaan secara rohani. Apakah Anda sudah membi-asakan diri untuk selalu berusaha menemukan maksud baik Allah melalui semua masalah atau penderitaan yang Anda alami? [P]

Memercayai Allah

Yesaya 26

Memercayai Allah adalah salah satu tuntutan Allah yang terpenting. Dalam sejarah bangsa Israel, jelas bahwa Allah menuntut agar umat-Nya memercayai Dia dan tidak mencari perlindungan pada bangsa lain. Allah cemburu, bahkan murka, bila umat-Nya menyembah ilah lain. Kita harus meyakini bahwa kita akan aman bila kita berlindung kepada-Nya. Bagi umat Tuhan pada masa Perjanjian Lama, keselamatan yang dijanjikan Tuhan masih tampak samar-samar. Mereka terutama hanya bisa memahami keselamatan secara fisik berupa keamanan dari serangan bangsa-bangsa lain. Oleh karena itu, keselamatan sering dipandang sebagai tembok dan benteng (26:1) atau gunung batu (26:4) yang melindungi saat terjadi peperangan. Bagi kita saat ini, sangat jelas bahwa keselamatan yang disediakan Allah itu terutama menyangkut keselamatan jiwa. Bila umat Allah dalam Perjanjian Lama hanya melihat keselamatan dalam aspek masa kini, kita meyakini aspek masa kini maupun masa depan. Kita meyakini bahwa Allah memelihara, menjaga, dan mencukupi kebutuhan kita pada masa kini, tetapi kita juga meyakini bahwa Allah sudah memberikan hidup kekal—yaitu kehidupan yang ti-dak dibatasi oleh kematian tubuh—bagi setiap orang yang mau bertobat melalui kesediaan meninggalkan dosa dan memercayai penebusan oleh Yesus Kristus.

Di satu sisi, umat Tuhan yang memercayai Allah akan memiliki damai sejahtera dalam hati (26:3, 12). Damai sejahtera ini muncul karena kita tidak merasa takut saat menghadapi orang-orang yang berniat jahat terhadap diri kita. Damai sejahtera ini juga muncul karena kita meyakini bahwa Tuhan akan menghakimi dan menghukum orang yang jahat dan yang berlaku curang terhadap diri kita (26:5-11, 21). Di sisi lain, sejarah bangsa Israel memperlihatkan bahwa saat kita memercayai Allah, Allah pasti melindungi dan memelihara kita, sehingga kita bisa merasa aman dan tidak perlu merasa kuatir. Marilah kita memeriksa diri kita masing-masing: Apakah selama ini, Anda sungguh-sungguh memer-cayai Allah? Saat Anda merasa kuatir ketika mendengar berita tentang terjadinya tindak kejahatan, bencana alam, wabah penyakit, dan seba-gainya, apakah Anda mencari Allah untuk memohon perlindungan? Saat penghasilan Anda terasa tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup Anda, apakah Anda mencari pertolongan Allah? [P]

Merespons Rancangan Allah

Yesaya 25

Sangat menarik untuk diperhatikan bahwa pujian dan ucapan syukur dalam bacaan Alkitab hari ini diberikan sesudah penyampaian nubuat penghakiman terhadap bangsa-bangsa, termasuk penghukuman terhadap bangsa Asyur dan bangsa Babel yang dipakai Allah untuk menghukum umat Allah. Walaupun sebagian nubuat tersebut masih belum digenapi sampai saat Nabi Yesaya wafat, beliau meyakini bahwa rancangan Allah itu pasti terwujud karena Allah setia pada janji-Nya (25:1-2). Kita tidak mengerti jelas realisasi “bangsa yang kuat” dan kota bangsa-bangsa yang gagah” dalam 25:3. Mungkin hal ini berkaitan dengan realisasi nubuat bahwa Yerusalem akan menjadi pusat bagi bangsa-bangsa (2:2-5; bandingkan dengan 25:6-8). Sekalipun demikian, keyakinan bahwa rancangan Allah pasti terlaksana itulah yang membuat kita bisa meyakini bahwa Allah adalah tempat pengungsian dan tempat perlindungan bagi kita yang berlindung kepada-Nya. Perlu diperhatikan pula bahwa yang sangat ditentang Tuhan dari mereka yang memusuhi umat Tuhan adalah sikap sombong yang diwakili oleh sikap bangsa Moab yang selalu berusaha menjatuhkan umat Tuhan (25:4-5, 10-12).

Memercayai kepastian janji Allah adalah satu-satunya cara yang akan membuat kita bisa senantiasa memuji Allah dan bersyukur atas apa pun yang terjadi atas hidup kita. Bila kita hanya memperhatikan masa kini dan melupakan karya Allah di masa lampau serta tidak meyakini janji Allah untuk masa depan, kita akan sulit untuk selalu memuliakan Allah dan bersyukur atas apa yang terjadi dalam hidup kita. Ingatlah akan karya Allah dalam hidup kita di masa lalu agar kita bisa meyakini bahwa Allah itu baik dan rancangan-Nya tidak pernah salah. Yakinilah bahwa Allah itu memiliki rancangan yang baik bagi masa depan kita, sehingga kita bisa bersyukur atas apa pun yang Ia izinkan terjadi dalam hidup kita. Sampai saat ini, masih banyak orang Kristen yang mengalami diskriminasi dan penganiayaan. Kondisi semacam itu seharusnya tidak membuat kita protes atau menyalahkan Tuhan, tetapi membuat kita bersandar kepada-Nya dan berharap kepada penggenapan janji-janji-Nya. Apakah Anda selalu bersyukur atas segala sesuatu yang Tuhan izinkan terjadi dalam hidup Anda? Apakah Anda meyakini bahwa Allah selalu memiliki maksud baik, termasuk melalui pandemi Covid-19 yang sedang kita alami saat ini? [P]

Memeriksa Diri Saat Terjadi Bencana

Yesaya 24

Saat membaca nubuat dalam Alkitab, sadarilah bahwa satu nubuat bisa digenapi dalam lebih dari satu peristiwa. Selain itu, realisasi atau penggenapan suatu nubuat baru bisa dipastikan setelah nubuat itu digenapi. Perhatikanlah sasaran suatu nubuat. Di Yesaya 13-23, nubuat penghakiman ditujukan pada bangsa-bangsa tertentu secara spesifik. Akan tetapi, nubuat di pasal 24-27 ditujukan kepada banyak bangsa, bukan hanya kepada bangsa tertentu saja. Selain itu, nubuatan para nabi pada umumnya bukan hanya berisi berita penghukuman, tetapi juga berisi berita anugerah Tuhan. Dalam bacaan Alkitab hari ini, 24:1-12, 16b-22 adalah berita penghukuman terhadap rakyat yang hidup dalam dosa (perhatikan 24:5). Akan tetapi, 24:13-16a, 23 adalah penghiburan dan sekaligus pujian terhadap keadilan serta kemuliaan Allah. Pada masa lampau, hukuman terhadap bangsa-bangsa yang berdosa itu dijatuhkan Tuhan antara lain melalui tangan bangsa Asyur dan bangsa Babel. Akan tetapi, bisa saja ada penggenapan yang lain pada masa selanjutnya. Merupakan sesuatu yang bersifat umum bila Tuhan menghukum dosa dan memberikan anugerah kepada mereka yang mau bertobat.

Apakah pandemi Covid-19 yang kita alami saat ini adalah bagian dari hukuman Allah? Bila kita mengingat bahwa dosa semakin merajalela di seluruh dunia dan terus-menerus berkembang sehingga menjadi makin beragam, makin aneh, dan makin keji, sedangkan umat Tuhan cenderung asyik dengan hal-hal yang menyenangkan diri sendiri serta mengabaikan tanggung jawab yang telah diberikan Tuhan, bisa saja kita memandang pandemi ini sebagai teguran Allah agar kita kembali memperhatikan dan melaksanakan kehendak Allah atas kehidupan kita. Bila kita memperhatikan sejarah bangsa Israel, kita akan menyaksikan kenyataan yang menyedihkan, yaitu bahwa mereka tidak peka saat merespons hukuman Allah. Allah berulang kali menjatuhkan hukuman untuk menyadarkan mereka, tetapi bangsa Israel terus bersikap keras kepala dan berulang-ulang jatuh ke dalam dosa. Kita tidak perlu memastikan apakah pandemi ini merupakan hukuman Allah atau bukan. Akan tetapi, adalah sangat bijaksana bila kita senantiasa memeriksa cara hidup kita untuk kita sesuaikan dengan kehendak Allah. Apakah Anda sungguh-sungguh telah berusaha hidup menjauhi dosa? Apakah hidup Anda telah sesuai dengan kehendak Allah? [P]