Allah Memurnikan Melalui Penderitaan

Yesaya 48

Allah mengasihi umat-Nya walaupun sebenarnya kehidupan iman umat Israel itu tidak tulus (48:1). Allah mengatakan bahwa mereka itu tegar tengkuk, keras kepala, kepala batu. (48:4) Melalui para nabi, Allah menyampaikan nubuat tentang hal-hal yang baru, yang belum pernah ada sebelumnya untuk menegaskan bahwa nubuat itu benar-benar berasal dari Allah karena tidak ada berhala yang bisa melakukan hal seperti itu (48:3-7). Nubuat tersebut jelas menunjuk kepada hukuman pembuangan umat Yehuda ke Babel dan pemulangan ke Yerusalem yang bersifat memurnikan iman melalui ujian dalam dapur kesengsaraan (48:10). Selain menubuatkan hal-hal yang akan terjadi di masa depan, Allah juga memberi tahu apa yang Ia lakukan pada masa lampau (48:13). Oleh karena itu, wajar bila Allah mengatakan, “Akulah yang tetap sama, Akulah yang terdahulu, Akulah juga yang terkemudian!” (48:12). Allah itu tidak berubah karena Ia itu kekal, selalu ada. Oleh karena itu, Allah bukan hanya mencipta pada masa lalu, tetapi Ia juga merancang masa depan, sehingga masa depan bukanlah suatu kebetulan! Masa depan dirancang oleh Allah dan Allah telah merancang masa depan untuk memurnikan iman umat-Nya. Pada masa kini, kita perlu peka terhadap petunjuk Allah tentang jalan yang harus kita tempuh. Kepekaan terhadap tuntunan Allah dan ketaatan terhadap pimpinan Allah itulah yang akan membuat kita bisa selalu memiliki damai sejahtera (48:17-18). Sebaliknya, orang fasik—yang tidak peduli terhadap kehendak Allah—tidak akan memiliki damai sejahtera (48:22).

Bila Anda menghadapi kesulitan ekonomi atau menghadapi masalah apa pun, jangan kecil hati. Tetaplah waspada agar Anda tidak kehilangan iman! Sampai masa kini pun, Allah tetap bisa memakai penderitaan sebagai sarana untuk memurnikan iman kita atau menuntun kita menuju kepada keadaan yang lebih baik. Saat menghadapi masalah atau penderitaan, kita harus berusaha memahami kehendak Allah bagi diri kita serta mengikuti pimpinan Tuhan. Bila kita hidup dalam ketaatan kepada Tuhan, kita akan memiliki damai sejahtera yang akan memberi kita kekuatan dalam menghadapi masalah atau penderitaan yang sedang kita hadapi. Sebaliknya, bila kita menjauh dari Tuhan, kita akan kehilangan sumber kekuatan dalam menghadapi masalah. Apakah saat ini Anda sedang mendekat kepada Tuhan? [P]

Hukuman datang Tiba-tiba

Yesaya 47

Babel adalah simbol dari kesombongan atau kebanggaan diri. Bangsa Babel atau Kasdim dipakai Allah untuk menghukum bangsa Yehuda yang telah meninggalkan Allah. Sayang, mereka memperlakukan bangsa Yehuda secara keterlaluan, bahkan tanpa belas kasihan sama sekali. Mereka bertindak kejam terhadap para orang tua maupun para wanita. Mereka beranggapan bahwa diri mereka berkuasa dan aman sehingga mereka bisa hidup bersenang-senang. Mereka tidak sadar bahwa mereka pun akan menerima hukuman Allah yang akan datang secara tiba-tiba. Hukuman Allah terhadap bangsa Babel itu dijatuhkan pada pemerintahan Raja Belsyazar (Daniel 5). Saat itu, Raja Belsyazar sedang mengadakan pesta besar bersama dengan 1000 pejabat Kerajaan Babel. Pada malam saat pesta berlangsung, mereka diserbu oleh pasukan Media-Persia, dan Kerajaan Babel runtuh dalam satu malam.

Kesuksesan dan kemakmuran sering kali membuat orang lupa diri sehingga melakukan berbagai tindakan di luar batas kewajaran. Sampai saat ini, masih sering terjadi bahwa kesuksesan bisa membuat orang berbuat dosa karena lupa terhadap Tuhan yang telah memberikan kesuksesan. Di sekitar kita, tidak jarang kita melihat bahwa para selebriti dan orang-orang kaya lebih mudah terjebak dalam penyalahgunaan narkotika. Tak jarang pula kita melihat bahwa para pejabat yang karirnya sedang menanjak akhirnya ditangkap KPK karena melakukan korupsi. Seharusnya orang-orang yang sukses atau yang sedang berada pada posisi puncak bersikap waspada agar tidak jatuh ke dalam dosa. Setiap orang yang diizinkan Tuhan untuk mencapai puncak kesuksesan harus selalu waspada dan senantiasa sadar bahwa mereka harus mem-pertanggungjawabkan hidup mereka kepada Allah.

Orang-orang yang merasa bahwa hidupnya sedang dipakai Allah pun harus senantiasa waspada dan sadar bahwa mereka bisa jatuh dan menghadapi hukuman Allah. Kebanggaan diri yang berlebihan dan sikap sombong merupakan pangkal kehancuran. Saat berada dalam posisi puncak, sadarilah bahwa kesuksesan yang kita raih adalah anugerah Tuhan yang harus kita pakai untuk kemuliaan Tuhan. Apakah Anda saat ini sedang berada di puncak kesuksesan? Pakailah kesuksesan Anda untuk melayani dengan kerendahhatian agar Anda terhindar dari dosa kesombongan yang bisa membawa kepada kejatuhan! [P]

Nubuat: Bukti Keunggulan Allah

Yesaya 46

Bel dan Nebo adalah nama dua dewa yang disembah oleh bangsa Babel. Dalam pandangan orang-orang pada masa Perjanjian Lama, kekalahan / kemenangan dalam peperangan mencerminkan kekalahan / kemenangan dewa yang mereka sembah. Dengan demikian, nubuat tentang penaklukan terhadap dewa Bel dan dewa Nebo (46:1) menunjuk kepada penaklukan terhadap bangsa Babel oleh bangsa Persia. Perlu diingat bahwa Nabi Yesaya melayani pada masa kejayaan bangsa Asyur. Saat itu, kerajaan yang paling berkuasa adalah Kerajaan Asyur. Kerajaan Babel dan Kerajaan Persia masih belum muncul sebagai kerajaan adidaya. Oleh karena itu, nubuat Nabi Yesaya ini bukan prediksi (dugaan) yang didasarkan pada analisa kondisi militer dan politik saat itu, melainkan semata-mata merupakan rancangan Allah. Nubuat semacam ini tidak pernah muncul dari mulut para penyembah berhala karena para berhala itu tidak bisa berbicara, tidak bisa berpikir, dan tidak bisa bertindak! Allah Israel sama sekali tidak setara dengan sembahan bangsa-bangsa di luar Israel! Hanya Allah Israel saja yang bisa berkata, "Dengarkanlah Aku, hai kaum keturunan Yakub, hai semua orang yang masih tinggal dari keturunan Israel, hai orang-orang yang Kudukung sejak dari kandungan, hai orang-orang yang Kujunjung sejak dari rahim. Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu. Kepada siapakah kamu hendak menyamakan Aku, hendak mem-bandingkan dan mengumpamakan Aku, sehingga kami sama?” (46:3-5).

Tidak ada yang setara dengan Allah! Perkataan Allah itu untuk kita pahami, kita percayai, dan kita taati, tetapi tidak seluruhnya bisa kita mengerti dengan akal. Allah mengerti masa depan, sedangkan kita tidak. Nubuat Allah tentang masa depan itu pasti terjadi, sedangkan dugaan kita tentang apa yang akan terjadi itu bisa salah. Kita perlu memercayai janji Allah bukan karena janji Allah itu masuk akal, melainkan karena Allah yang berjanji itu dapat dipercaya dan dapat melakukan apa pun yang Dia kehendaki. Saat ini, secara manusiawi, kita hidup dalam ketidakpastian. Semua prediksi manusia bisa gagal. Apakah Anda berani tetap memercayai Allah dalam segala kondisi? Apakah Anda berserah kepada Allah dalam menghadapi masa depan? [P]

Nubuat: Bukti Kuasa Allah atas Sejarah

Yesaya 45

Penting sekali bagi kita untuk meyakini bahwa nubuat dalam kitab Yesaya benar-benar ditulis oleh Nabi Yesaya, sesuai dengan catatan Alkitab. Ada ahli-ahli Perjanjian Lama pada masa kini yang berpendapat bahwa kitab Yesaya ditulis oleh dua atau tiga orang penulis. Pendapat itu didasarkan pada pengagungan terhadap akal dan anggapan bahwa nubuat adalah rekayasa untuk mengagungkan Allah sebagai Penguasa sejarah. Memang, harus kita akui bahwa diperlukan iman untuk bisa memercayai nubuat! Tanpa iman, kita tidak mungkin memercayai bahwa Allah benar-benar merencanakan dan menentukan sejarah. Bacaan Alkitab hari ini menyebut tentang “Koresh”, yaitu raja Persia yang belum lahir pada masa Nabi Yesaya. Koresh adalah “alat” yang dipakai Tuhan untuk mengembalikan umat Yehuda dari pembuangan di Babel. Pembuangan di Babel itu belum terjadi pada masa Nabi Yesaya. Oleh karena itu, nubuat yang kita baca hari ini memperlihatkan bahwa peristiwa pembuangan bangsa Yehuda dan pengembalian ke Tanah Perjanjian membuktikan kuasa Allah dalam menentukan sejarah. Kuasa Allah atas sejarah menunjukkan bahwa Allah Israel itu berbeda dengan berhala-berhala yang tidak bisa berbicara—apa lagi tentang masa depan—dan tidak bisa berbuat apa-apa.

Bila kita meyakini bahwa Allah berkuasa atas sejarah, kita tidak akan dikuasai perasaan risau saat menyaksikan hal-hal yang terjadi dalam hidup kita, termasuk wabah Covid-19 yang sampai saat ini belum teratasi. Bila kita meyakini bahwa Allah berkuasa atas sejarah, kita akan bisa menanti perkembangan wabah Covid-19 ini dengan memercayai bahwa Allah memiliki rencana-Nya sendiri yang saat ini belum bisa kita mengerti secara tuntas. Akan tetapi, kita pun juga harus menyadari bahwa Allah telah menyiapkan pekerjaan baik sebagai tanggung jawab yang harus dikerjakan oleh orang percaya (Efesus 2:10). Memercayai kuasa Allah bukan berarti bahwa kita hanya berpangku tangan saja, melainkan berarti bahwa kita harus menyesuaikan cara hidup kita dengan rencana Allah, bahkan kita harus melaksanakan tanggung jawab yang telah dipersiapkan Allah untuk kita kerjakan. Apakah Anda telah benar-benar menggumuli kehendak Allah bagi kehidupan Anda? Apakah Anda telah menetapkan hati untuk bersedia melakukan apa pun yang menjadi kehendak Allah bagi diri Anda? [P]

Roh Kudus Membangkitkan Keberanian

Yesaya 44

Walaupun kasih Allah seharusnya membuat kita bebas dari rasa takut dan bebas mengasihi, kelemahan manusiawi bisa membuat kita berpaling dari kasih Allah dan keyakinan kita menjadi goyah. Oleh karena itu, Allah berjanji untuk mencurahkan Roh Kudus (44:3) yang akan membebaskan kita dari batas-batas kelemahan manusiawi, agar kita bisa berpegang pada keyakinan akan kasih Allah terhadap diri kita. Keyakinan itulah yang akan membuat kita sanggup melakukan kehendak Allah. Janji pencurahan Roh Kudus ini sama dengan janji Allah dalam nubuat Nabi Yoel yang digenapi pada hari Pentakosta (Yoel 2:28-32; Kisah Para Rasul 2:17-21). Pada hari Pentakosta itu, Roh Kudus membuat Rasul Petrus—yang sebelumnya telah tiga kali menyangkal Tuhan Yesus karena dikuasai oleh rasa takut—menjadi berani berbicara kepada ribuan orang yang saat itu berkumpul di Yerusalem. Hasilnya, ribuan orang menjadi percaya sehingga jumlah orang yang percaya kepada Tuhan Yesus pada hari Pentakosta itu bertambah kira-kira tiga ribu jiwa (Kisah Para Rasul 2:41).

Pada zaman Perjanjian Lama, ketakutan terhadap tentara musuh telah membuat bangsa Israel berkali-kali melupakan Tuhan Allah—yang telah berulang-ulang melakukan pekerjaan besar di antara mereka—serta ikut-ikutan menyembah berhala yang dibuat dari kayu atau logam tuangan. Mereka tidak sadar bahwa berhala-berhala itu hanyalah buatan tangan manusia dan sama sekali tidak memiliki kuasa. Melalui para nabi-Nya, Allah memberitahukan hal-hal yang belum terjadi dan akan terjadi untuk menunjukkan bahwa yang benar-benar berkuasa adalah Allah Israel, bukan berhala-berhala itu! Sama seperti bangsa Israel, orang Kristen pada masa kini juga sering merasa terpesona melihat orang-orang yang memiliki banyak pengetahuan, kekayaan yang melimpah, dan jabatan yang tinggi, sehingga kita tidak berani untuk benar-benar mengandalkan Allah. Oleh karena itu, kita pun juga perlu pertolongan Roh Kudus yang akan membebaskan kita untuk sungguh-sungguh memercayai Allah serta membuat kita sanggup melakukan hal-hal besar yang telah dipersiapkan Allah untuk kita kerjakan. Apakah Anda telah meyakini bahwa Roh Kudus hadir dalam diri setiap orang percaya (Efesus 1:13)? Apakah Roh Kudus telah membebaskan Anda untuk memercayai dan menaati Allah? [P]

Kasih Allah Menghilangkan Ketakutan

Yesaya 43

Kasih Allah amat berbeda dengan kasih manusia. Manusia cenderung untuk mengasihi orang yang diharapkan akan memberi keuntungan atau membalas kebaikan kita, sedangkan Allah tetap mengasihi kita walaupun kita telah mengecewakan Dia. Allah berkata tentang umat-Nya, "Sungguh, engkau tidak memanggil Aku, hai Yakub, dan engkau tidak bersusah-susah karena Aku, hai Israel. Engkau tidak membawa domba korban bakaranmu bagi-Ku, dan tidak memuliakan Aku dengan korban sembelihanmu. Aku tidak memberati engkau dengan menuntut korban sajian atau menyusahi engkau dengan menuntut kemenyan. Engkau tidak membeli tebu wangi bagi-Ku dengan uang atau mengenyangkan Aku dengan lemak korban sembelihanmu. Tetapi engkau memberati Aku dengan dosamu, engkau menyusahi Aku dengan kesalahanmu.” (43:22-24). Mengingat bahwa Allah menciptakan manusia untuk kemuliaan-Nya (43:7), jelas bahwa cara hidup umat Israel telah mengecewakan Allah! Dari satu sisi, dosa akan mendatangkan hukuman Allah. Perkataan “menyeberang melalui air” dan “berjalan melalui api” (43:2) menunjuk kepada kesulitan dan penderitaan yang harus dialami oleh umat Allah. Dari sisi lain, Allah tidak membuang umat-Nya yang telah mengecewakan itu! Dalam kitab Yesaya—termasuk dalam bacaan Alkitab hari ini—Allah mengatakan kepada umat-Nya, “jangan takut” sampai lima belas kali (7:4; 8:12; 10:24; 35:4; 37:6; 40:9; 41:10,13, 14; 43:1,5; 44:2,8; 51:7; 54:4). Kita tidak perlu takut karena kita berharga di mata Allah dan mulia (43:4). Ingatlah bahwa kita berharga bukan karena kita baik, melainkan karena Allah telah memutuskan untuk mengasihi umat-Nya dan Ia tidak pernah mengubah keputusan-Nya.

Kasih Allah yang membebaskan kita dari ketakutan itu seharusnya menjadi dorongan bagi kita untuk membalas kasih-Nya melalui sikap ketaatan terhadap kehendak Allah serta melalui sikap mengasihi sesama yang diwujudkan dengan cara menyalurkan kasih Allah yang telah kita terima. Mengasihi Allah dan mengasihi sesama berarti bahwa kita mengalihkan perhatian dari diri kita sendiri dan melepaskan pilihan yang hanya menguntungkan diri sendiri. Kasih Allah yang telah kita terima lebih dahulu tanpa syarat akan membebaskan kita untuk mengasihi sesama tanpa mengharapkan balasan. Apakah Anda telah menerima kasih Allah itu dan merespons dengan semestinya? [P]

Hamba TUHAN yang Menyelamatkan

Yesaya 42

Istilah “hamba” dipakai dalam berbagai pengertian di dalam Alkitab. Hamba Abraham yang paling tua yang diutus untuk mencari istri bagi Ishak—anak Abraham—adalah “orang kepercayaan” yang bisa mewakili Abraham (Kejadian 24). Yosua adalah hamba atau abdi Musa dalam pengertian sebagai “murid” atau “penerus” (Keluaran 24:13; 33:11; Bilangan 11:28; Yosua 1:1). Gehazi adalah hamba dari Nabi Elisa dalam pengertian “bujang” atau “pesuruh” (2 Raja-raja 4-5). Walaupun pengertian kata “hamba” bisa berbeda-beda, namun semua pemakaian kata “hamba” dalam Alkitab menunjuk kepada adanya seorang “atasan” yang ditaati oleh sang hamba. Ketaatan itu bisa merupakan ungkapan ketulusan yang muncul dari rasa hormat, tetapi bisa juga merupakan siasat untuk mendapat keuntungan seperti dalam kasus orang-orang Gibeon yang mengatakan, “Kami ini hamba-hambamu” kepada Yosua dengan maksud supaya mereka tidak dibunuh oleh bangsa Israel (Yosua 9). Dalam bacaan Alkitab hari ini, istilah “Hamba TUHAN” dikenakan secara khusus sebagai nubuat tentang Yesus Kristus, Sang Mesias yang dijanjikan Tuhan di sepanjang Perjanjian Lama (bandingkan 42:1-4 dengan Matius 12:18-21). Sekalipun demikian, menarik untuk diperhatikan bahwa nubuat “menjadi terang untuk bangsa-bangsa” (42:6) juga bisa dikenakan bagi Rasul Paulus yang meyakini bahwa dirinya dipanggil Tuhan untuk memberitakan Injil kepada orang-orang non-Yahudi (Kisah Para Rasul 13:47; 26:23).

Tugas utama Sang Hamba TUHAN dalam nubuat di kitab Yesaya ini adalah menyatakan hukum (42:3) atau menegakkan hukum (42:4). Akan tetapi, tugas ini bukan dilakukan dengan kekerasan atau dengan pemaksaan (42:2-3) melainkan dengan menjadi teladan (42:4) serta melalui tindakan penyelamatan (42:6). Tindakan penyelamatan ini digambarkan sebagai “untuk membuka mata yang buta, untuk mengeluarkan orang hukuman dari tempat tahanan dan mengeluarkan orang-orang yang duduk dalam gelap dari rumah penjara.” (42:7). Sebagaimana Rasul Paulus melakukan pelayanannya dengan bercermin pada Sang Hamba TUHAN, demikian pula setiap orang yang percaya kepada Tuhan Yesus—termasuk setiap orang yang mengaku sebagai “hamba Tuhan”—harus hidup dalam ketaatan kepada seluruh kehendak Allah! Apakah Anda sudah hidup dengan meneladani Yesus Kristus? [P]

Keyakinan yang Berdasarkan Iman

Yesaya 41

Penghiburan Allah kepada umat-Nya didasarkan pada janji Allah yang belum terlaksana saat janji itu diberikan. Bagaimana kita bisa meyakini bahwa janji itu pasti akan terwujud? Perhatikanlah bahwa keyakinan terhadap kepastian terlaksananya janji Allah harus didasarkan pada dua hal: Pertama, kita harus meyakini bahwa Allah itu Mahakuasa. Tak ada yang mustahil bagi Allah. Dia bisa melaksanakan apa pun yang Dia kehendaki (41:2-5, 18-20). Dasar pertama ini tak bisa dipenuhi oleh siapa pun juga selain oleh Allah karena hanya Allah yang Mahakuasa. Tak ada manusia yang mahakuasa. Sains atau ilmu pengetahuan pun memiliki batas-batas yang tidak dapat diterobos. Sains bisa menjadi alat untuk memahami kondisi saat ini, tetapi sains hanya bisa memperkirakan masa lampau dan masa depan secara samar-samar. Sains selalu didasarkan pada hipotesis—atau anggapan dasar—yang masih harus dibuktikan kebenarannya. Sains juga terus berkembang sehingga tidak memiliki kebenaran mutlak. Yang dahulu dianggap benar mungkin sekarang dianggap salah. Yang sekarang dianggap benar mungkin nanti akan dianggap salah. Keterbatasan sains tampak jelas dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, kita masih belum bisa memastikan kapan saatnya suatu gunung api akan meletus. Saat berhadapan dengan wabah Covid-19 pun, sains belum dapat memastikan kapan wabah bisa dihentikan. Hanya Allah saja yang bisa memastikan apa yang akan terjadi di masa depan. Kedua, kita harus meyakini bahwa Allah itu berbeda—dan lebih berkuasa—dari semua yang dianggap sebagai ilah-ilah di dunia ini (41:22-24). Apa pun atau siapa pun yang dianggap berkuasa dan disembah di dunia ini tidak akan bisa menghalangi rencana Allah. Oleh karena itu, sebagian besar dari apa yang dijanjikan Allah itu tak bisa kita bayangkan atau kita duga perwujudannya.

Riwayat bangsa Israel yang kita baca di dalam Alkitab seharusnya bukan hanya sekadar menambah pengetahuan saja, tetapi seharusnya membentuk pengenalan kita akan Allah. Perbuatan Allah dalam sejarah bangsa Israel penuh dengan hal-hal yang melampaui akal, tak terpikirkan sebelumnya oleh pemikiran kita yang terbatas. Kita memerlukan iman untuk bisa meyakini kemahakuasaan Allah serta superioritas—atau keunggulan—Allah atas segala sesuatu di dunia ini. Apakah Anda meyakini kemahakuasaan dan superioritas Allah itu? [P]

Allah Menguasai Masa Depan

Yesaya 40

Yang sangat melegakan hati waktu kita membaca kitab para nabi adalah bahwa kita dapat melihat dengan sangat jelas kuasa Allah atas masa depan. Kita tidak mengerti apa yang akan terjadi besok, bahkan apa yang sebentar lagi akan terjadi pun kita tidak tahu. Akan tetapi, Allah mengerti apa yang akan terjadi di masa depan, bahkan Allah mengerti semua hal yang akan terjadi sampai masa kekekalan. Allah tahu akhir hidup kita, dan Allah juga tahu apa yang terjadi saat ini. Penghiburan yang harus diberitakan oleh nabi Yesaya dalam 40:1 itu adalah penghiburan untuk umat Yehuda yang akan mengalami hukuman pembuangan di Babel. Perhatikanlah bahwa penghiburan itu disiapkan sebelum penghukuman dilaksanakan.

Allah yang kita sembah bukan hanya menguasai masa depan, tetapi juga merencanakan masa depan. Kedatangan Kristus—Allah yang menjadi Manusia—yang kita peringati sepanjang masa raya Natal itu bukan peristiwa yang mendadak terjadi, melainkan peristiwa yang sudah dirancang sebelumnya dan sudah disampaikan Allah melalui mulut para nabi ratusan tahun sebelum peristiwa itu terjadi. Suara yang berseru-seru di padang gurun dalam 40:3-4 itu menunjuk kepada tugas yang di kemudian hari dilaksanakan oleh Yohanes Pembaptis, yaitu pendahulu—atau pembuka jalan—bagi pelayanan Yesus Kristus, Sang Mesias yang telah dijanjikan Allah dalam Perjanjian Lama (lihat Matius 3:3-4; Markus 1:3-4; Lukas 3:3-6; Yohanes 1:23). Kita perlu meyakini bahwa Allah itu berkuasa untuk melaksanakan apa pun yang Ia rencanakan. Kita juga harus meyakini bahwa Allah mengasihi umat-Nya. Allah itu seperti seorang Gembala dan kita semua seperti domba-domba yang Dia gembalakan (40:10-14,25-26).

Saat ini wabah Covid-19 membuat semua orang berada dalam situasi yang sulit. Wabah itu bisa menimpa setiap orang—termasuk kita—tanpa bisa kita cegah. Di satu sisi, kita harus melakukan bagian kita untuk menjaga jarak dengan menghindari kerumunan, menjaga kesehatan dengan rajin mencuci tangan dan memakan makanan bergizi, serta meminimalkan penularan dengan memakai masker. Di sisi lain, kita harus tetap meyakini bahwa kita tidak akan terkena wabah bila Allah tidak mengizinkan hal itu terjadi pada diri kita. Apakah Anda meyakini bahwa Allah berkuasa atas masa depan Anda? [P]

Menjalani Hidup Bersama Roh Kudus

2 Korintus 5:1-10

Hari ini, kita akan mulai menjalani lembaran yang baru setelah berhasil melewati tahun 2020, tahun yang penuh dengan gejolak ketidakstabilan serta menimbulkan berbagai kesulitan hidup. Kondisi sulit tersebut telah memaksa kita untuk menyadari keterbatasan manusiawi kita. Semestinya, kesulitan tersebut membuat kita semakin mengandalkan Allah dalam mengarungi kehidupan yang masih dipercayakan oleh Sang Pencipta. Apa lagi, pada tahun 2021 ini, kita tidak memiliki jaminan bahwa kehidupan akan menjadi lebih nyaman dan penderitaan akan berakhir. Perhatikan peringatan Rasul Paulus dalam bacaan Alkitab hari ini, “Selama masih diam di dalam kemah ini, kita mengeluh oleh beratnya tekanan” (5:4). Meskipun demikian, firman Tuhan memberikan petunjuk dan pengharapan bagi kita dalam menjalani hidup di tahun 2021.

Kehidupan di dunia ini tidak mungkin terlepas dari pergumulan dan penderitaan. Sekalipun demikian, Allah mempersiapkan para pengikut Kristus untuk menjalani setiap pergumulan dan penderitaan itu dengan menganugerahkan Roh Kudus sebagai “jaminan segala sesuatu yang telah disediakan bagi kita” (5:5; lihat juga 1:22). Akan tetapi, apakah yang telah disediakan untuk kita itu? Yang disediakan Tuhan adalah “tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal” (5:1). Dengan demikian, kehidupan kita di dunia ini adalah kehidupan yang berpengharapan. Pengharapan itu “tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” (Roma 5:5). Roh Kudus membantu kita ketika kita merasa lemah (Roma 8:26), sebab damai sejahtera dan sukacita berasal dari Roh Kudus (Roma 14:17). Roh Kudus yang merupakan Pribadi Ketiga Allah Tritunggal itu “berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan” (Roma 8:26).

Oleh karena itu, hendaklah hati kita senantiasa tabah (2 Korintus 5:6). Hendaklah kita “hidup karena percaya, bukan karena melihat” (5:7). Jangan biarkan hati Anda terfokus pada apa yang Anda dengar, lihat, atau alami dalam hidup sehari-hari, tetapi percayalah kepada janji-janji Allah dan berserahlah kepada-Nya! Sadarilah bahwa setiap murid Kristus menjalani hidup bersama dengan Roh Kudus. Mari kita melangkah di tahun ini dengan semangat untuk saling mengasihi, saling memedulikan, dan saling mendukung antar anggota gereja. [ECW]