Pertobatan adalah Perubahan Sikap

Yesaya 58

Pertobatan bukanlah sekadar ungkapan seremonial—artinya bersifat upacara—seperti kepala yang tunduk, memakai pakaian sobek, tidur di tanah, memakai kain kabung, atau meletakkan abu di atas kepala sebagai ungkapan penyesalan atau dukacita. Sebenarnya, ungkapan penyesalan seperti di atas tidak salah. Akan tetapi, ungkapan seperti itu menjadi tidak berarti bila tidak disertai tindakan yang menunjukkan adanya perubahan sikap. Di satu sisi, Allah menuntut agar pertobatan umat-Nya diungkapkan melalui sikap yang lebih manusiawi terhadap kaum buruh serta penghentian sikap kejam dan memeras terhadap orang yang lemah. Di sisi lain, Allah menghendaki agar pertobatan umat-Nya juga diungkapkan melalui tindakan memberi makanan kepada orang yang lapar, memberi tumpangan kepada orang yang tidak punya rumah, memberi pakaian kepada orang yang telanjang, dan tidak menutup mata terhadap saudara sendiri yang sedang menghadapi masalah (58:3-7). Selain itu, umat Yehuda wajib mengikuti aturan Sabat dengan sepenuh hati, bukan sebagai beban—karena dilarang bekerja—tetapi sebagai kesenangan (58:13). Dengan demikian, ibadah menjadi sumber kekuatan untuk menghadapi berbagai persoalan pada enam hari kerja berikutnya.

Pada masa kini, kita juga masih bisa menjumpai orang-orang yang mengaku Kristen, tetapi hidup tanpa bukti pertobatan. Kita mungkin merasa terperanjat, marah, dan sedih saat menyadari bahwa sebagian pelaku kejahatan, pengguna—serta pengedar—narkoba, bahkan juga koruptor kakap ternyata memakai nama tokoh Alkitab. Kita masih bisa menemukan tokoh-tokoh gereja yang perilakunya justru menjadi batu sandungan—bukan menjadi teladan—bagi anggota jemaat. Semestinya, kita terus-menerus memeriksa hidup kita, apakah perilaku kita sudah sesuai dengan iman kita. Iman harus diterjemahkan dalam tindakan. Tanpa tindakan, iman kita hanyalah iman yang mati (Yakobus 2:26). Perbuatan adalah bukti dari iman (Yakobus 2:18). Tanpa perbuatan, iman kita hanyalah sekadar omong kosong yang tidak berarti. Apakah iman Anda telah terpancar dalam kehidupan Anda, baik di rumah, di kantor, di toko, di sekolah, dan di mana pun Anda berada? Bila tindakan Anda belum sesuai dengan iman Anda, Anda harus segera bertobat dengan mengubah cara berpikir dan praktik hidup Anda! [P]

Hanya Allah yang Sanggup Menolong

Yesaya 57:6-21

Kondisi kepemimpinan yang bobrok yang digambarkan dalam 56:9-12 membuat kondisi rakyat Yehuda tidak terurus. Kejahatan merajalela dan banyak orang benar atau orang saleh yang meninggal dunia dengan tenang tanpa disadari oleh orang yang masih hidup (57:1-2). Kematian ini sebenarnya merupakan bentuk kasih sayang Allah yang menginginkan agar orang yang saleh tidak mengalami kondisi yang terus memburuk. Pada masa itu, praktik penyembahan berhala sering disertai oleh praktik perzinahan sebagai bagian dari ibadah kafir, bahkan terdapat praktik pengorbanan anak (57:5-10) yang dimaksudkan sebagai persembahan untuk Dewa Molokh. Praktik perzinahan itu merupakan praktik upacara kafir untuk memohon kesuburan tanah kepada berhala atau dewa. Praktik pengorbanan anak itu dimaksudkan agar tidak terjadi bencana terhadap orang dewasa. Perlu dipahami bahwa praktik perzinahan dan praktik pengorbanan anak merupakan dua praktik ibadah kafir yang paling dibenci Allah dan memunculkan murka Allah (57:17). Akan tetapi, sebelum Allah menjatuhkan hukuman berat, umat Allah tidak sadar dan tidak bertobat dari dosa mereka. (57:11), padahal para berhala itu tidak akan dapat menolong bila Allah sudah menjatuhkan hukuman. Hanya Allah saja tempat perlindungan yang memungkinkan umat Yehuda bisa mengalami kondisi aman di Tanah Perjanjian (57:13). Puncak hukuman Allah adalah pembuangan umat Yehuda ke Babel. Pembuangan itu membuat mereka sangat direndahkan. Dalam keadaan terpuruk semacam itulah bangsa Israel baru bisa sadar dan mencari pertolongan Allah, dan Allah selalu mau memberi pertolongan bila umat-Nya bersedia merendahkan diri di hadapan-Nya (57:14-19).

Pengalaman bangsa Yehuda merupakan cermin bagi umat Alah sepanjang masa. Kita harus senantiasa menyadari bahwa dosa selalu mengakibatkan datangnya hukuman dan bahwa pertolongan hanya bisa datang dari Allah saja. Mengharapkan pertolongan dari yang bukan Allah hanyalah pengharapan yang sia-sia. Sebelum Allah menjatuhkan hukuman, kita mungkin beranggapan bahwa dosa bukanlah sumber masalah. Akan tetapi, bila Allah sudah menjatuhkan hukuman, pertolongan hanya bisa kita peroleh bila kita bersedia merendahkan diri di hadapan Tuhan. Apakah Anda sudah berusaha hidup dengan menjauhi dosa dan merendahkan diri di hadapan Allah? [P]

Anugerah dan Ketaatan

Yesaya 56:1-57:5

Banyak orang berprasangka bahwa ajaran keselamatan berdasarkan anugerah akan menghilangkan sikap ketaatan terhadap kehendak Allah. Prasangka ini berlebihan! Firman TUHAN dalam 56:1 mengatakan, “Taatilah hukum dan tegakkanlah keadilan, sebab sebentar lagi akan datang keselamatan yang dari pada-Ku, dan keadilan-Ku akan dinyata-kan.” Keselamatan justru merupakan pendorong untuk hidup taat. Kita harus sadar bahwa keselamatan bukan hanya bermakna pengampunan dosa, tetapi juga bermakna pembaruan hidup oleh Roh Kudus (Efesus 1:13). Orang yang telah dibarui hidupnya oleh Roh Kudus akan berusaha menaati kehendak Allah. Itulah sebabnya, orang-orang yang sudah mengalami pembaruan oleh Roh Kudus disebut sebagai orang-orang yang sudah dilahirkan kembali menjadi anak-anak Allah (Yohanes 1:12; 3:3,5). Rasul Yohanes mengatakan, “Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah.” (1 Yohanes 3:9). Selain berdampak pada kehidupan pribadi, pembaruan oleh Roh Kudus juga berdampak pada kehidupan bersama umat Allah. Pada masa Perjanjian Lama, Allah menghendaki agar bangsa Israel memisahkan diri dari suku-suku setempat di Tanah Kanaan supaya mereka tidak terpe-ngaruh oleh tingkah laku dan sistem peribadatan kafir yang bertentang-an dengan kehendak Allah. Tuntutan kekudusan Allah membuat orang yang dikebiri dilarang bergabung dengan umat Allah (lihat Ulangan 23:1). Dalam praktik peribadatan di Bait Suci, tempat untuk orang asing dipisahkan dari tempat orang Israel. Firman TUHAN mengatakan bahwa diskriminasi semacam ini akan dihapuskan. Orang cacat dan orang asing akan diizinkan untuk bergabung dengan umat Allah. Akan tetapi, mereka harus mengikuti aturan ketaatan terhadap kehendak Allah, khususnya menyangkut aturan Sabat (Yesaya 56:3-7).

Apakah Anda menyadari bahwa anugerah keselamatan di dalam Kristus itu ditujukan bagi semua orang, termasuk bagi orang-orang yang tersingkir—misalnya karena miskin—dan orang-orang yang dianggap sebagai sampah masyarakat—seperti kaum pelacur dan penjahat? Apakah Anda sudah menerima anugerah keselamatan di dalam Kristus itu? Bila Anda sudah menerimanya, ingatlah bahwa Anda pun wajib untuk hidup dalam ketaatan terhadap kehendak Allah! [P]

Tawaran Injil

Yesaya 55

Tawaran untuk makan dan minum dalam 55:1 bukanlah tawaran dalam arti harfiah, melainkan tawaran untuk mendapatkan hidup (55:3) atau tawaran untuk mendapat pengampunan (55:7). Tawaran untuk makan dan minum ini juga mengingatkan kita akan perkataan Tuhan Yesus bahwa Dia adalah Roti Hidup (Yohanes 6:35,48,51) dan Air Hidup (Yohanes 4:10). Dengan demikian, kita dapat menyimpulkan bahwa sebenarnya tawaran dalam bacaan Alkitab hari ini adalah tawaran Injil—artinya “kabar baik”—tentang keselamatan atau hidup kekal yang tersedia di dalam Kristus. Keselamatan itu tidak bisa dibeli dengan uang, tetapi hanya bisa diperoleh melalui kesediaan mendengar dan datang menyambut tawaran itu (55:2-3). Kesediaan mendengar menunjuk pada kesediaan meninggalkan dosa atau bertobat (55:7), sedangkan kesediaan untuk datang menyambut menunjuk pada kesediaan untuk percaya kepada Yesus Kristus. Dalam bacaan Alkitab hari ini, nubuat Nabi Yesaya sudah bukan hanya menyangkut bangsa Israel atau Yehuda saja. Tawaran Injil ini merupakan kelanjutan dari janji Allah kepada Daud. Akan tetapi, umat Allah yang telah menerima tawaran Injil itu selanjutnya harus menjalankan misi yang tidak terbatas pada lingkup bangsa Israel atau Yehuda saja, melainkan menjadi saksi yang menjangkau bangsa-bangsa lain (55:4-5). Perlu diingat bahwa tawaran Injil ini diberikan dalam jangka waktu yang terbatas, yaitu “selama Ia berkenan ditemui” atau “selama Ia dekat” (55:6). Tawaran Injil itu sudah tidak akan berlaku lagi setelah kita meninggal dunia atau setelah Tuhan Yesus datang kembali untuk kedua kali. Perlu diingat pula bahwa rancangan Allah tentang tawaran Injil ini berbeda dengan pemikiran manusia pada umumnya yang beranggapan bahwa keselamatan itu hanya bisa diperoleh melalui perbuatan baik. Sebaliknya, setiap orang yang ingin mendengar serta datang menyambut Injil harus datang dengan kesadaran akan keberdosaan diri, bukan dengan mengandalkan kesalehan diri.

Apakah Anda menyadari bahwa uang Anda dan kesalehan Anda tidak bisa memberikan keselamatan kepada diri Anda? Apakah Anda sudah menyambut tawaran Injil Yesus Kristus yang ditawarkan dalam bacaan Alkitab hari ini? Apakah Anda sudah menjalankan misi menjadi saksi bagi semua orang dari semua bangsa? [P]

Allah Sangat Menyayangi Umat-Nya

Yesaya 54

Rencana Allah membebaskan umat Yehuda dari pembuangan di Babel itu bagaikan berita tentang wanita mandul yang akan melahirkan (54:1). Berita itu menggembirakan, sekaligus sulit dipercaya, padahal dalam sejarah Israel terdapat wanita-wanita mandul seperti Sara, Rahel, dan Hana yang dibuka kandungannya oleh Tuhan, sehingga mereka kemudian melahirkan tokoh-tokoh penting dalam sejarah Israel. Kesulitan memercayai berita semacam itu disebabkan karena banyak orang yang tenggelam dalam masalah yang dihadapinya dan tidak bisa menyadari bahwa Allah itu tidak seperti yang dia bayangkan. Keadaan bangsa Yehuda dalam pembuangan di Babel itu seperti kondisi seorang istri yang ditinggalkan suaminya, karena sang istri berbuat serong. Akan tetapi, Allah itu seperti seorang suami yang sangat mencintai istrinya, yang tidak tega meninggalkan istrinya terlalu lama. Allah mengatakan, “Hanya sesaat lamanya Aku meninggalkan engkau, tetapi karena kasih sayang yang besar Aku mengambil engkau kembali. Dalam murka yang meluap Aku telah menyembunyikan wajah-Ku terhadap engkau sesaat lamanya, tetapi dalam kasih setia abadi Aku telah mengasihani engkau, firman TUHAN, Penebusmu.” (54:7-8). Umat Yehuda harus mengubah cara pandang: Benar bahwa kesucian dan keadilan Allah telah membuat mereka menerima hukuman pembuangan di Babel. Akan tetapi, mereka perlu menyadari bahwa Allah itu penuh dengan kasih, sehingga tidak selama-lamanya Ia murka kepada umat-Nya. Kasih setia Allah yang amat besar membuat Ia membatasi hukuman yang Ia jatuhkan.

Pernahkah Anda berada pada situasi yang sangat sulit yang membuat Anda beranggapan bahwa Allah sudah tidak peduli terhadap diri Anda? Bila Anda pernah memiliki anggapan semacam itu, Anda harus mengubah jalan pikiran Anda! Janganlah Anda biarkan pikiran Anda tenggelam dalam masalah atau kesusahan yang pernah Anda alami, tetapi Anda harus mengingat pengorbanan Tuhan Yesus di kayu salib untuk menebus dosa Anda. Allah membenci dosa dan Ia akan menghukum orang berdosa. Akan tetapi, Ia mengasihi manusia berdosa, sehingga Ia menyediakan pengampunan di dalam Kristus. Apakah Anda telah menerima pengampunan itu? Apakah Anda sadar bahwa Allah itu tidak selamanya murka terhadap orang yang bersedia untuk bertobat dan memercayai Yesus Kristus? [P]

Injil yang Mencengangkan

Yesaya 52:13-53:12

Gagasan tentang Sang Mesias sebagai Hamba yang menderita itu diuraikan secara terang benderang dalam bacaan Alkitab hari ini. Penderitaan fisik yang dialami Sang Hamba membuat wajah-Nya sulit dikenali. Usaha para pelukis untuk menggambar Yesus Kristus—Sang Mesias yang menderita di kayu salib—sebagai Sosok yang tetap terlihat tampan adalah usaha yang menyesatkan! Saat itu, Sang Mesias sudah terluka parah sehingga wajah-Nya “bukan seperti manusia lagi” (52:14). Sesungguhnya, penderitaan Sang Mesias itu amat mencengangkan (52:15)! Bagi orang Yahudi yang tak beriman, keadaan Sang Mesias itu adalah keadaan yang hina, keadaan kena tulah atau hukuman Allah, keadaan dikutuk oleh Allah. Akan tetapi, bagi orang beriman, keadaan Sang Mesias membuat kita kehabisan kata-kata! Sang Mesias menderita kesakitan secara fisik maupun mental. Ia sangat dihina! (53:3). “Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.” (53:4-5). Penderitaan Sang Mesias ini sesungguhnya merupakan Injil atau kabar baik. Sekalipun demikian, kabar baik ini terlalu mencengangkan! Orang yang menyadari dosanya akan sangat bersyukur saat memahami apa yang telah dikerjakan oleh Sang Mesias yang menderita itu. Akan tetapi, orang yang terlalu angkuh—selalu merasa dirinya lebih benar atau lebih baik daripada orang lain—akan sulit untuk merasa bersyukur atas pengorbanan Sang Mesias.

Renungkanlah penderitaan Kristus untuk menebus dosa Anda! Saat menghadapi masalah berat, apakah Anda sering menganggap diri Anda sebagai orang yang paling menderita di dunia? Bandingkan penderitaan Anda dengan penderitaan Kristus dan Anda akan menyadari bahwa penderitaan Anda belum seberapa! Rasul Paulus mengatakan bahwa penderitaan yang kita alami adalah penderitaan biasa yang juga dialami oleh orang lain (1 Korintus 10:13). Bila Anda sakit hati saat dihina atau dikhianati, bandingkan pengalaman Anda dengan penderitaan Kristus untuk menanggung dosa Anda! Pengorbanan Kristus itu seharusnya menghapus semua penderitaan dan sakit hati Anda! [P]

Kekudusan Allah

Yesaya 52:1-12

Salah satu kata yang sangat penting dalam kitab Yesaya adalah kata “kudus”. Allah menyebut diri-Nya sebagai Yang Mahakudus (1:4; 5:19,24; 10:17,20; 12:6; 17:7; 29:19; 30:11,12,15; 31:1; 37:23; 40:25; 41:14.16,20; 43:3,14,15; 45:11; 47:4; 48:17; 49:7; 54:5; 55:5; 57:15; 60:9,14). Sebutan “Yang Mahakudus” itu berarti bahwa Allah itu terpisah dari manusia. Orang atau benda yang dikuduskan adalah orang atau benda yang dipisahkan untuk Allah. Waktu Nabi Yesaya melihat Allah, ia ketakutan karena ia merasa bahwa dirinya najis, tidak kudus (6:5). Yerusalem disebut sebagai kota yang kudus (52:1) karena di kota itulah diletakkan Tabut Perjanjian, tempat Allah Yang Mahakudus itu berdiam di atasnya. Barang yang dipakai dalam upacara ibadah di Bait Suci pun merupakan barang yang kudus yang tidak boleh sembarangan disentuh selain oleh petugas yang dikuduskan atau dikhususkan untuk melaksanakan tugas itu. Umat Israel adalah umat yang kudus (Ulangan 7:6; 14:2,21; 26:19; 28:9), artinya umat yang dipisahkan atau dikuduskan untuk Allah. Umat Israel dan Yehuda menerima hukuman Allah karena mereka tidak memenuhi standar kekudusan Allah. Dengan menyembah berhala, mereka melanggar—atau menodai—kekudusan Allah karena perbuatan itu tidak pantas dilakukan oleh umat Allah. Allah berkali-kali memberi kesempatan kepada mereka untuk bertobat, tetapi mereka terus-menerus terjatuh ke dalam dosa penyembahan berhala, sehingga akhirnya Allah membuang umat-Nya ke Babel untuk memurnikan iman mereka, agar selanjutnya umat Yehuda hanya menyembah Allah saja.

Tuntutan untuk hidup dalam kekudusan itu bukan hanya berlaku pada masa Perjanjian Lama, tetapi juga berlaku pada masa Perjanjian Baru (1 Petrus 1:16), dan masih berlaku sampai saat ini. Pada masa kini, dengan mengatasnamakan hak asasi manusia, hal-hal yang sebelumnya dianggap memalukan mulai dianggap wajar. Tidaklah patut bila umat Allah hidup mengikuti cara hidup dunia ini yang cenderung menjadi bebas tanpa batas. Bagi umat Allah, seharusnya Alkitab menjadi pedoman tertinggi bagi standar iman dan tingkah laku. Benar-salah seharusnya tidak ditentukan oleh pendapat mayoritas, melainkan ditentukan oleh kehendak Allah. Apakah Anda selalu berusaha menyesuaikan hidup Anda dengan ajaran Alkitab? Apakah Anda selalu mendasarkan keputusan Anda pada kehendak Allah? [P]

Allah Membatasi Murka-Nya

Yesaya 51

Bacaan Alkitab hari ini merupakan penghiburan bagi umat Yehuda—disapa sebagai Sion (51:3)—yang berada dalam pembuangan di Babel: Pertama, mereka harus mengingat kembali berkat Allah kepada Abraham—bapa leluhur Bangsa Israel (51:2). Allah telah berjanji untuk memberikan Tanah Kanaan kepada keturunan Abraham melalui Sara, istri Abraham. Janji ini aneh karena saat itu, Abraham belum memiliki anak, sedangkan Sara—istri Abraham—sudah mati haid. Berdasarkan pemikiran manusiawi, janji itu mustahil dipenuhi. Akan tetapi, tidak ada yang mustahil bagi Allah. Allah bisa memenuhi janji-Nya. Kedua, mereka harus memperhatikan pengajaran dan hukum Tuhan (51:4), khususnya menyangkut keselamatan (51:5). Bagi umat Yehuda, keselamatan ini berarti kelepasan dari pembuangan di Babel. Bila mereka hanya memperhatikan kemampuan diri sendiri, kelepasan ini mustahil. Oleh karena itu, mereka harus memandang kepada Allah yang berkuasa atas segala sesuatu. Keyakinan kepada Allah inilah yang akan melenyapkan ketakutan terhadap para penganiaya mereka (51:7-16). Ketiga, mereka harus menyadari bahwa Tuhan membatasi murka-Nya terhadap umat-Nya. Setelah masa penghukuman terhadap umat Yehuda berakhir, Yehuda akan dibebaskan, dan Tuhan akan menghukum bangsa Babel yang telah menindas mereka (51:17-23).

Perlakuan Allah terhadap umat-Nya menggambarkan perlakuan Allah terhadap manusia secara umum. Karena semua orang telah jatuh ke dalam dosa (Roma 3:23), tidak ada orang yang bebas dari ancaman hukuman Allah (Ibrani 9:27). Dosa membuat semua orang berada dalam keadaan mati secara rohani (Efesus 2:1). Akan tetapi, Allah sendiri yang menyediakan jalan keluar. Kristus telah mati untuk semua orang, sehingga semua orang yang percaya kepada Kristus dibebaskan dari hukuman dosa, diangkat menjadi anak-anak Allah, serta mendapat hidup yang kekal. Hidup yang kekal yang disediakan bagi semua orang percaya itu seharusnya membebaskan kita dari ketakutan dalam hal apa pun. Di dunia ini, hal paling mengerikan yang bisa dialami manusia adalah kematian. Akan tetapi, hidup kekal yang tersedia dalam Kristus itu adalah kehidupan yang melampaui kematian. Apakah Anda sudah memiliki jaminan hidup kekal di dalam Kristus? Apakah Anda sudah bebas dari ketakutan? [P]

Pelayanan Seorang Murid

Yesaya 50:4-11

Bacaan Alkitab hari ini membicarakan tentang pelayanan Nabi Yesaya yang sekaligus merupakan cermin bagi pelayanan Yesus Kristus. Untuk bisa melayani dengan baik, Nabi Yesaya harus memenuhi beberapa persyaratan: Pertama, ia harus lebih dahulu menjadi seorang murid yang belajar membuka telinganya agar bisa mendengar suara Allah (50:4-5). Sungguh aneh bila seorang yang hendak mengajarkan firman Tuhan tidak lebih dahulu menyediakan waktu untuk mendengar, membaca, dan mempelajari Alkitab. Setelah kita lebih dahulu menjadi seorang murid, barulah kita bisa memiliki lidah atau perkataan seorang murid yang sanggup membangkitkan semangat orang yang sedang letih lesu, sesuai dengan kehendak Allah. Kedua, ia harus rela menderita, baik secara fisik maupun secara mental (50:6). Bila kita rela menderita, Tuhan akan menolong dan memberi kekuatan kepada kita (50:7). Pada masa kini, kita telah menerima janji bahwa Roh Kudus akan menyertai dan menolong setiap orang percaya (Yohanes 14:16,26).

Tuhan Yesus adalah contoh ideal bagi setiap orang yang ingin melayani. Jelas sekali bahwa Tuhan Yesus pasti tekun mempelajari kitab-kitab Perjanjian Lama sejak masa kecil-Nya, sehingga saat berusia dua belas tahun, Ia sanggup bersoal jawab dengan para guru agama di Bait Allah (Lukas 2:42, 46-47). Saat mengajar pun, Tuhan Yesus sering kali mengutip ayat-ayat Perjanjian Lama. Hal ini membuktikan bahwa Tuhan Yesus bukan hanya mengerti Kitab Suci, tetapi Dia juga menghafal ayat-ayat Kitab Suci. Pelayanan Tuhan Yesus menunjukkan bahwa Dia bukan hanya rela menderita secara fisik, tetapi dia juga rela menerima hinaan demi melaksanakan rencana penyelamatan manusia dari dosa. Pada masa kini, orang Kristen tidak perlu merasa heran bila harus mengalami penderitaan (Filipi 1:29), sama seperti Tuhan Yesus telah lebih dahulu menderita untuk menebus dosa kita.

Tahukah Anda bahwa setiap orang yang mengaku sebagai murid Kristus seharusnya menempatkan diri sebagai seorang hamba yang bersedia melayani orang lain? (Yohanes 13:12-17; 2 Korintus 4:5). Waktu kita melayani, kita harus menempatkan diri sebagai pelayan, bukan sebagai bos! Sebagai seorang hamba, kita harus bersedia setiap saat untuk melakukan apa yang Allah kehendaki agar kita kerjakan. Apakah Anda pun bersedia melayani sebagai seorang hamba? [P]

Allah Tidak Melupakan Umat-Nya

Yesaya 49:1-50:3

Seorang yang mengalami penderitaan hebat sering kali merasa bahwa dirinya diabaikan atau dilupakan oleh orang lain. Demikian pula dengan umat Yehuda. Saat mereka berada dalam keadaan terpuruk, ditindas oleh penjajah, apa lagi saat berada di pembuangan, mudah bagi mereka untuk merasa ditinggalkan atau dilupakan oleh Tuhan (49:14). Akan tetapi, firman Tuhan memberi jaminan, “Bersorak-sorailah, hai langit, bersorak-soraklah, hai bumi, dan bergembiralah dengan sorak-sorai, hai gunung-gunung! Sebab TUHAN menghibur umat-Nya dan menyayangi orang-orang-Nya yang tertindas.” (49:13). Tuhan memastikan umat-Nya bahwa kasih-Nya melebihi kasih seorang ibu terhadap anak kandungnya (49:15). Allah tidak pernah berhenti memperhatikan umat-Nya (49:16).

Kesulitan dalam memahami kasih dan perhatian Allah disebabkan karena kita memakai pikiran dan perasaan kita yang gampang berubah untuk memahami Allah. Kita merasa disayangi saat mengalami hal-hal yang menyenangkan, tetapi merasa dibuang atau tidak dipedulikan saat mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan, padahal jalan pikiran Allah tidak seperti yang kita bayangkan. Kasih Allah tidak pernah berubah. Ia mengasihi kita bukan hanya saat kita sukses, tetapi juga saat kita gagal atau menderita. Bila Allah membiarkan umat-Nya dikalahkan atau ditindas musuh, hal itu bukan berarti bahwa Allah tidak mengasihi umat-Nya, melainkan bahwa Allah sedang mendidik melalui penderitaan atau hukuman yang Dia izinkan menimpa umat-Nya. Jadi, pembuangan ke Babel yang dialami umat Yehuda tidak berarti bahwa Allah melupakan umat-Nya atau Allah tidak sanggup membela umat-Nya. Ingatlah pengalaman bangsa Israel seperti saat Allah mengeringkan laut untuk membawa umat-Nya menyeberang (50:2).

Apakah Anda pernah merasa dilupakan oleh Allah? Apakah Anda pernah meragukan kasih Allah? Ingatlah selalu bahwa Allah itu tidak sama dengan manusia! Sadarilah bahwa perasaan manusialah yang sering berubah-ubah. Kasih dan kesetiaan manusia kepada Allah bisa berubah, tetapi Allah tidak pernah berubah. Itulah sebabnya, di tengah ratapan terhadap keruntuhan kota Yerusalem, bisa muncul pengakuan, “Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!” (Ratapan 3:22-23). [P]