Kasih Karunia Allah Bagi Kita

Lukas 1:26-56

Dari keempat Injil, hanya Lukas yang mencatat secara mendetail kisah tentang Maria yang mengandung dari Roh Kudus dan melahirkan Yesus Kristus (1:30-35). Maria digambarkan sebagai wanita yang memiliki peranan sangat penting di dalam proses kelahiran Yesus Kristus sebagai manusia. Iman Maria kepada Allah sangat luar biasa, bahkan dapat dikatakan melebihi murid-murid yang sebagian besar tidak sungguh-sungguh percaya kepada Yesus Kristus sebelum peristiwa kebangkitan dan Pentakosta. Maria hanyalah seorang wanita sederhana yang pada zaman itu tidak terlalu mendapat tempat di tempat di tengah masyarakat. Namun, ia beroleh kasih karunia di hadapan Allah (1:30).

Beroleh kasih karunia di hadapan Allah adalah hal terpenting dalam kehidupan orang percaya. Bila kita memperoleh kasih karunia Allah, kita tidak perlu takut. Maria terkejut saat mendengar salam dari malaikat Gabriel. Namun, malaikat Gabriel meminta Maria agar tidak merasa takut. Kasih karunia Allah tersedia untuk Maria sehingga ia tidak perlu takut menghadapi apa pun yang akan terjadi di masa depan. Tidak mudah bagi Maria untuk menghadapi masa depan dengan tanggung jawab yang besar. Namun, kasih karunia Allah menopang dan memampukan dia. Maria menerima kasih karunia Allah dan Maria juga mempercayai Allah dengan sepenuh hati. Respons semacam itu sangat penting. Memercayai Allah dengan segenap hati akan membuat kasih karunia yang diberikan Allah kepada kita menjadi nyata dan efektif. Maria memercayai berita yang disampaikan malaikat, meskipun berita itu terdengar mustahil terjadi.

Setiap orang yang percaya kepada Yesus Kristus memperoleh kasih karunia Allah melalui penebusan Kristus (Roma 3:23-24). Setelah peristiwa Pentakosta, kasih karunia Allah semakin berlimpah. Roh Kudus diutus Allah untuk mendiami hati setiap orang percaya. Roh Kudus yang berdiam di dalam hidup kita merupakan wujud kasih karunia Allah yang tidak perlu diragukan. Yang menjadi pertanyaan, apakah Anda sungguh-sungguh percaya kepada Allah di dalam situasi-situasi sulit? Percayakah Anda kepada Allah ketika tantangan datang? Menghadapi pandemi Covid-19 seperti saat ini, apakah Anda tetap memercayai Allah atau Anda justru menjadi ketakutan? Ingatlah bahwa kasih karunia Allah itu cukup! [WY]

Orang Benar yang Menderita

Lukas 1:1-25

Untuk apa saya hidup benar kalau orang yang hidup benar juga bisa menderita? Lebih baik saya hidup seperti kebanyakan orang, yang tidak sungguh-sungguh berupaya untuk hidup benar, namun kehidupan mereka malah jauh lebih baik. Pernahkah Anda berpikir demikian?

Zakharia dan Elisabet adalah sepasang suami istri yang benar di hadapan Allah dan hidup menurut segala perintah dan ketetapan Tuhan dengan tidak bercacat (1:6). Apakah benar di hadapan Allah itu berarti bahwa mereka tidak pernah berbuat dosa? Tidak! Mereka bisa jatuh dalam dosa, tetapi mereka melakukan kewajiban agama dengan tulus ikhlas dan dengan takut akan Tuhan (bandingkan dengan Matius 6:1). Sekalipun demikian, mereka tidak memiliki anak karena Elisabet mandul (1:7). Pada zaman itu, tidak memiliki anak atau mandul sering dianggap sebagai sebuah kutukan atau hukuman Tuhan (bandingkan dengan Kejadian 20:18; 29:31; Keluaran 23:26). Oleh karena itu, kemandulan dianggap sebagai aib yang memalukan dan perempuan yang mandul sering dihakimi sebagai perempuan yang dikutuk oleh Tuhan. Orang-orang mungkin mencibir dan merendahkan perempuan yang mandul karena mereka beranggapan bahwa kemandulan merupakan akibat perbuatan dosa. Ingatlah kisah Hana dalam 1 Samuel 1 yang disakiti oleh madunya—Penina—karena ia tidak mempunyai anak.

Mengapa Allah mengizinkan orang yang hidupnya benar serta taat kepada perintah dan ketetapan Tuhan—seperti Zakharia dan Elisabet—menderita? Pada umumnya, kondisi itu terjadi karena Tuhan memiliki rencana khusus melalui kehidupan mereka. Allah ingin memakai kemandulan Elisabet untuk menunjukkan bahwa Ia adalah Allah Pencipa yang Mahakuasa dan Ia berdaulat untuk melakukan segala sesuatu, termasuk hal-hal yang tampaknya mustahil. Misalnya, Elisabet melahirkan Yohanes Pembaptis pada usia lanjut (Lukas 1:7). Dalam Perjanjian Lama, terdapat kisah Sara yang mengandung dan melahirkan Ishak, padahal ia sudah mati haid (Kejadian 18:11). Tak ada yang mustahil bagi Allah! Elisabet hidup secara benar dan menaati Tuhan meskipun ia mandul. Hati yang demikian membuat ia bersukacita saat mengetahui bahwa ia dipakai Allah untuk menggenapi rencana-Nya. Bila Anda diizinkan untuk menderita, padahal Anda sudah berupaya untuk hidup benar, jangan tawar hati! Tuhan selalu memiliki rencana yang indah! [WY]

Kota Terindah

Mazmur 48

Pada tahun 2019, Paris dinobatkan sebagai kota terindah di dunia. Paris memang memiliki pesona tersendiri sebagai destinasi wisata. Menara Eiffel merupakan salah satu objek wisata yang dituju oleh banyak orang. Selain sebagai kota yang indah, kota ini juga menawarkan nuansa romantis. Sebanyak 40 juta turis mancanegara datang setiap tahun, sebagian besar adalah pasangan yang sedang berbulan madu. Namun, keindahan Paris bukan hanya soal Menara Eiffel-nya saja. Kota dengan 6.000 jalan ini memiliki lebih banyak sudut menarik.

Pemazmur juga menobatkan Yerusalem sebagai kota yang terindah. Tentunya hal ini bukan disebabkan karena di sana banyak destinasi wisata, tetapi karena kehadiran Allah sangat nyata. Yerusalem adalah kota Allah kita (48:2), yang dipilih-Nya dari semua kota Israel untuk menetapkan nama-Nya di sana. Di Yerusalem, umat Allah mengakui bahwa Allah itu besar dan sangat terpuji (48:2). Di Yerusalem, Allah memperkenalkan diri kepada umat-Nya dan menyebut diri-Nya sebagai benteng (48:4). Maksudnya, Allah adalah tempat perlindungan bagi kota itu, bahkan Allah menimbulkan kengerian terhadap kota-kota lain atau kepada musuh-musuh-Nya (5-8).

Kenangan terhadap kota Yerusalem membuat pemazmur mengingat kasih setia Tuhan (48:10). Walaupun kota Yerusalem sudah dihancurkan, ingatan pemazmur akan kota itu masih membekas. Yang diingat tentu saja bukan kotanya, namun pemilik kota Yerusalem, yaitu Allah sendiri. Setelah mengenang kesetiaan Allah, kemudian pemazmur menceritakan ingatan tentang kota Yerusalem itu kepada angkatan yang terkemudian (48:14).

Perbuatan Allah yang besar itu tidak hanya terjadi di kota Yerusalem saja, tetapi juga di kota-kota lain. Sebagai warga kerajaan Allah, tugas kita adalah bersaksi kepada mereka yang belum mengenal Dia. Kisah Para Rasul 1:8 mengatakan, “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” Pertanyaannya, apakah kita sudah menjadi saksi Tuhan di kota tempat kita tinggal saat ini? Seberapa banyak kita berdoa agar pekerjaan Tuhan dinyatakan di bumi Indonesia, termasuk di setiap kota di seluruh Indonesia? [JP]

Kota Benteng

Mazmur 46-47

Apa yang perlu kita persiapkan untuk menghadapi tekanan hidup yang semakin memuncak? Pertama, kita dapat belajar dari nyanyian mazmur 46 yang mengajak kita untuk meyakini bahwa Tuhan tetap hadir bersama umat-Nya di masa-masa sulit. Kedua, kita dapat belajar dari nyanyian mazmur 47 yang mengajak kita untuk tetap bergembira karena Allah.

Mazmur 46 menggambarkan Allah sebagai sebagai kota benteng (46:2,8,12). Mazmur 46 pernah menguatkan Martin Luther ketika ia berada dalam masa sulit. Allah yang menjadi tempat perlindungan dan benteng baginya. Luther kemudian menciptakan lagu “Allah kita, Benteng yang Teguh”.

Pemazmur memberikan pesan bahwa ketika kita merasa takut saat menghadapi bencana alam atau musibah, Allah dapat diandalkan. Kekuasaan-Nya melampaui alam dan manusia. Dia berkuasa atas bumi, gunung, laut, sungai, dan bangsa-bangsa (46:2-4,11). Ketika kita merasa takut menghadapi politik internal di negara kita, Allah dapat diandalkan. Itu sebabnya, pemazmur berkata bahwa Allah bersama dengan mereka dan akan melindungi Yerusalem (46:5,6). Bahkan Allah juga berdaulat atas negara-negara yang sedang bertikai (46:7). Hal ini berarti kita tidak perlu takut menghadapi perubahan apa pun, baik musibah maupun situasi politik yang ada. Cukup mengarahkan hati dan pikiran kita kepada perbuatan Allah yang besar (46:9), berdiam mengagumi kebesaran Allah (46:11), dan menantikan penyertaan-Nya (46:12).

Mazmur 47 mengajak kita untuk tetap bersorak-sorai karena Tuhan, meskipun kita harus melewati masa-masa sulit. Sebagai Tuhan dan Raja, Allah patut ditinggikan dan dimuliakan sebab Ia adalah Yang Mahatinggi (47:3), Tuhan yang dahsyat (47:3), Raja yang besar (47:3), Raja seluruh bumi (47:8), bersemayam di atas takhta yang kudus (47:9), dan sangat dimuliakan (47:10). Kekuasaan dan kebesaran-Nya sungguh luar biasa, namun Ia bersedia memilih dan mengasihi umat-Nya (47:5). Dengan bersorak-sorai karena Allah, maka lautan kesedihan pun lenyap berganti dengan ombak sukacita. Namun ketika kita memilih untuk menggerutu dan berkeluh kesah, beban yang berat akan semakin bertambah. Karena itu, buatlah hati Anda bergembira karena Allah! [JP]

Raja yang Ideal

Mazmur 45

Mazmur 45 merupakan puisi yang sering dilantunkan pada upacara pernikahan kerajaan di sepanjang sejarah Israel. Di samping itu, mazmur ini juga merupakan Mazmur Mesianik (mazmur yang berbicara tentang Mesias yang akan datang). Dalam Ibrani 1:8-9, penulis Ibrani mengutip bagian mazmur ini untuk merujuk kepada pribadi Yesus Kristus (Ibrani 1:8a). Ini artinya, mazmur ini menggambarkan tentang keagungan pribadi dan relasi Yesus Kristus dengan gereja-Nya.

Sifat mesianik tampak dalam karakteristik raja yang tergambar dalam mazmur ini: Pertama, Sang Raja memiliki takhta yang bersifat kekal. Takhta-Nya adalah kepunyaan Allah sendiri yang tetap untuk seterusnya dan selamanya (45:7) Kedua, perbuatan-perbuatan-Nya dahsyat. Selain dapat mengalahkan musuh dengan mudah, Ia sangat berperikemanusiaan (45:5), mencintai keadilan dan sangat membenci kefasikan (45:8). Ketiga, Ia begitu dicintai dan dihormati. Seluruh umat akan memasyhurkan namanya untuk selama-lamanya (45:18). Itulah karakteristik Sang Mesias.

Dalam mazmur ini, pemazmur juga menggambarkan karakteristik permaisuri yang berhak mendampingi Sang Mesias. Sang mempelai wanita digambarkan sebagai sujud kepada Sang Raja (45:12), bukan menuruti bangsanya dan seisi rumah ayahnya (45:11). Melalui penundukan diri kepada Sang Raja, mempelai wanita itu ikut merasa bangga dan terhormat (45:13) dan ikut merasakan sukacita (45:14-16).

Raja yang ideal itu adalah gambaran tentang Kristus, sedangkan kita—yaitu gereja—adalah permaisuri-Nya. Sudahkah Anda menjadi mempelai wanita yang ideal? Apakah Anda sudah menempatkan Tuhan—Sang Raja yang Ideal—di tempat yang terutama dalam hidup Anda? Atau sebaliknya, apakah Anda masih memiliki banyak penghalang untuk tunduk kepada Sang Mesias itu? Masalah harta, kekuasaan, kenyamanan, dan tekanan kehidupan sering kali membuat kita sulit untuk tunduk dan melakukan perintah Sang Raja yang seharusnya kita taati. Sebagai mempelai wanita, apakah Anda ikut merasa bangga terhadap Raja yang kita sembah? Apakah Anda sudah merasakan sukacita yang sepenuhnya? [JP]

Iman yang Kuat

Mazmur 44

Mazmur 44 bisa dibagi menjadi empat bagian. Pada bagian pertama, pemazmur mengingat pengalaman yang baik akan kesetiaan Allah kepada bangsa Israel di masa lampau (44:1-9). Pada bagian kedua, pemazmur teringat akan masa gelap bangsa Israel, yaitu saat mereka merasa ditinggalkan Allah (44:10-17). Pada bagian ketiga, pemazmur mengungkapkan iman yang tetap bertahan walaupun melewati masa-masa kelam (44:18-22). Pada bagian keempat, meskipun pemazmur teringat akan masa-masa kelam, ia tidak menjauhkan diri dari Allah. Ia tetap teguh dan berharap kepada Allah (44:23-27).

Agar iman kita semakin kuat di tengah penderitaan, kita harus mengingat pengalaman yang baik tentang kesetiaan Allah. Pengalaman dikasihi dan dicintai memiliki dampak yang sangat besar bagi kehidupan seseorang. Seseorang dapat bertahan dalam kesulitan jika dia menyadari bahwa orang-orang di sekelilingnya mengasihi dia, terlebih lagi jika ia menyadari bahwa ada Tuhan yang mengasihinya. Selain itu, sangat penting bagi kita untuk menemukan Allah saat kia mengalami penderitaan. Keunikan iman pemazmur dan tokoh-tokoh Alkitab yang lain adalah bahwa mereka dapat menemukan kesetiaan Allah di masa kelam. Sebagai contoh, saat berjumpa dengan saudara-saudaranya yang telah berlaku jahat, Yusuf justru berkata, “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, ....” (Kejadian 50:20). Demikian pula, setelah mengalami banyak penderitaan, Rasul Paulus berkata, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” (Roma 8:28).

Di lereng pegunungan North Cascades yang terletak di negara bagian Washington, Amerika Serikat, sampai sekarang masih terdapat hutan dengan pohon-pohon yang sangat besar dan tinggi. Umur pohon-pohon itu sudah mencapai ratusan tahun. Pohon-pohon itu sangat kuat dan tetap berdiri teguh walaupun sering terkena hujan, badai, dan topan. Bahkan, hutan itu jarang sekali terbakar, padahal kilat sering kali menyambar pohon-pohon besar itu. Bagaikan pohon besar yang tetap kuat dan berdiri teguh, demikian pula seharusnya iman orang percaya di tengah penderitaan. [JP]

Haus akan Allah

Mazmur 42-43

Mazmur 42-43 ditulis oleh seorang Israel yang sedang mengalami pembuangan di Babel. Ia harus hidup di negeri asing yang merupakan negeri penyembah berhala. Perlakuan yang tidak manusiawi—seperti kerja paksa, makian, dan cemoohan—merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari umat Israel. Jiwa mereka sangat tertekan. Seolah-olah, Tuhan tak lagi hadir dalam kehidupan umat-Nya. Dalam keadaan seperti itu, pemazmur tidak tinggal diam. Dia mencari jalan keluar dari depresi rohani yang ia alami:

Pertama, pemazmur memiliki rasa haus akan Tuhan. Pemazmur menggambarkan dirinya bagaikan seekor rusa kurus yang sedang dalam keadaan sangat kehausan dan merindukan sungai yang berair (42:2-4). Analisa pemazmur yang sedang mengalami kondisi kekeringan rohani ini sangat tepat! Ada banyak orang yang sedang mengalami tekanan berat, namun sayangnya mereka tidak memiliki rasa haus akan Tuhan. Mereka justru berusaha memuaskan jiwanya dengan perkara duniawi.

Kedua, pemazmur mengingat kembali kebaikan Tuhan. Pemazmur mengingat kembali bagaimana dulu ia amat bersemangat menyembah Allah (42:5). Saat itu, hubungan pemazmur begitu intim dengan Allah. Ada kenikmatan dan sukacita yang tidak terkatakan saat itu. Ingatan tersebut membangkitkan pengharapan dalam hati pemazmur untuk bisa bersekutu kembali dengan Allah.

Ketiga, pemazmur melakukan self-talk atau berdialog dengan diri sendiri. Pemazmur tidak ingin jiwanya dihanyutkan oleh emosi negatif. Oleh karena itu, pemazmur berusaha untuk mengendalikan perasaannya dengan berkata-kata secara positif. Pemazmur berkata kepada jiwanya, “Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku?” (42:6a). Di bagian lain, pemazmur memberi semangat kepada jiwanya dengan berkata, “Berharaplah kepada Allah! Sebab aku bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!” (42:12b)

Ketika menghadapi pergumulan dan tekanan yang berat seperti pada masa pandemi saat ini, wajar bila kita mengalami kehausan akan Allah. Dengan mengingat kembali kebaikan Allah dan melakukan self-talk secara positif, kita akan menjadi siap untuk menghadapi gelombang kehidupan apa pun. [JP]

Penghiburan Ekstra

Mazmur 41

Bacaan Alkitab hari ini menceritakan kondisi Daud yang sedang lemah, sakit, dan tertekan karena perlawanan dari musuh-musuhnya. Namun, ia tetap bertahan. Pertanyaannya, bagaimana cara Tuhan memberi penghiburan ekstra kepada Daud? Apa yang dapat kita pelajari dari mazmur Daud tersebut?

Pertama, Daud mendapat penghiburan dari Tuhan melalui teman-temannya. Yang terpenting untuk diperhatikan adalah bahwa ketika teman-temannya datang untuk menunjukkan simpati dan perhatian, Daud menganggap teman-temannya sebagai alat yang dipakai Tuhan. Oleh karena itu, Daud mengucapkan kalimat berkat, “Berbahagialah orang yang memperhatikan orang lemah” (41:2). Kata dalam bahasa Ibrani yang diterjemahkan menjadi “berbahagialah” lebih tepat bila diterjemahkan menjadi “diberkatilah”. Daud memohon agar Tuhan membalas perhatian teman-temannya dengan menghindarkan mereka dari kecelakaan (41:2), melindungi mereka dari musuh (41:3), serta menyembuhkan mereka saat mereka sakit (41:4).

Kedua, Daud mendapatkan penghiburan dari Tuhan melalui perkenan-Nya. Saat itu, Daud mendapat perhatian dan penerimaan dari teman-temannya. Namun, ia tetap mengharapkan pertolongan Tuhan. Dengan kerendahan hati, Daud berkata, “Tuhan, kasihanilah aku, sembuhkanlah aku, sebab terhadap Engkaulah aku berdosa!” (41:5b). Daud tetap menyerahkan perkaranya kepada Tuhan tanpa meragukan bahwa Tuhan akan membenarkannya dan berkenan kepadanya (41:11-13). Perkenan Tuhan ini yang menjadi penghiburan ekstra bagi Daud, meskipun ia menerima perlakuan yang buruk dari musuh-musuhnya (41:6-9). Bahkan Daud menyebut ada sahabat karibnya yang dipercaya tetapi justru berkhianat terhadap dirinya (41:10).

Melalui doa permohonan Daud, kita dapat menarik pelajaran bahwa perkenan Tuhan harus menjadi lebih utama daripada hal yang lain. Jikalau tidak, kita akan mudah sekali merasa kecewa. Perhatian dari sahabat, teman, bahkan keluarga merupakan salah satu cara Tuhan menyatakan kasih dan berkat-Nya. Mazmur ini ditutup oleh Daud dengan puji-pujian kepada Tuhan (41:14). Hal ini menunjukkan bahwa dari awal hingga akhir perikop ini, fokus Daud bukan kepada manusia ataupun pergumulannya, namun kepada Tuhan. [JP]

Kuasa Pengampunan

Mazmur 40

Dalam Mazmur 40, pemazmur melukiskan pengalaman hidupnya yang pernah jatuh dalam dosa. Pemazmur menggambarkan dirinya sebagai terjerumus ke dalam lumpur rawa, sehingga ia tidak bisa menolong dirinya sendiri dan memerlukan bantuan orang yang berada di tanah yang stabil. Dalam kehancurannya, pemazmur sungguh-sungguh menanti pengampunan Tuhan. Pertolongan Tuhan membuat pemazmur bisa bangkit dan memiliki pengharapan yang kuat di dalam Tuhan.

Mengapa pemazmur sangat menantikan pengampunan Tuhan? Pertama, pemazmur menyadari dosanya. Bagi dia, kuasa dosa itu sangat mengerikan. Mula-mula, dosa itu terasa nikmat, tetapi ujungnya adalah maut—perhatikan kata “kebinasaan” dalam 40:3. Pemazmur berjuang untuk melepaskan diri dari belenggu dosa dengan mempersembahkan korban sembelihan dan korban sajian (40:7), namun ia justru makin tenggelam dalam dosa. Kedua, pemazmur menyadari bahwa ada anugerah Tuhan yang besar bagi dirinya. Ia sadar bahwa hanya dengan pertolongan Tuhan saja, ia dapat diselamatkan. Perbuatan-Nya ajaib, tidak tertandingi, bahkan terlalu besar untuk dihitung (40:6).

Setelah menerima anugerah pengampunan dari Tuhan, pemazmur tidak dapat menahan bibirnya untuk memberitakan keadilan, kesetiaan, keselamatan, kasih, dan kebenaran Tuhan kepada mereka yang belum mengenal Dia (40:10-11). Selain itu, pemazmur semakin berpengharapan dalam Tuhan. Ia yakin bahwa Tuhan mengasihi dirinya, setia menjaga hidupnya, dan melindungi dia dari musuh-musuhnya (40:12-16). Jika kita menyadari besarnya pengampunan yang Allah berikan kepada kita, seharusnya kita terdorong untuk memberitakan kabar baik kepada sesama dan kita memegang pengharapan di dalam Tuhan.

Ada kaitan yang sangat erat antara menyadari keberdosaan diri dan mengalami anugerah Allah yang besar serta menceritakan kebaikan Allah kepada sesama. Itulah sebabnya Rasul Paulus menyadari bahwa dirinya adalah orang yang paling berdosa (1 Timotius 1:15). Ia menyadari kasih Allah yang sangat luas tidak dapat dihitung (Efesus 3:18). Oleh karena itu, ia merasa berhutang injil kepada sesama (Roma 1:14-15). Kesadaran akan keberdosaan diri hendaknya membuat kita—seperti Rasul Paulus dan pemazmur—semakin menyadari anugerah Allah yang besar dan semakin giat memberitakan injil keselamatan. [JP]

Saat Anda Disakiti

Mazmur 39

Sebagian orang percaya bereaksi keras ketika menghadapi tekanan dari pihak orang-orang jahat. Misalnya, ia bisa menjadi mudah marah dan berlaku kasar terhadap sesamanya. Akan tetapi, ia bisa pula memilih untuk diam. Reaksi yang kedua ini juga bisa menimbulkan efek negatif karena orang yang memendam perasaannya bisa menjadi stres, dan stres yang berkepanjangan bisa berkembang menjadi depresi, yaitu gangguan jiwa yang disebabkan oleh perasaan tertekan terus-menerus. Kedua macam reaksi ini merupakan dilema atau pilihan yang serba salah bagi orang percaya.

Dilema seperti itu juga dialami oleh Daud. Tampaknya, Daud adalah tipe orang yang senang menyimpan perasaan. Kondisi ini disebabkan oleh orang-orang jahat yang selalu menekan hidupnya. Semula, Daud ingin tutup mulut sebagai jalan "paling aman". Dengan bersikap diam, Daud mengekang lidahnya sehingga ia tidak melakukan dosa dengan perkataannya. Dengan bersikap diam, Daud tidak memberi kesempatan kepada orang fasik untuk menyerang dia. Di luar dugaan, Daud menjadi sangat tertekan dan frustrasi. Dalam keadaan seperti itu, Daud memilih jalan keluar melalui membicarakan permasalahannya dengan Allah. Pertama, Daud menceritakan kondisinya dan emosinya yang sebenarnya kepada Tuhan (39:2-4). Kedua, Daud menyadari kerapuhan dirinya (39:5-7). Ketiga, Daud menyadari keberdosaannya (39:8-14). Mazmur tersebut seperti tidak memberi jawaban yang melegakan. Namun, dengan melakukan ketiga hal tersebut Daud memperoleh kekuatan yang besar. Itulah sebabnya, Daud bisa berkata, “Dan sekarang, apakah yang kunanti-nantikan, ya Tuhan? Kepada-Mulah aku berharap.” (39:8).

Barangkali pergumulan Daud serupa dengan pergumulan kita saat ini. Tekanan hidup seperti semakin besar. Perlakuan orang lain yang membenci dan menyudutkan kita mungkin terasa semakin berat, seolah-olah tidak ada jalan keluar. Bila kita menghadapi situasi seperti itu, bicarakanlah permasalahan kita dengan Tuhan. Ceritakanlah perasaan dan kondisi kita saat ini. Sadarilah bahwa kita bukan siapa-siapa. Kita hanyalah manusia yang rapuh, bahkan penuh dosa. Akuilah segala dosa dan pelanggaran kita dengan jujur. Pengakuan itu akan membuat kita mendapat penghiburan dan pengharapan yang baru dari Tuhan. [JP]