Perlengkapan Pelayanan

Lukas 9:1-21

Saat Tuhan memanggil kita untuk melayani Dia, Ia akan menyediakan apa yang kita perlukan untuk melaksanakan pelayanan itu. Tuhan Yesus memberi tugas kepada kedua belas murid-Nya untuk pergi memberitakan Injil Kerajaan Allah (9:2). Sebelum mereka melakukan pelayanan yang Ia percayakan, Tuhan Yesus terlebih dahulu memberikan anugerah yang mereka perlukan, yaitu kuasa untuk mengusir setan dan menyembuhkan penyakit (9:1). Perhatikan bahwa tugas mereka adalah memberitakan Injil kerajaan Allah, sedangkan mengusir setan dan menyembuhkan penyakit adalah tanda yang menyertai pemberitaan Injil. Pada masa kini, banyak orang yang bertanya-tanya, “Apakah kuasa mengusir setan dan menyembuhkan penyakit masih ada?” Kita perlu menjawab pertanyaan itu dengan pertanyaan lain, “Apakah pemberitaan Injil masih dilakukan dengan setia?” Ada orang-orang yang mengaku bahwa mereka memiliki kuasa untuk mengusir setan dan menyembuhkan penyakit. Namun, apakah mereka juga memberitakan Injil tentang Yesus Kristus? Jika tidak, kuasa mengusir setan atau menyembuhkan penyakit itu mungkin bukan berasal dari Tuhan Yesus.

Kebutuhan lain yang Tuhan Yesus janjikan kepada kedua belas murid-Nya adalah pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan (9:3). Dengan memerintahkan kedua belas murid-Nya untuk tidak membawa apa-apa dalam perjalanan, Tuhan Yesus menghendaki agar mereka hidup bergantung kepada Allah Bapa dari sehari ke sehari. Bila burung-burung di udara saja dipelihara oleh Bapa di surga, apalagi orang-orang yang melayani Dia. Mereka pasti tidak akan mengalami kekurangan. Seorang pemberita Injil harus hidup dengan bergantung kepada Tuhan. Bagaimana ia dapat mengajak orang lain untuk mempercayai Tuhan bila ia sendiri tidak lebih dahulu hidup bergantung kepada-Nya? Tuhan Yesus memerintahkan kedua belas murid-Nya untuk tidak membawa apa-apa supaya mereka dapat melayani dengan efektif. Membawa terlalu banyak kebutuhan jasmani dapat merintangi pelayanan mereka. Fokus mereka dapat bergeser dari mengutamakan pelayanan menjadi memperhatikan kebutuhan jasmani. Tuhan Yesus menghendaki agar misi yang Ia berikan kepada kedua belas murid-Nya menjadi fokus mereka. Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda melayani dengan sikap bergantung kepada Tuhan, termasuk dalam hal kebutuhan jasmani? [WY]

Bayar Harga

Lukas 8:22-56

Setiap orang percaya memiliki panggilan yang berbeda-beda di dalam kehidupan ini. Ada orang yang dipanggil Tuhan untuk menjadi rohaniwan yang melayani penuh waktu. Ada pula orang yang Tuhan panggil untuk menjadi guru, pengusaha, pejabat, dan sebagainya. Tuhan memberi tugas dan misi yang berbeda-beda kepada setiap orang. Ada orang yang dipanggil untuk melayani di desa, di kota kecil, atau bekerja di bidang yang sederhana. Ada pula orang yang Tuhan pakai untuk melayani di kota besar atau menjadi pengusaha berskala internasional. Melayani atau bekerja di tempat sederhana bukan berarti kurang bernilai bila dibandingkan dengan melayani di kota besar atau bekerja di perusahaan besar. Setiap panggilan adalah unik—atau berbeda dengan yang lain—dan Tuhan menghargai orang yang bersedia menjalani panggilan-Nya dengan sungguh-sungguh.

Orang yang telah dibebaskan Tuhan Yesus dari kerasukan setan memohon agar diperkenankan untuk mengikuti Dia (8:38). Keinginan ini membuktikan bahwa ia beriman dan telah memperoleh anugerah Allah serta ingin menjadi pengikut Kristus. Akan tetapi, permintaan itu ditolak Tuhan. Perhatikan bahwa saat Tuhan Yesus memanggil orang untuk mengikut Dia, banyak yang mengemukakan berbagai alasan untuk menolak (9:57,59,61). Orang yang mendengar pengajaran Tuhan Yesus pun banyak yang meninggalkan Dia setelah mendengar perkataan-Nya yang tidak dapat mereka terima (Yohanes 6:60-66). Dalam bacaan Alkitab hari ini, mengapa Tuhan Yesus menolak orang yang ingin mengikuti Dia? Tuhan Yesus menolak karena Ia memiliki panggilan khusus terhadap orang yang sudah Dia sembuhkan itu. Dia ingin agar orang itu memberitakan pekerjaan Allah di kampung halamannya sendiri (8:39). Tugas ini tidak mudah! Kembali ke kampung halaman untuk memberitakan Yesus Kristus kepada kaum keluarga dan orang-orang yang mengenal masa lalunya sebagai seorang yang selama bertahun-tahun dirasuk setan adalah tugas yang sangat berat! Masa lalunya bisa membuat orang meragukan perkataannya. Ia juga bisa ditolak karena untuk kesembuhannya, banyak orang kehilangan babi yang merupakan sumber mata pencaharian mereka. Akan tetapi, orang itu menaati panggilan Tuhan Yesus bagi dirinya (8:39). Apakah Anda juga bersedia menaati panggilan Allah terhadap diri Anda? [WY]

Iman Untuk Mengerti

Lukas 8:1-21

Pernahkah Anda bertemu dengan orang yang menolak iman Kristen karena sulit mengerti atau menerima doktrin yang diajarkan Alkitab? Walaupun terdengar aneh, sebenarnya memang ada peristiwa seperti itu. Pernah ada seorang bapak yang “mencoba” untuk menghadiri ibadah di gereja. Ia bukan orang Kristen, tetapi ia mengikuti ibadah karena tertarik dengan ibadah yang diselenggarakan dalam bahasa Mandarin. Setelah sekian lama mengikuti ibadah, bapak ini mulai merasa tidak nyaman. Penyebabnya adalah ia terperanjat saat mendengar khotbah yang disampaikan pada hari Minggu, khususnya tentang keselamatan yang hanya bisa didapatkan melalui iman kepada Yesus Kristus, tentang pilihan Allah atas orang percaya, dan tentang anugerah pengampunan yang hanya bisa diperoleh melalui iman. Pengajaran seperti itu bertentangan dengan keyakinannya dan sangat sulit untuk ia terima, sehingga ia tidak mau mengikuti ibadah di gereja lagi.

Perlu disadari bahwa pengertian tentang firman Tuhan selalu dimulai dengan iman. Seorang Bapak Gereja bernama Agustinus dari Hippo mengatakan, Crede ut intelligas, artinya “Percayalah, maka Anda akan mengerti!” Di kemudian hari, seorang uskup bernama Anselm melanjutkan perkataan Agustinus itu dengan mengatakan bahwa iman membuat seseorang memiliki keinginan untuk mengerti dan mendalami firman Tuhan. Menurut Anselm, pengertian akan firman akan memberi sukacita terhadap orang percaya. Tuhan Yesus menjelaskan kepada para murid bahwa tidak semua orang dapat memahami rahasia Kerajaan Allah. Ada orang-orang yang sekalipun memandang tidak melihat, sekalipun mendengar tidak mengerti (8:10). Hal ini dijelaskan Tuhan Yesus lebih lanjut dengan menguraikan makna perumpamaan-Nya. Tidak semua orang merespons firman Tuhan dengan semestinya. Ada yang mendengar, namun firman itu tidak pernah tinggal (8:12). Ada yang mendengar, namun tidak berakar, sehingga tidak sungguh-sungguh percaya dan dapat murtad (8:13). Ada yang tidak berbuah karena hatinya dikuasai oleh kekuatiran, kekayaan, dan kenikmatan hidup (8:14). Namun, ada pula yang mendengar firman, lalu firman itu berbuah dalam hidup mereka. Orang-orang ini dikatakan memiliki hati yang baik dan mengeluarkan buah dalam ketekunan. Apakah Anda telah berusaha melakukan firman Allah dengan tekun? [WY]

Anugerah Pengampunan

Lukas 7:18-50

Walaupun kisah wanita yang meminyaki Tuhan Yesus dalam bacaan Alkitab hari ini mirip dengan kisah wanita yang mengurapi Tuhan Yesus di ketiga kitab Injil yang lain (Matius 26:6-13; Markus 14:3-9; Yohanes 12:1-8), sebenarnya kisah dalam Injil Lukas ini amat berbeda dengan kisah dalam ketiga Injil yang lain: Pertama, dalam Injil Matius dan Markus, tuan rumah yang mengundang Tuhan Yesus disebut Simon si kusta, sedangkan Simon di Injil Lukas adalah orang Farisi. Pada masa itu, banyak orang yang bernama Simon, sehingga tidak mengherankan bila sebutan Simon di atas menunjuk kepada dua orang yang berbeda. Kedua, sebutan wanita berdosa hanya ada di Injil Lukas. Ketiga, kisah dalam Injil Lukas terjadi di awal pelayanan Tuhan Yesus, bukan menjelang penyaliban seperti dalam ketiga kitab Injil yang lain (Perhatikan Matius 26:12; Markus 14:8; Yohanes 12:7).

Di tengah “ketegangan” antara Tuhan Yesus dengan orang Farisi, sangat menarik untuk diperhatikan bahwa seorang Farisi bernama Simon mengundang Tuhan Yesus untuk makan di rumahnya. Apakah tujuan undangan itu? Kemungkinan, Simon ingin menguji Tuhan Yesus. Ia dan orang-orang yang turut makan di rumahnya ingin melihat apakah Tuhan Yesus benar-benar seorang “Nabi” atau bukan (Lukas 7:39). Seorang perempuan yang terkenal berdosa (7:37) datang dan membersihkan kaki Tuhan Yesus dengan air mata, rambut, dan minyak wangi. Tindakan ini menunjukkan bahwa ia menyadari dosanya dan ia beriman bahwa Yesus Kristus yang penuh rahmat dan belas kasihan tidak akan menolak dia (7:50). Melihat perbuatan wanita itu, Simon berpikir bahwa jika Yesus Kristus seorang Nabi, seharusnya Ia menghindar dan mencegah tindakan perempuan itu (7:39). Namun, Tuhan Yesus justru mengajarkan tentang anugerah pengampunan melalui perumpamaan orang yang dihapus hutangnya (7:41-43). Simon menganggap dirinya benar, sehingga ia kurang “mengasihi” Yesus Kristus. Ia tidak menyambut Yesus Kristus sebagaimana sepantasnya tuan rumah menyambut tamu (7:44-46). Sebaliknya, perempuan itu sangat merendahkan diri. Ia menyadari dosa dan ketidaklayakannya. Tuhan Yesus mengajar Simon bahwa pengampunan adalah anugerah (7:47-48). Orang yang sudah mengalami pengampunan seharusnya lebih mengasihi Tuhan Yesus. Apakah Anda sudah mengalami anugerah pengampunan? [WY]

Belas Kasih Tuhan Yesus

Lukas 7:1-17

Hidup di tengah zaman yang serba “artificial” atau “palsu” sering kali menumpulkan rasa belas kasihan kita. Kita sulit membedakan apakah seseorang benar-benar susah sehingga perlu mendapatkan belas kasihan, ataukah orang itu sedang menipu kita. Ada orang yang susah, namun menutupi kesusahan karena gengsi. Sebaliknya, banyak pula orang yang berpura-pura susah dengan maksud untuk menipu orang lain. Namun, waspadalah agar adanya orang-orang yang berpura-pura susah itu jangan sampai membuat kita menutup mata dan kehilangan belas kasihan terhadap orang lain. Kita perlu belajar untuk memiliki belas kasihan seperti Tuhan Yesus.

Bacaan Alkitab hari ini menunjukkan hati Tuhan Yesus yang tergerak oleh belas kasihan (7:13). Ia melihat kesulitan dan kesedihan janda yang ditinggalkan anak laki-laki satu-satunya itu. Janda itu tidak lagi memiliki siapa pun juga yang bisa menjadi tempatnya bersandar. Keadaan seorang janda pada zaman Perjanjian Lama dan pada zaman Tuhan Yesus berbeda dengan keadaan pada masa kini. Pada zaman itu, kehidupan seorang janda sangat menyedihkan. Mereka tidak bisa bekerja karena status sosialnya sebagai wanita dan sebagai janda yang dipandang rendah oleh masyarakat pada masa itu. Ingatlah tentang Naomi yang menganggap hidupnya begitu pahit setelah ditinggal mati oleh suami dan oleh kedua anak laki-lakinya (Rut 1). Tuhan Yesus memahami penderitaan sang janda, sehingga Ia lalu membangkitkan anaknya yang sudah mati itu (Lukas 7:13-15). Ia menggenapi janji Allah dengan melaksanakan apa yang ingin Allah lakukan kepada umat-Nya, yaitu “menyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari penjara” (Yesaya 61:1, bandingkan dengan Lukas 7:22). Oleh karena itu, orang-orang yang melihat apa yang Tuhan Yesus perbuat kepada janda itu memuliakan Allah dan mengatakan bahwa Yesus Kristus adalah nabi besar dan bahwa Allah telah melawat umat-Nya (7:16). Tuhan Yesus menginginkan agar para murid dan orang-orang yang percaya kepada-Nya memiliki belas kasihan terhadap orang lain. Apakah Anda sudah meneladani Tuhan Yesus dan berbelas kasihan terhadap sesama? [WY]

Memiliki Kemurahan

Lukas 6:20-49

Apakah maksud Tuhan Yesus saat Ia memerintahkan agar kita tidak menghakimi (6:37)? Apakah perintah itu berarti bahwa kita sama sekali tidak boleh menilai kesalahan, tidak boleh mengadili, dan tidak boleh menghukum suatu kesalahan? Tentu tidak! Dalam Alkitab, jelas sekali bahwa Tuhan Yesus tidak menoleransi kemunafikan, kebohongan, dan kesesatan. Tuhan Yesus mengecam orang-orang Farisi dan para ahli Taurat yang berlaku munafik. Rasul Paulus menegur keras anggota jemaat yang berkompromi dengan melakukan dosa. Orang percaya tidak boleh menutup mata terhadap realitas dosa. Akan tetapi, ada hal-hal yang harus diperhatikan saat kita berhadapan dengan dosa dan kelemahan orang lain.

Pertama, sebelum menghakimi orang lain, kita harus menyadari bahwa kita juga dapat melakukan pelanggaran yang sama, bahkan pelanggaran yang lebih berat. Kita pun juga akan menghadapi penghakiman atas dosa dan kelemahan kita (6:37). Kedua, bila kita harus menghakimi orang lain, kita harus melakukannya dengan motivasi kasih dan dengan kemurahan hati. Kita telah menerima kemurahan Allah. Oleh karena itu, kita harus bermurah hati kepada orang lain yang melakukan dosa atau kelemahan. Prinsip memberi ini akan lebih mudah kita pahami dengan memperhatikan prinsip memberi di zaman Perjanjian Lama. Allah memerintahkan umat-Nya yang telah beroleh kemurahan dan hidup berkelimpahan agar tidak bersikap pelit atau perhitungan terhadap orang-orang miskin. Saat memanen gandum atau anggur atau hasil ladang lainnya, orang Israel tidak boleh memanen sampai habis sama sekali, melainkan harus menyisakan sebagian—baik dari hasil panen yang terjatuh maupun yang tertinggal—untuk orang-orang miskin. Memberi harus dilakukan dengan gelas takar yang dipadatkan, kemudian dilebihkan agar tumpah keluar ke ribaan orang miskin yang meminta belas kasihan (6:38). Demikian pula dengan menghakimi. Menghakimi harus dilakukan dengan murah hati—misalnya dengan memberi kesempatan kedua—dan tanpa motivasi untuk menghancurkan orang lain atau untuk menyombongkan diri. Tuhan Yesus memberi teladan yang indah saat Ia berdoa di kayu salib agar Allah Bapa mengampuni orang-orang yang menyalibkan Dia (Lukas 23:34). Apakah Anda telah meneladani kemurahan hati Tuhan Yesus? [WY]

Tujuan Hukum

Lukas 6:1-19

Pernahkah Anda mendengar orang berkata bahwa menjadi orang Kristen itu sulit karena banyak aturannya: Tidak boleh ini, tidak boleh itu, harus begini, harus begitu? Sekilas, pandangan tersebut tampaknya benar. Akan tetapi, sebenarnya orang-orang yang berpendapat seperti itu mungkin telah salah memahami tujuan hukum dan aturan dalam firman Tuhan. Sejak semula, Allah tidak memberi hukum dengan maksud untuk mengekang umat-Nya. Sepuluh Hukum Allah serta berbagai peraturan keagamaan dan sosial dalam kehidupan umat Israel bertujuan agar mereka hidup kudus, baik, dan mengalami damai sejahtera. Hukum tidak diberikan dengan tujuan untuk membebani atau memperbudak umat. Hukum diberikan untuk membantu umat Allah agar hidup dalam damai sejahtera.

Orang Farisi melihat bahwa murid-murid Tuhan Yesus memetik bulir gandum, memakan, dan menggisar—atau memutar—bulir gandum pada hari Sabat. Mereka mengkritik karena perbuatan para murid itu tergolong sebagai pekerjaan menyiapkan makanan yang merupakan pelanggaran terhadap aturan Sabat. Terhadap kritik tersebut, Tuhan Yesus menjawab dengan mengangkat kisah Daud dan orang-orangnya yang kelaparan saat melarikan diri dari kejaran Raja Saul (1 Samuel 21:1-6). Saat itu, Ahimelekh—imam di Nob—memberikan roti kudus kepada Daud dan orang-orangnya. Dalam situasi normal, roti kudus itu hanya boleh dikonsumsi oleh para imam (Imamat 24:5-9). Namun, Ahimelekh memberikan roti itu kepada Daud dan para pengikutnya setelah tahu bahwa mereka itu tahir. Roti kudus memang hanya boleh dimakan oleh para imam yang telah menguduskan diri (Bilangan 18:11-13). Imam di Nob, Daud, dan Tuhan Yesus mengetahui hukum dan aturan, namun mereka juga tahu bahwa hukum dan aturan tersebut adalah untuk kebaikan umat, bukan untuk mencelakai umat. Saat nyawa terancam karena lapar, maka imam, Daud, dan Yesus Kristus tahu bahwa nyawa harus lebih diutamakan daripada aturan.

Rincian aturan hari Sabat yang dibuat oleh para ulama Yahudi dipandang bersifat mengikat dan harus dilakukan. Akan tetapi, Tuhan Yesus tahu bahwa aturan berhenti bekerja pada hari Sabat itu dimaksudkan agar umat Allah dapat menikmati istirahat dan menikmati Allah melalui ibadah. Apakah ibadah telah menjadi prioritas Anda? [WY]

Yesus Dan Hukum Taurat

Lukas 5:27-39

Saat Tuhan Yesus datang ke dalam dunia, Ia tidak menghapuskan hukum Taurat, melainkan menggenapi hukum Taurat (Matius 5:17). Jika demikian halnya, apa yang membuat orang-orang Farisi dan para ahli Taurat tidak sepaham dengan Tuhan Yesus? Bukankah menggenapi hukum Taurat sama sekali tidak menentang hukum Taurat? Yang menjadi masalah, orang-orang Farisi dan para ahli Taurat pada zaman itu membuat hukum Taurat menjadi hukum atau aturan yang bersifat legalistik. Artinya, hukum Taurat harus dilakukan sebaik-baiknya secara tepat, tanpa mempertimbangkan motivasi maupun kondisi yang sedang dihadapi. Hukum Taurat dikembangkan dan diperluas menjadi aturan-aturan mendetail yang harus dilakukan secara tepat dalam segala kondisi. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika pada zaman itu, orang tidak mau membantu orang yang sakit pada hari Sabat karena takut melanggar batasan tentang apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan pada hari Sabat.

Tuhan Yesus memberikan tiga perumpamaan untuk menjawab kritikan orang Farisi tentang murid-murid-Nya yang tidak ikut berpuasa seperti yang lazim dilakukan orang-orang saleh pada masa itu: Pertama, perumpamaan tentang sahabat mempelai laki-laki yang menjelaskan bahwa murid-murid-Nya tidak berpuasa karena Ia—sebagai mempelai laki-laki—masih bersama-sama dengan mereka. Oleh karena itu, waktu bersama merupakan waktu untuk bergembira, bukan untuk berpuasa. Saat Tuhan Yesus disalib dan kemudian meninggalkan murid-murid-Nya kelak, barulah mereka akan berpuasa. Kedua, perumpamaan tentang secarik kain baru yang tidak boleh dipakai untuk menambal baju tua, karena kain yang baru itu akan mengoyak baju tua tersebut. Ketiga, perumpamaan tentang anggur yang baru yang tidak boleh dimasukkan ke dalam kantong kulit yang tua karena proses fermentasi anggur baru itu akan membuat kantong kulit tua itu terkoyak, sehingga anggur itu terbuang dan kantong itu hancur. Melalui ketiga perumpamaan tersebut, Tuhan Yesus hendak menyampaikan bahwa Ia datang untuk membawa jalan keselamatan yang baru bagi manusia. Hukum Taurat hanya mempersiapkan kedatangan Yesus Kristus dan menyadarkan bahwa kita memerlukan Juruselamat. Apakah Anda sudah memperoleh keselamatan yang hanya dapat diperoleh di dalam Kristus itu? [WY]

Prioritas Hidup

Lukas 5:1-26

Apakah kesibukan dapat dijadikan alasan untuk tidak berdoa? “Saya sangat sibuk, bangun pagi-pagi, bekerja sampai malam-malam, sehingga tidak punya waktu untuk berdoa.” Kalimat seperti ini mungkin sudah sering kita dengar. Akan tetapi, sebenarnya pilihan berdoa atau tidak berdoa adalah masalah prioritas. Jika berdoa menjadi prioritas kita, kesibukanlah yang harus diatur di luar waktu untuk berdoa. Sering kali, orang yang mengatakan tidak punya waktu untuk berdoa ternyata punya banyak waktu untuk aktif di media sosial. Jika doa menjadi prioritas, pasti selalu ada waktu yang kita sediakan untuk berdoa.

Kehidupan Yesus Kristus merupakan teladan yang baik bagi kita. Saat kondisi pelayanan-Nya sangat sibuk pun, Ia tetap memprioritaskan berdoa dan bersekutu dengan Allah Bapa. Yesus Kristus tidak mau membiarkan diri-Nya terjebak oleh berbagai kesibukan yang membuat ia menjauhi persekutuan dengan Allah Bapa. Ia tidak mau terjebak oleh tuntutan aktivitas, seolah-olah seseorang menjadi tidak berharga bila tidak mengikuti tuntutan untuk melakukan berbagai aktivitas. Setelah Tuhan Yesus menahirkan seorang yang penuh kusta (5:12-13), berita tentang Dia semakin jauh tersiar, sehingga orang banyak berbondong-bondong datang kepada Yesus Kristus untuk meminta disembuhkan (5:15). Akan tetapi, Tuhan Yesus justru mengundurkan diri ke tempat yang sunyi untuk berdoa (5:16). Bagi sebagian pembaca, sikap Tuhan Yesus ini mungkin terasa aneh. Bukankah menyembuhkan orang sakit merupakan hal yang baik dan patut dilakukan? Benar bahwa menyembuhkan orang sakit adalah tindakan yang mulia. Akan tetapi, prioritas pelayanan Tuhan Yesus adalah menyelamatkan manusia dari dosa, bukan menyembuhkan orang sakit. Ia harus terus bersekutu dengan Allah Bapa agar tetap berada pada track (jalur) yang benar, yaitu tetap melakukan kehendak Bapa di dalam hidup-Nya.

Kesibukan bukanlah hal yang buruk. Kesibukan akan membuat hidup kita menjadi produktif. Akan tetapi, bersekutu dengan Allah melalui doa dan pembacaan firman Tuhan lebih penting daripada kesibukan yang lain. Yang paling penting dilakukan dalam kehidupan orang percaya bukanlah menjadi terkenal, sibuk, dan mencapai karier yang tinggi, melainkan melakukan kehendak Allah. Melakukan kehendak Allah inilah yang akan membuat hidup kita menjadi bermakna. [WY]

Kuasa Firman

Lukas 4:31-44

Apa maksud penulis saat mengatakan bahwa perkataan Tuhan Yesus itu penuh kuasa (4:32)? Apakah “penuh kuasa” itu berarti menarik, panjang, dan indah? Tentu tidak! Perkataan Yesus Kristus itu penuh kuasa karena Dia memiliki otoritas sebagai Allah. Dalam bahasa asli Alkitab, kata yang diterjemahkan menjadi “kuasa” dalam ayat ini menunjuk kepada otoritas atau wewenang. Yesus Kristus memiliki otoritas karena Ia itu sempurna. Ia adalah Sang Pencipta, Alfa dan Omega, Yang Pertama dan Yang Terakhir. Ia tidak pernah berbuat dosa dan tidak memiliki cacat cela dalam diri-Nya. Ia memiliki segala hikmat dan pengetahuan Ilahi. Iblis pun taat dan takut kepada-Nya. Kuasa Yesus Kristus itu membedakan Dia dengan manusia biasa yang tidak memiliki kuasa dari dalam dirinya sendiri, melainkan hanya bisa memiliki kuasa berdasarkan pemberian Allah Roh Kudus.

Setelah mendengar perkataan Tuhan Yesus, seorang yang kerasukan setan berteriak dengan keras (4:33). Perkataan Yesus Kristus membuat setan itu gentar dan berteriak dengan suara keras, “... Engkau datang hendak membinasakan kami? ... (4:34). Tuhan Yesus lalu mengusir setan itu dengan perkataan-Nya (4:35). Inilah demonstrasi kuasa firman Allah! Saat ini, firman Allah itu telah dituangkan menjadi tulisan Kitab Suci yang diilhamkan oleh Roh Kudus. Oleh karena itu, Kitab Suci (Alkitab) mengandung kuasa yang dapat membawa manusia berdosa kepada pertobatan, mentransformasi atau mengubah kehidupan manusia, menguatkan dan memberi hikmat terhadap orang yang menaati firman Allah tersebut. Iblis menyadari siapa Yesus Kristus itu. Oleh karena itu, Iblis menaati perintah Tuhan Yesus dan segera meninggalkan orang yang dirasukinya. Yang ironis, manusia justru sering sulit menaati firman Tuhan. Dosa membuat manusia lebih suka memberontak serta menuruti kemauan diri sendiri daripada menaati firman Tuhan.

Ketidaktaatan kepada firman Allah tidak pernah mendatangkan hal yang baik dalam hidup kita, melainkan akan menjauhkan kita dari Tuhan. Tanpa hidup dalam firman Allah, kita akan mudah sekali jatuh ke dalam dosa. Tanpa firman-Nya, kita tidak memiliki senjata rohani untuk melawan tipu muslihat iblis. Firman Allah adalah salah satu senjata rohani yang telah disediakan Allah dalam peperangan rohani (Efesus 6:17). Apakah Anda sudah memegang senjata rohani tersebut? [WY]