Melakukan Kebenaran

Lukas 20:1-19

Tindakan Tuhan Yesus mengusir para pedagang di halaman Bait Allah di Yerusalem membuat para pemimpin agama marah. Mereka marah karena mereka kehilangan keuntungan dari perdagangan yang berlangsung di sana. Pada masa itu, para pemimpin agama di Bait Allah mewajibkan orang yang hendak mempersembahkan korban di Bait Allah untuk membeli kambing domba atau lembu sapi yang sudah mereka nyatakan sebagai tidak bercacat (bandingkan dengan Imamat 22:17-25). Oleh karena itu, para pendatang dari jauh yang hendak mempersem-bahkan korban terpaksa membeli hewan korban yang dijual di halaman Bait Allah, walaupun harga hewan di situ lebih mahal dibandingkan harga umum. Kemarahan membuat para pemimpin agama yang merasa dirugikan itu ingin membunuh Tuhan Yesus, tetapi mereka takut terha-dap rakyat yang terpesona oleh pengajaran Tuhan Yesus. Itulah sebab-nya, imam-imam kepala yang berkoalisi dengan para ahli Taurat dan para tua-tua mencari Tuhan Yesus untuk mempersoalkan tindakan pengusiran para pedagang dengan menanyakan sumber kuasa yang mendasari tindakan itu (19:45-20:2). Mereka beranggapan bahwa Tuhan Yesus tidak punya wewenang untuk membubarkan para pedagang karena Ia bukan pemimpin agama seperti mereka.

Mereka tidak menduga bahwa Tuhan Yesus akan menjawab dengan mengajukan pertanyaan, “Baptisan Yohanes itu, dari sorga atau dari manusia?” (20:3-4). Sesudah berunding, akhirnya mereka menjawab bahwa mereka tidak tahu. Mereka sebenarnya tahu bahwa Yohanes adalah nabi yang diutus dari sorga, namun mereka menolak untuk memercayai Yohanes yang pernah bersaksi bahwa Yesus Kristus adalah Mesias (Yohanes 3:28-30). Jika mereka mengakui bahwa ajaran Yohanes berasal dari sorga, mereka harus mengakui bahwa Yesus Kristus adalah Mesias. Mereka menyadari kebenaran tersebut, namun mereka tidak mau mengakuinya. Karena mereka tidak mau menjawab secara jujur, Tuhan Yesus pun tidak menjawab pertanyaan mereka. Tuhan Yesus tahu bahwa yang mereka pentingkan bukan kebenaran, tetapi keuntungan diri sendiri. Orang percaya pada masa kini pun sering kali secara sadar mengompromikan kebenaran yang sudah diketahui demi memperoleh keuntungan pribadi. Koreksilah diri Anda dan mohonlah agar Roh Kudus memampukan Anda untuk melakukan kebenaran. [WY]

Pemaksaan Kehendak

Lukas 19:28-48

Mengapa orang banyak mengelu-elukan Yesus Kristus pada waktu Ia memasuki Yerusalem? Respons mengelu-elukan itu disebabkan karena mereka berharap bahwa Tuhan Yesus akan bertindak sebagai Mesias yang akan membebaskan mereka dari penindasan bangsa Romawi. Dalam Perjanjian Lama, Allah telah menjanjikan kedatangan Sang Mesias yang akan menyelamatkan orang Israel. Menurut Zakharia 14:4, Mesias akan muncul di bukit Zaitun. Bukit Zaitun itu akan terbelah dua dari Timur ke Barat dan membentuk suatu lembah yang sangat besar. Dalam Zakharia 9:9, Mesias digambarkan sebagai seorang Raja yang akan datang dengan mengendarai seekor keledai, yaitu seekor keledai beban yang muda. Nubuat dalam kitab Zakharia itu digenapi ketika Tuhan Yesus menuju ke kota Yerusalem dengan melewati Betfage dan Betania yang terletak di Bukit Zaitun. Saat itu, Tuhan Yesus menyu-ruh dua orang murid-Nya untuk mengambil atau meminjam seekor keledai muda yang belum pernah ditunggangi orang (Lukas 19:29-30, bandingkan dengan Matius 21:2-3). Sungguh, Tuhan Yesus adalah Mesias yang dijanjikan Allah.

Orang-orang yang sangat banyak jumlahnya menghamparkan pakaian mereka di jalan. Ada pula orang yang memotong ranting-ranting dan menyebarkannya di jalan (Matius 21:8). Orang banyak berja-lan di depan dan di belakang Tuhan Yesus sambil berseru, “Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi!” (Matius 21: 9). Mereka berharap bahwa Tuhan Yesus menjadi Mesias yang pergi ke Yerusalem untuk memimpin pembe-rontakan dan membebaskan mereka dari penindasan Kerajaan Romawi. Mereka berharap bahwa Yesus Kristus yang mampu melakukan berbagai macam mujizat (Lukas 19:37) akan sanggup menaklukkan bangsa Romawi. Namun, ternyata kenyataan tidak sesuai dengan harapan orang banyak. Yesus Kristus pergi ke Yerusalem bukan untuk melawan penjajah Romawi, melainkan untuk mengorbankan diri-Nya bagi orang berdosa. Beberapa hari kemudian, mereka yang semula mengelu-elukan Dia berbalik menghendaki agar Dia disalibkan. Orang banyak itu memaksakan kehendak mereka, bukan mencari atau tunduk terhadap kehendak Allah. Bagaimana dengan Anda: Apakah Anda selalu mencari dan menaati kehendak Allah? [WY]

Tetap Setia

Lukas 19:1-27

Di sebuah ruangan kelas yang sudah penuh dengan murid-murid, tiba-tiba asisten guru mengumumkan bahwa guru wali kelas tidak dapat hadir dan para murid diminta untuk mengerjakan soal latihan di buku pelajaran. Sebagian besar murid tidak mau mengerjakan latihan yang ditugaskan tersebut karena mereka beranggapan bahwa sang guru tidak akan datang dan tugas tidak akan dikumpulkan. Mereka mengisi waktu dengan bermain game atau memakan makanan ringan sambil mengobrol dan saling bercanda. Tanpa disangka-sangka, ternyata sang wali kelas tiba-tiba datang karena rapat yang harus ia hadiri dibatalkan. Wali kelas itu meminta agar para murid mengumpulkan tugas yang telah diberikan kepada mereka. Yang tidak mengumpulkan tugas diberi sanksi berupa pengurangan nilai.

Kehidupan orang Kristen juga sering seperti para murid di atas. Banyak orang Kristen yang tidak memedulikan apa yang telah Tuhan amanatkan kepada umat-Nya. Mereka beranggapan bahwa Tuhan yang tidak kasatmata itu tidak memerhatikan atau bahwa Tuhan akan memaklumi bila mereka tidak melaksanakan amanat yang Ia berikan pada mereka. Akan tetapi, sebenarnya kita harus sadar bahwa Tuhan menginginkan agar kita tetap produktif saat Ia tidak bersama-sama dengan kita secara fisik dan bahwa Ia pasti akan datang kembali. Tuhan Yesus mengajarkan hal ini melalui sebuah perumpamaan (19:12-27) tentang seorang bangsawan yang hendak pergi ke sebuah negeri yang jauh untuk dinobatkan menjadi raja di sana. Ia memanggil sepuluh orang hambanya dan memberi mereka masing-masing satu mina untuk berdagang—satu mina senilai dengan upah pekerja harian selama 100 hari atau 4 bulan dengan perhitungan 6 hari seminggu. Setelah dinobat-kan menjadi raja, ia kembali dan memanggil hamba-hambanya untuk mengetahui hasil dagang mereka. Namun, ternyata ada hamba yang tidak menggunakan uang itu untuk berdagang. Raja sangat marah dan mengambil uang yang tidak dipergunakan itu dan diberikan kepada orang yang telah mendapat untung 10 mina. Ia kemudian menjelaskan prinsip Kerajaan Allah: Setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi. Akan tetapi, siapa yang tidak mempunyai, apa yang ada padanya akan diambil (19:26). Yang setia akan lebih dipercaya, sedangkan yang tidak setia tidak akan dipercayai lagi. Apakah Anda setia? [WY]

Upah Mengikut Tuhan Yesus

Lukas 18:28-43

Mengikut Tuhan Yesus berarti “meninggalkan” keterikatan dengan dunia dan dengan sepenuh hati mengikut Kristus. Kata “mening-galkan” di sini tidak berarti bahwa hal itu dilakukan secara ekstrem dengan membuang semua yang kita miliki, melainkan menunjuk kepada prioritas hati kita. Saat seorang pemimpin bertanya tentang cara mendapat hidup kekal, Tuhan Yesus memerintahkan orang itu untuk menjual segala miliknya dan membagi-bagikan kepada orang miskin. Namun, ia menolak karena hatinya begitu terikat kepada hartanya. Hati yang terikat dengan harta adalah penghalang untuk bisa bersungguh-sungguh menjadi murid Tuhan Yesus (18:18-27).

Jika syarat mengikut Tuhan Yesus adalah harus meninggalkan segala sesuatu, apakah keuntungan yang akan diperoleh para pengikut Kristus? Pertanyaan inilah yang diajukan Petrus kepada Tuhan Yesus (18:28, bandingkan dengan Matius 19:27). Tuhan Yesus menjawab bahwa setiap orang yang “meninggalkan” rumahnya, istrinya, saudaranya, orang tuanya, atau anak-anaknya, akan menerima kembali berlipat ganda dalam kehidupan sekarang dan akan menerima hidup yang kekal (Lukas 18:29-30). Dalam Markus 10:30, Tuhan Yesus berkata bahwa mereka akan menerima 100 kali lipat, artinya jauh melebihi apa yang mereka tinggalkan. Apa maksud perkataan tersebut? Saat kita memprio-ritaskan Tuhan dengan “meninggalkan” keluarga dekat yang jumlahnya terbatas, Tuhan akan memberikan keluarga besar—yaitu orang-orang percaya di seluruh dunia—kepada kita. Ingatlah bahwa meninggalkan keluarga bukanlah membuang atau tidak memedulikan keluarga. Penyembuhan “ibu mertua Simon” dalam Matius 8:14-15 menunjukkan bahwa Petrus telah menikah saat mulai mengikuti Tuhan Yesus, dan Tuhan Yesus memperhatikan keluarga Petrus. Dalam 1 Korintus 9:5, disebutkan bahwa Rasul Petrus membawa istrinya dalam perjalanan pemberitaan Injil. Jadi, arti “meninggalkan” keluarga adalah lebih mem-prioritaskan Tuhan dibandingkan keluarga. Tidak ada berkat yang lebih besar daripada berkat yang kita dapatkan dalam wujud persaudaraan dengan orang-orang percaya. Selain itu, saat meninggal, orang percaya yang setia melakukan tugas melayani Sang Juruselamat akan disambut di sorga sebagai hamba yang setia. Apakah Anda sudah memprioritaskan Tuhan dalam kehidupan Anda? [WY]

Doa dan Iman

Lukas 18:1-27

Tuhan Yesus sering kali memakai perumpamaan untuk mengajar atau untuk menjawab pertanyaan. Perumpamaan tentang hakim yang tidak benar (18:1-8) termasuk dalam rangkaian jawaban atas pertanyaan orang-orang Farisi tentang kapan Kerajaan Allah akan datang (17:20). Dalam 17:20-35, Tuhan Yesus menjelaskan keadaan eskatologis—yaitu keadaan yang akan terjadi di masa depan—saat Ia datang kedua kali. Dia menekankan bahwa yang penting bukan masalah waktu, melainkan sikap dan iman dalam menanti. Waktu kedatangan Kristus kedua kali tidak akan diberitahukan kepada manusia karena Kerajaan Allah sudah ada dan sudah hadir melalui kehadiran Yesus Kristus (17:21), dan sedang menunggu penggenapannya yang sempurna. Melalui perumpamaan tentang hakim yang tidak benar, Tuhan Yesus mengajar para murid dan orang-orang yang bertanya kepada-Nya tentang cara menanti sampai Kerajaan Allah digenapi dengan sempurna.

Dalam menantikan penggenapan Kerajaan Allah, mereka harus berdoa dengan tidak jemu-jemu. Berdoa dengan tidak jemu-jemu itu berhubungan erat dengan masalah iman. Orang yang sungguh-sungguh beriman pasti akan berdoa dengan tidak jemu-jemu. Dalam 18:8, Tuhan Yesus menyimpulkan perbuatan janda yang meminta terus-menerus di dalam perumpamaan itu sebagai tindakan iman. Orang yang beriman dengan sungguh-sungguh akan terus bertahan dan setia sampai akhir. Menjelang kedatangan Tuhan Yesus kedua kali, akan terjadi masa yang sukar (17:30-35). Orang yang tidak berdoa tidak akan mampu bertahan menghadapi banyak kesulitan, tetapi orang yang selalu berdoa akan mendapat kekuatan untuk bertahan sampai akhir.

Saat pandemi yang sedang kita hadapi ini juga termasuk masa yang sukar. Kita akan sulit mempertahankan iman pada masa yang sulit ini tanpa tekun berdoa. Kita tidak bisa mengetahui kapan pandemi ini akan benar-benar berakhir. Orang Kristen tidak boleh menjadi tawar hati sehingga tidak berdoa lagi. Tanpa doa, hati kita mudah dikuasai oleh rasa takut, gelisah, serta stres yang diakibatkan oleh pandemi yang berkepanjangan, dan selanjutnya kita bisa kehilangan damai sejahtera. Bila hakim yang jahat memenuhi permintaan janda yang tekun meminta, apalagi Bapa di surga: Ia akan memelihara hidup kita. Apakah Anda sudah bertekun dalam doa? [WY]

Hamba yang Baik

Lukas 17

Seperti apakah hamba yang baik itu? Hamba yang baik adalah hamba yang bersedia melakukan apa saja untuk tuannya. Ia akan membantu tuannya dengan sepenuh hati. Setelah bekerja keras untuk tuannya, ia akan bersukacita ketika melihat tuannya berhasil. Ia tidak mengharapkan pujian untuk dirinya sendiri, melainkan ia menginginkan agar tuannya dipuji dan dihormati oleh orang banyak. Dalam 17:7-10, Tuhan Yesus mengajar murid-murid-Nya dengan memakai perumpamaan tentang seorang tuan dan hambanya untuk memberi gambaran tentang hamba yang baik, dengan maksud agar mereka tidak memegahkan diri saat berhasil melaksanakan tugas pelayanan yang ditugaskan kepada mereka. Perikop ini berkaitan dengan perikop sebelumnya (17:1-6), khususnya ayat terakhir. Tuhan Yesus mengatakan bahwa jika murid-murid-Nya memiliki iman sebesar biji sesawi saja, mereka akan dapat melakukan hal-hal besar (17:6). Sayangnya, orang yang berhasil melaku-kan hal besar cenderung menjadi sombong. Perumpamaan tentang tuan dan hamba di atas mengingatkan para murid agar selalu mengingat bahwa status mereka adalah hamba yang tidak sepantasnya menyom-bongkan diri setelah berjerih lelah dan berhasil menyelesaikan tugas pelayanan yang diberikan kepada mereka.

Seorang hamba yang baik tidak akan mengharapkan reward atau penghargaan atas kerja keras yang mereka lakukan. Bahkan, sesudah berjerih lelah, ia tetap harus melayani tuannya dahulu sebelum ia sendiri makan dan beristirahat. Seorang hamba tidak berhak menolak tugas yang diberikan tuannya, meskipun ia sudah merasa sangat lelah. Hamba dalam perumpamaan ini telah bekerja keras melakukan pekerjaan yang melelahkan, yaitu membajak sawah dengan menggunakan lembu atau kerbau serta menggembalakan ternak tuannya (17:7). Namun, ketika tuannya datang, ia harus terlebih dahulu melayani tuannya dengan menyediakan makanan (17:8). Meskipun sebelumnya sudah bekerja keras, seorang hamba harus mengatakan, “Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan” (17:10). Walaupun si tuan seperti tampak kejam, sebenarnya tidak demikian. Ingatlah bahwa sesungguhnya, seorang hamba adalah milik tuannya, sama seperti orang percaya adalah milik Kristus. Apakah Anda telah menjadi hamba yang baik? [WY]

Mempersiapkan Masa Depan

Lukas 16

Bagaimana seorang pelayan bisa menjadi orang yang dipercaya oleh tuannya? Tentu saja ia akan dipercaya bila ia melakukan tugasnya dengan penuh tanggung jawab dan jujur. Pelayan yang ditemukan berlaku tidak jujur atau tidak bertanggung jawab akan sulit sekali untuk menjadi orang yang dipercaya oleh tuannya, bahkan kemungkinan besar, ia akan dipecat dari pekerjaannya.

Tuhan Yesus mengajar murid-murid-Nya bahwa untuk mendapat harta yang mulia di kemah abadi—gambaran tentang sorga—mereka harus menjadi pelayan yang baik atas harta yang dipercayakan kepada mereka di dunia ini. Tuhan Yesus mengajar prinsip di atas dengan memakai perumpamaan tentang bendahara yang tidak jujur. Bendahara itu terancam untuk segera dipecat dari pekerjaannya karena ia telah ketahuan menghambur-hamburkan uang tuannya (16:1-2). Dengan “cerdik”, bendahara ini berupaya menyelamatkan masa depannya. Ia memanggil orang-orang yang berhutang pada tuannya, lalu mengurangi hutang mereka dengan mengubah isi surat hutang agar setelah ia dipecat, orang-orang yang berhutang budi terhadap dirinya akan menampung dia di rumah mereka (16:4-7). Perbuatan bendahara ini licik, namun tuannya justru memuji kecerdikan bendahara yang telah mempersiapkan masa depannya itu. Sang tuan berkata bahwa anak-anak dunia ini lebih cerdik daripada anak-anak terang. Mengapa sang tuan berkata seperti itu? Perhatikan bahwa bendahara itu dipuji bukan karena ketidakjujurannya, tetapi karena ia memikirkan masa depannya. Banyak anak-anak terang yang tidak mempersiapkan diri untuk memasuki kemah abadi! Mereka tidak mengelola harta duniawi yang dipercayakan kepada mereka sebagai investasi untuk memperoleh harta yang lebih mulia di sorga (16:11). Mereka tidak memakai harta di dunia untuk menjadi berkat dan memuliakan Allah! Tuhan Yesus berkata, “Ikatlah persahabatan dengan menggunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di kemah abadi.” (16:9). Harta duniawi seharusnya menjadi alat untuk melakukan kehendak Allah, bukan memperalat kita sehingga membuat hidup kita jauh dari Tuhan. Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda sudah memakai uang yang Anda miliki untuk mengumpulkan harta di sorga yang jauh lebih bernilai daripada harta di bumi? [WY]

Siapa Yang Layak?

Lukas 15

Pernahkah Anda bertemu dengan orang yang merasa tidak senang, bahkan marah, bila melihat orang lain sukses atau diberkati oleh Tuhan? Mengapa mereka bisa marah? Kemungkinan besar, kemarahan tersebut muncul karena orang itu beranggapan bahwa hanya dirinya yang pantas mendapat berkat, kesuksesan, dan kebahagiaan. Orang lain tidak pantas mendapat hal yang sama. Oleh karena itu, saat melihat orang lain mendapat berkat, kesuksesan, dan kebahagiaan, sedangkan dirinya mengalami kerugian, kegagalan, dan kondisi dirinya lebih buruk daripada orang itu, ia menjadi tidak senang dan bahkan marah.

Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi merasa tidak senang saat melihat Tuhan Yesus menerima orang-orang berdosa, bahkan makan bersama-sama dengan mereka. Mereka lalu bersungut-sungut kepada Tuhan Yesus. Untuk menyadarkan mereka, Tuhan Yesus mengajar dengan memakai perumpamaan. Tidak tanggung-tanggung, Tuhan Yesus menyampaikan tiga buah perumpamaan sekaligus, yaitu perumpamaan tentang domba yang hilang, dirham yang hilang, serta anak yang hilang. Ketiga perumpamaan itu dipakai untuk menyampaikan satu pesan utama yang sama, yaitu bahwa seharusnya ada sukacita bila sesuatu yang hilang bisa ditemukan kembali (15:7,9,24). Domba, koin, dan anak bungsu mewakili orang-orang berdosa atau orang-orang yang terhilang. Yang dimaksud dengan orang-orang yang terhilang adalah mereka yang belum pernah bertemu dengan Tuhan Yesus secara pribadi, atau mereka yang jatuh ke dalam dosa dan tidak mampu menyelamatkan diri mereka sendiri. Mereka membutuhkan uluran tangan Sang Juruselamat. Berita baiknya adalah bahwa Allah aktif mencari mereka yang terhilang. Allah digambarkan sebagai gembala yang mencari dombanya, atau wanita yang mencari dirhamnya, atau bapak yang menanti anak yang telah meninggalkan dirinya. Allah sangat bersukacita saat mereka yang terhilang kembali kepada-Nya.

Orang-orang Farisi dan para ahli Taurat merasa tidak senang saat melihat orang-orang berdosa diterima oleh Tuhan Yesus karena mereka beranggapan bahwa hanya mereka yang pantas menerima berkat Allah, hanya mereka yang pantas diselamatkan. Mereka angkuh! Orang-orang berdosa dianggap tidak pantas menerima berkat Allah! Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda juga memiliki anggapan seperti itu? [WY]

Menolak Anugerah Allah

Lukas 14:15-35

Seorang tamu yang ikut hadir dalam perjamuan yang diadakan oleh pemimpin orang-orang Farisi menyampaikan pernyataan yang menunjukkan keyakinannya akan Kerajaan Allah. Ia mengatakan, “Berbahagialah orang yang akan dijamu dalam Kerajaan Allah.” Ia kelihatan yakin sekali bahwa ia akan masuk ke dalam Kerajaan Allah sebagaimana keyakinan orang-orang Yahudi pada zaman itu. Namun, Tuhan Yesus menanggapi dengan memberikan sebuah perumpamaan, yaitu perumpamaan tentang perjamuan besar yang diadakan dengan mengundang banyak orang. Menjelang perjamuan dimulai, ia menyuruh hambanya mengajak para undangan untuk datang karena perjamuan telah siap untuk dimulai (14:16-17). Akan tetapi, ternyata bahwa para tamu yang telah diundang menolak untuk hadir dengan berbagai macam alasan: Ada yang ingin melihat ladang yang baru dibeli, ada yang ingin melihat lembu yang baru dibeli, dan ada yang menolak datang karena baru kawin (14:18-20). Semua alasan itu adalah alasan yang mengada-ada karena tidak ada orang yang mau membeli tanah sebelum melihat tanah tersebut. Demikian pula, tidak mungkin ada orang yang membeli lima pasang lembu tanpa mencoba lembu-lembu itu untuk membajak. Bagi orang yang baru kawin pun tidak ada larangan untuk menghadiri perjamuan.

Para tamu undangan memang telah memutuskan untuk menolak undangan yang diberikan oleh tuan rumah. Penolakan mereka membuat tuan rumah marah dan ia memerintahkan agar hambanya mengajak orang-orang miskin, cacat, buta, dan lumpuh (14:21). Namun, karena ruangan belum penuh, tuan rumah memerintahkan hambanya untuk mengajak orang-orang yang ada di jalan untuk ikut masuk ke rumahnya (14:23). Perumpamaan ini menunjuk kepada orang-orang Yahudi yang menolak Yesus Kristus, Sang Mesias yang dijanjikan Allah. Mereka diundang, namun mereka menolak, sehingga akhirnya Allah—sebagai Tuan Rumah—memanggil orang-orang yang tidak pantas diundang untuk mengikuti perjamuan-Nya. Perasaan bahwa diri mereka benar dan tidak memerlukan anugerah Allah membuat banyak orang Yahudi menolak kasih karunia Allah dalam hidupnya. Mereka mengandalkan jasa dan kebaikan diri untuk mendapatkan keselamatan yang tidak pernah menjadi milik mereka. Bagaimana dengan Anda? [WY]

Kerendahan Hati

Lukas 14:1-14

Pada suatu hari Sabat, Tuhan Yesus diundang ke sebuah perjamuan makan yang diadakan oleh salah seorang pemimpin dari orang-orang Farisi (14:1). Semua orang yang hadir mengamat-amati Tuhan Yesus dengan seksama. Sebaliknya, Tuhan Yesus juga mengamati mereka. Dia melihat bahwa orang-orang yang hadir berupaya duduk di tempat kehormatan (14:7). Mereka berupaya untuk mendapat penghormatan bagi diri mereka sendiri. Mereka mencari kemuliaan! Sikap ingin memuliakan diri atau menyombongkan diri itu tidak sesuai dengan prinsip Kerajaan Allah. Mereka yang menyombongkan diri akan direndahkan oleh Allah yang merupakan Pemimpin Tertinggi dari segala sesuatu. Untuk menyadarkan mereka, Tuhan Yesus mengajar melalui sebuah perumpamaan.

Yang disampaikan Tuhan Yesus adalah perumpamaan tentang perjamuan pesta perkawinan. Tuhan Yesus mengingatkan agar orang yang diundang tidak langsung duduk di tempat terhormat, melainkan mencari tempat duduk di tempat paling rendah. Mungkin saja tuan rumah kemudian mendatangi kita dan memberikan tempat yang terhormat bagi diri kita. Penting untuk disadari bahwa tuan rumah dalam perumpamaan ini memiliki otoritas untuk menentukan siapa yang boleh duduk di tempat kehormatan dan siapa yang harus duduk di tempat paling rendah. Sama seperti seorang guru wali kelas berhak menentukan tempat duduk murid-muridnya, demikian juga tuan rumah berhak memberi penghormatan kepada siapa saja yang ia kehendaki. Prinsip yang berlaku dalam pesta perkawinan ini adalah, “Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” (14:11). Prinsip ini berbeda dengan prinsip hidup dalam masyarakat pada umumnya. Biasanya, orang harus berlomba meninggikan diri dengan mengandalkan kemampuan dan kehebatannya. Dalam perlombaan itu, tidak jarang terjadi bahwa orang lain harus dikorbankan. Dalam perumpamaan tentang pesta perkawinan ini, orang yang meninggikan diri atau yang merasa pantas dimuliakan justru akan direndahkan karena yang pantas dimuliakan hanya Allah saja. Sebaliknya, orang yang rendah hati akan ditinggikan karena mereka telah merendahkan diri untuk memuliakan Allah. Apakah Anda telah merendahkan diri Anda? [WY]