GEMA 2018

Allah yang Memberi Kekuatan (Akhir Tahun)

Bacaan Alkitab hari ini:

Yesaya 40:27-31

Di abad ke-6 BC, bangsa Israel dikalahkan bangsa Babel. Sebagian besar penduduk Israel yang masih hidup diangkut ke Babel (2 Tawarikh 36:20). Akibatnya, bangsa Israel merasa putus asa. Mereka beranggapan bahwa Allah tak lagi mempedulikan mereka (Yesaya 40:27). Dalam situasi seperti itu, nubuatan nabi Yesaya menegaskan beberapa hal. Pertama, Allah dalam Alkitab adalah Allah yang mengikat janji dengan umat-Nya. Perwujudan janji itu ditentukan oleh Allah, bukan manusia (Kejadian 17:7). Allah berinisiatif untuk mengikat janji dengan umat-Nya. Kedua, Allah yang memberi janji adalah Allah yang Mahakuasa (Yesaya 40:28). Manusia tidak akan mampu memahami pikiran Allah seutuhnya. Ketiga, Allah tidak akan mengabaikan keadaan umat-Nya. Ia menguatkan yang lelah dan mengangkat yang tidak berdaya (Yesaya 40:29).

Tahun 2018 segera berakhir dengan situasi politik yang panas, tekanan ekonomi yang besar (karena kenaikan nilai tukar mata uang dolar Amerika), dan keterkejutan akibat gempa serta tsunami yang dahsyat di Sulawesi Tengah. Berbagai peristiwa yang terjadi di tahun 2018 membuat situasi tidak stabil, tidak dapat diprediksi, sulit dicegah, dan sulit diatasi. Sepanjang tahun ini, orang Kristen di Indonesia banyak yang merasa kuatir, takut, gelisah, dan tak berdaya. Meskipun demikian, Tuhan Yesus telah berjanji untuk menyertai kita (Matius 28:20) melalui kehadiran Roh Kudus (Yohanes 14:16)—Sang Penghibur (Yohanes 16:7)—yang akan menolong umat yang dalam kesulitan (Yesaya 40:29, 31).

Apakah Anda takut menghadapi tantangan di tahun 2019? Singkirkan keraguan Anda dan percayalah kepada Allah dan seluruh janji-Nya! Mintalah anugerah Allah untuk menolong diri Anda! Marilah kita saling mendukung dan saling berdoa, agar kita makin mengalami pemeliharaan-Nya yang sempurna. [ECW]

Filipi 4:13
“Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.”

Raja Damai (Pasca-Natal)

Bacaan Alkitab hari ini:

Lukas 2:8-20

Tahukah Anda bahwa kata “Peacemaker”(Pembuat damai) di alat pencarian Google Imageakan menunjuk kepada jenis-jenis pistol? Damai adalah sebuah kondisi yang amat dirindukan oleh manusia di dunia ini. Sayangnya, untuk mencapai kondisi damai yang dianggap ideal, manusia berdosa dapat menggunakan cara-cara yang berdosa. Bacaan hari ini mengingatkan kepada kita bahwa damai bukan terjadi karena absennya rasa takut atau gelisah, melainkan karena “ada sesuatu yang hadir”. Nubuatan para nabi maupun nyanyian para malaikat menggaungkan bahwa ada damai sejati di dunia ini karena Kristus—Sang Raja Damai—telah hadir di dunia ini (Yesaya 9:5; Lukas 2:10-14). Damai adalah sesuatu yang sifatnya “diberikan” kepada kita karena kita tidak memiliki potensi untuk memastikan adanya damai. Itulah sebabnya, kita membutuhkan Yesus Kristus! Hal terpenting untuk dipahami adalah bahwa damai sejati hanya dapat kita miliki saat kita diperdamaikan dengan Allah melalui pribadi dan karya Yesus Kristus (Roma 5:1). Selanjutnya, di dalam Yesus Kristus, kita diperdamaikan dengan sesama dan kita bisa mengalami damai dalam situasi apa pun yang menghimpit diri kita.

Apakah Anda masih tergoda untuk mencari rasa damai pada berbagai hal di luar pribadi dan karya Yesus Kristus? Apakah Anda berusaha memperoleh damai saat menghadapi berbagai himpitan dengan memakai cara Anda sendiri? Ingatlah bahwa kita memiliki Raja Damai yang menyertai kita. Di dunia ini, sedari masih bayi, Yesus Kristus telah menghadapi ancaman: Ia menjadi buronan Herodes; Ia ditolak di Nazaret, kota tempat Ia dibesarkan, serta diburu untuk dibunuh. Akan tetapi, Dia tidak tergoyahkan karena Ialah Sang Raja Damai. [MT]

Yohanes 14:27
“Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.”

Bapa yang Kekal (Pasca-Natal)

Bacaan Alkitab hari ini:

Yohanes 1:1-18

Dalam sebuah keluarga inti, peran seorang Bapak adalah sebagai pencari nafkah, atau dengan kata lain, sebagai pemelihara kelangsungan kehidupan keluarga. Melalui pemahaman tentang seorang Bapak seperti di atas, sudah sepatutnyalah bila kita bersyukur bahwa Yesus Kristus, Sang Mesias yang dijanjikan Allah itu, bukan hanya sebagai Penasihat Ajaib dan Allah yang Perkasa, tetapi Ia juga merupakan Bapa yang Kekal (Yesaya 9:5). Sadarilah bahwa Juruselamat yang kita peringati kelahiran-Nya setiap kali kita merayakan Natal sudah memiliki eksistensi (keberadaan) sebelum Ia dilahirkan. Yohanes menuliskan, “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.” (Yohanes 1:1). Natal adalah sebuah titik dimana Sang Allah yang kekal memilih untuk tinggal di antara manusia yang terbatas, supaya kita dapat mengenal natur (sifat dasar atau bawaan) dan karakter Allah yang sejati.

Yesus Kristus disebut sebagai Bapa yang Kekal karena hanya Dialah satu-satunya yang dapat memberikan hidup kekal. Ia juga yang memelihara dan menjaga setiap orang percaya dengan cinta kasih-Nya, memastikan bahwa tidak ada seorang pun (orang percaya) yang bisa direbut dari perlindungan-Nya (Yohanes 10:28-30). Ia datang ke dunia, mati bagi dosa umat manusia, dan bangkit kembali. Hal ini menunjukkan bahwa Dialah Tuhan atas kehidupan dan ke-matian. Sifat kekekalan-Nya menunjukkan bahwa di tengah dunia yang terus berubah, kita menyembah Kristus yang tidak berubah (Ibrani 13:8). Waktu tidak dapat membelenggu Dia karena Ia berkuasa atas waktu. Saat ini, di tengah dunia yang terus berubah, bersediakah Anda mempercayai pemeliharaan dan kasih-Nya yang tidak pernah berubah? [MT]

Yohanes 10:28
“Dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku.”

Allah yang Perkasa (Pasca-Natal)

Bacaan Alkitab hari ini:

Yohanes 20:24-31

Bagi kita pada umumnya, keperkasaan selalu diasosiasikan dengan kegagahan, kekuatan, serta dimiliki oleh manusia dewasa seperti yang digambarkan dalam cerita-cerita kepahlawanan. Rasanya merupakan sebuah paradoks (hal yang nampak bertentangan) jika kita membayangkan bahwa seorang bayi tidak berdaya yang terbaring di sebuah palungan ternyata adalah Allah yang Perkasa (Yesaya 9:5). Sesungguhnya, Allah selalu menunjukkan keperkasaan-Nya sesuai dengan maksud dan cara-Nya sendiri. Dalam Perjanjian Lama, kita melihat bahwa Allah membebaskan umat-Nya dengan tulah dan memimpin umat-Nya untuk memperoleh kemenangan setiap kali mereka terlibat dalam peperangan. Melalui Yesus Kristus yang adalah wujud gambar Allah yang sempurna, kita tidak melihat kilat dan guntur yang memukau, tetapi justru kerendahhatian dan kelemahlembutan. Namun, lewat kematian-Nya di kayu salib dan kebangkitan-Nya, Yesus Kristus justru menunjukkan keperkasaan dan kemenangan-Nya yang memungkinkan kita dibebaskan dari kungkungan dosa (Matius 1:21). Keperkasaan-Nya terlihat dari nama-Nya, karena di dalam nama-Nya, semua orang yang percaya diselamatkan (Yohanes 20:31).

Jika Kristus telah membuktikan kuasa-Nya atas masalah yang paling fundamental di dunia ini, yakni dosa, bukankah Ia juga dapat diandalkan untuk pergumulan-pergumulan keseharian kita? Sang Imanuel masih berkarya hingga hari ini. Renungkanlah: Bisakah Anda belajar untuk mengalami kekuatan Kristus melampaui apa yang bisa Anda lihat dan Anda menolak untuk melihat Yesus Kristus sebagai sosok yang tidak berdaya, sekalipun Anda tidak memahami cara Ia bekerja? [MT]

Mazmur 106:8
“Namun diselamatkan-Nya mereka oleh karena nama-Nya, untuk memperkenalkan keperkasaan-Nya.”

Penasihat Ajaib (Pasca-Natal)

Bacaan Alkitab hari ini:

Yesaya 9:1-6

Manusia membutuhkan nasihat. Pada level internasional, kita memiliki para pemikir terbaik dalam wadah PBB untuk memikirkan pemecahan atas masalah-masalah dunia. Pada level nasional, setiap presiden pasti meminta nasihat dari orang-orang terbaik yang ditetapkan untuk duduk dalam jajaran pemerintahannya. Pada level personal, setiap orang di antara kita pasti akan mencari nasihat untuk hal-hal khusus kepada orang-orang yang dianggap ahli, entahkah itu masalah keluarga, keuangan, kesehatan, dan lain sebagainya.

Persoalannya, pengetahuan manusia terbatas dan sudah tercemar dengan dosa. Puji Tuhan, tujuh ratus tahun sebelum kelahiran Yesus Kristus, telah dinubuatkan bahwa Sang Juruselamat adalah Sang Penasihat Ajaib. Inilah jawaban bagi kebutuhan kita, karena di dalam Kristuslah tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan (Kolose 2:3). Yesus Kristus bukan seorang Penasihat biasa—tetapi Penasihat Ajaib (Yesaya 9:5)—karena keilahian-Nya. Pada mulanya, Ia (telah) bersama-sama dengan Allah dan segala sesuatu dijadikan oleh Dia (Yohanes 1:1-3). Bukankah ini melegakan kita? Sang Imanuel beserta kita bukan sekadar untuk memeluk, menyatakan penghiburan, dan menguatkan kita, tetapi juga memberi kita tuntunan dan nasihat konkret menyangkut masalah-masalah terberat dalam kehidupan kita. Memahami nasihat dan tuntunan-Nya boleh jadi memerlukan proses, namun yang pasti bukan seperti meraba-raba dalam gelap karena sudah ada jaminan dari Dia. Jika Yesus Kristus adalah Allah yang menyertai kita dan bersedia menjadi Penasihat Ajaib bagi kita, pertanyaannya adalah, “Bersediakah Anda untuk sungguh-sungguh mempercayai dan mengikuti tuntunan-Nya tanpa membantah?” [MT]

Kolose 2:3
“Sebab di dalam Dialah tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan.”

Sesungguhnya Aku Ini adalah Hamba Tuhan (Natal)

Bacaan Alkitab hari ini:

Lukas 1:26-38

Bagaimana rasanya jika kepada kita dipercayakan suatu hal yang besar? Selalu ada dua kemungkinan, yaitu merasa bangga karena menjadi orang yang terpilih atau merasa gentar karena besarnya tanggung jawab yang harus dipikul. Nubuatan bahwa Sang Imanuel akan dilahirkan dari seorang perempuan muda (perawan, Yesaya 7:14) akan digenapi melalui Maria (Lukas 1:27). Dialah yang terpilih! Ketika menjumpai Maria, malaikat Gabriel memberitahukan rancangan besar Allah melalui dirinya: Ia akan mengandung dan melahirkan Yesus, Sang Juruselamat yang disebut Anak Allah Yang Mahatinggi, dan kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan (Lukas 1:31-33). Maria kebingungan karena dia tidak mengerti bagaimana hal itu dapat terjadi, sebab ia belum bersuami. Akan tetapi, kebingungannya terjawab lewat penjelasan malaikat Gabriel (1:35).

Saat mendengarkan penjelasan tersebut, Maria pasti memikirkan konsekuensi logis dari apa yang dipercayakan kepadanya: Yusuf—tunangannya—serta keluarganya sendiri serta masyarakat dapat menyalahpahami dia. Selain itu, apakah dia siap untuk membesarkan seorang anak yang istimewa? Akan tetapi, Allah mengerti ketakutan Maria. Oleh karena itu, Allah yang telah merancang segala sesuatu menyampaikan contoh bahwa bagi Allah tidak ada yang mustahil: Elisabet, sanaknya yang mandul, sedang hamil (1:36). Sebagai respons, Maria memilih untuk tunduk dan berserah dipakai oleh Allah. Renungkanlah sikap Maria yang memilih untuk tunduk sebagai hamba itu. Bila saat ini Allah meminta Anda melakukan sesuatu yang mengandung risiko besar, apakah Anda akan menerima tugas itu atau Anda akan mencari-cari alasan untuk menolak? [MT]

Lukas 1:38a
Kata Maria: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.”