Hari-hari Raya

Imamat 23

Bacaan Alkitab hari ini mendaftarkan hari-hari terpenting bagi orang Yahudi, yaitu sabat dan hari-hari raya tahunan yang terdiri dari hari raya Paskah dan hari raya Roti Tidak Beragi (23:5-8), hari raya Tujuh Minggu atau hari raya Pentakosta (23:15-22), serta hari-hari raya yang dilakukan pada bulan ketujuh, yaitu hari peniupan serunai pada tanggal satu (23:24-25), hari Pendamaian pada tanggal sepuluh (23:27-32), dan hari raya Pondok Daun pada hari kelima belas (23:34-43).

Perayaan Sabat berkaitan dengan keterbatasan manusia yang memerlukan waktu untuk beristirahat, bersosialisasi (bersekutu dengan sesama umat Allah), dan menyembah Allah. Orang yang bekerja tujuh hari seminggu tanpa beristirahat akan kelelahan. Tanpa relasi dengan orang lain dan tanpa relasi dengan Tuhan, seseorang akan menjadi tidak normal (aneh). Fisik, emosi, dan kerohanian kita akan lebih normal bila kita menyediakan waktu khusus untuk beristirahat dan menjalin relasi (dengan sesama dan dengan Tuhan). Saat ini, orang Kristen pada umum-nya beristirahat, bersosialisasi, dan beribadah pada hari Minggu (bukan hari Sabat) karena hari Minggu berkaitan dengan peristiwa yang amat penting bagi orang Kristen, yaitu hari kebangkitan Tuhan Yesus.

Hari raya Paskah Yahudi (peringatan keluarnya bangsa Israel dari Tanah Mesir) dan hari raya Pondok Daun (peringatan perjalanan bangsa Israel menuju ke Tanah Kanaan) tidak relevan bagi orang non-Yahudi. Gereja memaknai hari raya Paskah dengan makna baru, yaitu hari peringatan kebangkitan Kristus. Hari Pendamaian yang diulang setiap tahun sudah tidak diperlukan karena kematian Kristus di kayu salib yang hanya sekali (dan tidak perlu diulang) telah mendamaikan orang yang percaya kepada Kristus dengan Allah. Hari raya Pentakosta—hari raya pengucapan syukur atas datangnya masa panen—hanya cocok untuk masyarakat agraris. Oleh karena itu, hari raya ini diberi makna baru, yaitu hari kedatangan Roh Kudus yang terjadi tepat pada hari raya Pentakosta orang Yahudi. Sebagian gereja mengganti masa pengucapan syukur atas datangnya musim panen dengan membawa persembahan syukur bulanan karena masyarakat masa kini umumnya mendapatkan gaji bulanan. Dengan demikian, pemaknaan hari raya orang Yahudi diberi isi baru dalam kekristenan. Apakah Anda telah mendisiplin diri untuk setia beribadah dan mengikuti perayaan-perayaan gerejawi? [GI Purnama]

Memuliakan Tuhan dengan Persembahan

Imamat 22

Memberi persembahan berbeda dengan berbuat amal (melakukan kebaikan dengan tujuan agar mendapat balasan atau berkat dari Tuhan). Saat berbuat amal, kita melakukan kebaikan (sesuatu yang menguntungkan) terhadap orang yang menerima amal (objek amal). Akan tetapi, saat kita memberi persembahan kepada Tuhan, Tuhan tidak mendapat keuntungan apa pun. Memberi persembahan adalah res-pons terhadap kebaikan Tuhan. Saat memberi persembahan, seharusnya kita merasa bersyukur, bukan merasa berjasa kepada Tuhan. Memberi persembahan tidak sepatutnya disertai rasa bangga atau rasa superior (merasa diri tinggi atau terhormat) melainkan harus disertai kerendah-hatian. Itulah sebabnya, dalam bacaan Alkitab hari ini, jelas bahwa Allah menetapkan syarat kepada orang yang hendak memberi persembahan, yaitu bahwa orang itu harus tidak sedang berada dalam keadaan najis (kotor, tidak memenuhi syarat untuk mengikuti suatu upacara keagama-an). Orang yang najis harus membersihkan dirinya dan menunggu sam-pai dirinya menjadi tahir (bersih, layak mengikuti upacara keagamaan), Para imam yang menyelenggarakan upacara pengorbanan dan keluarga imam yang berhak mendapat bagian dari korban persembahan pun dikenakan persyaratan kekudusan sebelum diizinkan memakan bagian persembahan yang diperuntukkan bagi mereka.

Semua penjelasan di atas menunjukkan bahwa mempersembah-kan korban itu tidak boleh dilakukan dengan seenaknya. Binatang yang dipakai sebagai korban persembahan pun harus yang dalam kondisi sempurna (tidak bercacat). Mempersembahkan korban cacat merupa-kan penghinaan kepada Tuhan. Tuhan tidak berkenan kepada korban persembahan yang cacat. Karena Tuhan Yesus sudah mengorbankan diri-Nya sendiri sebagai korban yang sempurna (tanpa cacat), sekarang sudah tidak perlu lagi diadakan persembahan korban. Sekalipun demiki-an, kita masih bisa mempersembahkan uang, pikiran, dan tenaga kita untuk kepentingan pekerjaan Tuhan melalui gereja-Nya. Apakah Anda sudah berusaha memberikan yang terbaik bagi Tuhan? Bila Anda adalah seorang yang sibuk, apakah Anda merasa bahwa sudah cukup bila Anda mempersembahkan uang, pikiran, dan tenaga sisa (seadanya) kepada Tuhan? Bila Anda sudah sering terlibat dalam pelayanan, apakah Anda selalu berusaha melayani sebaik mungkin agar Tuhan dimuliakan? [GI Purnama]

Tuntutan bagi Pelayan TUHAN

Imamat 21

Jabatan sebagai seorang imam—apalagi sebagai imam besar—adalah jabatan yang terhormat. Akan tetapi, jabatan yang terhormat itu diiringi dengan tuntutan yang lebih tinggi daripada tuntutan terhadap rakyat biasa. Tingginya tuntutan Allah terhadap seorang imam terlihat dari peraturan menyangkut pengurusan jenazah. Pada masa itu, bila ada orang yang meninggal, semua orang yang mendekati (apalagi meme-gang) jenazah menjadi najis selama tujuh hari (lihat Bilangan 19:14). Oleh karena itu, seorang imam tidak boleh mengurus orang mati, kecuali bila yang meninggal adalah kerabat terdekat (orang tua, anak, saudara laki-laki, dan saudara perempuan yang belum menikah, Imamat 21:1-3). Imam (yang sudah diurapi) yang merupakan anak sulung sama sekali tidak boleh mengurus jenazah—sekalipun yang meninggal adalah orang tuanya sendiri—supaya dia dapat tetap melaksanakan tugas di tempat kudus dalam Kemah Suci. Bila yang meninggal bukan keluarga dekat seorang imam, tentu saja jenazahnya tetap harus diurus, dan yang harus mengurus adalah orang-orang yang bukan imam. Aturan ketat yang lain yang berlaku bagi seorang imam adalah dalam memilih istri (21:7). Seorang imam (keturunan Harun) yang cacat tidak diizinkan melak-sanakan tugas di tempat kudus (21:21). Dengan kata lain, imam yang cacat tidak boleh menjalankan fungsi imam secara utuh.

Pada zaman ini, jabatan imam sudah tidak ada (karena saat ini su-dah tidak ada lagi system pengorbanan seperti yang berlangsung dalam Kemah Suci atau Bait Suci). Sekalipun demikian, orang yang ingin mela-yani Allah juga harus menjaga kesucian hidupnya agar bisa melaksana-kan tugas yang dipercayakan Allah kepadanya tanpa terhalang. Rasul Paulus mengatakan, “Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang kurang mulia. Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia.” (2 Timotius 2:20-21). Banyak hal menyangkut pekerjaan Tuhan yang bisa dikerjakan oleh orang percaya. Akan tetapi, bila seorang percaya tidak menjaga kehidupannya, ia tidak akan bisa mengerjakan pekerjaan besar untuk Tuhan! [GI Purnama]

Hidup dalam Kekudusan

Imamat 20

Hukum-hukum dalam pasal ini merupakan pengulangan dari hukum-hukum yang pernah dikemukakan di pasal 18-19, tetapi secara khusus ditambahkan masalah hukuman. Ada berbagai pelanggaran yang diancam dengan hukuman mati, yaitu menyerahkan anak kepada dewa Molokh (20:2), mengutuki orang tua (20:9), berselingkuh (20:10-12), bersetubuh dengan sesama jenis (20:13), bersetubuh dengan binatang (20:15-16), dan dirasuk arwah atau roh peramal (20:27). Molokh adalah dewa yang disembah oleh bani Amon. Anak yang diserahkan kepada Molokh bisa diserahkan untuk menjadi korban bakaran atau diserahkan untuk menjadi pelacur bakti (pelacur dalam suatu upacara penyembah-an, khususnya untuk memohon kesuburan tanah).

Inti dari pelanggaran yang mendatangkan hukuman mati adalah ketidaksetiaan. Penyembahan terhadap dewa-dewi dalam berbagai ungkapan (termasuk mempersembahkan anak) serta menjadi medium (penghubung antara manusia hidup dengan arwah orang mati) adalah ekspresi ketidaksetiaan kepada Allah. Perselingkuhan dengan istri orang lain merupakan ekspresi ketidaksetiaan terhadap istri sendiri. Perseling-kuhan yang dilakukan dengan anggota keluarga (kerabat) merupakan pengkhianatan terhadap keluarga. Persetubuhan dengan sesama jenis dan dengan binatang adalah ekspresi ketidaksetiaan terhadap kodrat manusia (Ingatlah bahwa dalam pandangan Allah, seorang pria hanya cocok bila berpasangan dengan seorang wanita, bandingkan dengan Kejadian 2:18-24).

Inti dari seluruh tuntutan Allah adalah agar umat Allah hidup dalam kekudusan. Artinya, hidup kita harus dikhususkan sepenuhnya untuk memuliakan Allah, yaitu dengan berpegang pada ketetapan Allah dan dengan melakukan firman-Nya (20:7-8). Allah memberikan Tanah Kanaan sebagai Tanah Perjanjian untuk bangsa Israel. Akan tetapi, Allah menghendaki agar bangsa Israel hidup menurut ketetapan TUHAN, bukan mengikuti cara hidup bangsa-bangsa di sekitar mereka (20:23). Orang tua adalah wakil Allah yang harus memimpin seluruh keluarga untuk menaati kehendak Allah. Oleh karena itu, menghormati orang tua merupakan perintah yang penting! Allah harus menempati tempat yang paling utama dalam kehidupan kita. Kita tidak boleh mengizinkan diri kita dikendalikan oleh sesuatu yang bukan Allah. [GI Purnama]

Mengasihi Sesama

Imamat 19

Dalam kekristenan, mengasihi Allah dan mengasihi sesama itu saling berkaitan. Bila kita sungguh-sungguh mengasihi Allah, kita pasti mengasihi sesama. Tidak mungkin kita benar-benar mengasihi Allah bila kita tidak mengasihi sesama. Iman bukanlah sekadar relasi dengan Allah dalam ruang tertutup. Bila kita sungguh-sungguh beriman kepada Allah, maka kita akan meniru cara pandang Allah dalam memandang segala sesuatu dalam kehidupan ini. Sewajarnyalah bila kita mengasihi sesama karena Allah mengasihi manusia. Standar kita dalam mengasihi Allah adalah sikap kita terhadap diri sendiri (19:18). Kita akan berbuat baik kepada sesama sebagaimana kita akan berusaha melakukan yang terbaik untuk diri kita sendiri. Bila kita tidak bisa mempedulikan (mengasihi) diri sendiri, mungkin hal itu disebabkan karena kita kurang memahami kasih Allah terhadap diri kita. Bila kita telah menerima kasih Allah, sudah sewajarnya bila kasih itu tersalur kepada orang lain.

Hukum-hukum Allah yang harus ditaati umat Israel itu mencakup lingkup yang amat luas. Perintah untuk menghormati orang tua, perintah memelihara hari Sabat, larangan membuat patung untuk disembah, serta larangan mencuri dan berdusta merupakan pengulangan dari sepuluh hukum (19:3-4,11-12,30). Larangan menabur dengan dua jenis benih dan memakai pakaian dari dua jenis bahan (19:19) merupakan hukum-hukum yang sulit dimengerti dan sudah tidak tepat bila diterapkan pada masa kini. Sekalipun demikian, sebagian besar hukum-hukum ini bersifat amat praktis, walaupun perlu penyesuaian saat hendak diterapkan pada masa kini. Saat panen, orang Israel harus dengan sengaja tidak memanen sampai habis, melainkan menyisakan hasil panen untuk orang miskin (19:9-10). Menyisakan hasil panen itu juga akan menolong para pendatang yang memerlukan bantuan (19:33-34). Terhadap orang kecil, orang Israel dilarang memeras, merampas, dan menahan upah (19:11-13). Sikap memikirkan kepentingan orang kecil seperti ini harus diperhatikan oleh para majikan atau orang kaya yang mempekerjakan orang lain pada masa kini. Para hakim harus berlaku adil (19:35-36): Membela orang miskin secara tidak wajar maupun membela orang kaya (orang besar) harus dihindari (19:15). Terhadap sesama yang bersalah, orang Israel tidak boleh membenci, membalas, atau mendendam, melainkan wajib menegor atau mengingatkan (19:17-18). [GI Purnama]

Jangan Mengikuti Kebiasaan Kafir

Imamat 18

Kehidupan di sekitar kita tidak selalu bisa menjadi contoh. Bahkan, dalam banyak hal, kita harus mempertahankan gaya hidup yang berbeda dengan lingkungan kita. Dengan tegas, Allah memerintahkan bangsa Israel agar tidak meniru perbuatan orang Mesir maupun orang Kanaan, melainkan mereka harus mematuhi peraturan dan ketetapan Allah. Dalam bacaan Alkitab hari ini, Allah melarang hubungan seks antar kerabat dekat (18:6-8), perselingkuhan (18:20) dan hubungan seks yang tidak wajar (18:22-24). Waktu manusia masih sedikit jumlahnya, pernikahan antar saudara tidak dapat dihindarkan. Akan tetapi, sesudah jumlah umat manusia berkembang, pembatasan itu penting. Sesudah terjadinya banjir besar pada zaman Nuh, gen (pembawa sifat keturunan) manusia telah rusak (cacat). Dalam hubungan pernikahan antar saudara, ada kemungkinan bahwa gen cacat akan bertemu dengan gen cacat yang sama dan menghasilkan keturunan yang cacat. Poligami terhadap wanita-wanita yang masih kerabat dekat adalah perbuatan yang akan membangkitkan rasa iri hati, sakit hati, dan perpecahan dalam keluarga. Perselingkuhan dengan ibu tiri—seperti yang terjadi dalam jemaat Korintus (1 Korintus 5:1)—merupakan perbuatan yang amat tercela.

Perkembangan teknologi informasi telah membuat berbagai berita tentang hubungan seks yang tidak wajar (termasuk LGBT dan hubungan seks dengan binatang) tersebar luas. Para aktivis LGBT terus berusaha agar keberadaan mereka bisa diterima oleh masyarakat. Beberapa negara Barat telah melegalkan hubungan sesama jenis. Bila tidak diwaspadai, gejala buruk ini bisa meluas pula di Indonesia. Orang Kristen harus menolak penyimpangan seksual ini sejak dini. Dilegalkannya perni-kahan sejenis di sebagian negara Barat amat menyedihkan. Perjuangan menegakkan hak asasi manusia tidak boleh dilakukan sambil menentang ketetapan Allah. Allah telah menetapkan bahwa pernikahan hanya boleh terjadi di antara seorang pria dan seorang wanita (Kejadian 2:24). Gereja harus menentang dengan tegas setiap penyimpangan terhadap ketentuan Allah tentang pernikahan ini. Sikap sebagian gereja di negara Barat yang merestui pernikahan sejenis harus ditolak! Saat berinteraksi dengan orang-orang yang beragama lain, kita harus toleran, tidak memaksa, tetapi tidak boleh kompromi. Apakah Anda memiliki tekad untuk menaati Allah dalam segala situasi? [GI Purnama]

Kebebasan yang Terbatas

Imamat 17

Sebelum aturan tentang persembahan korban yang berpusat di Kemah Suci atau Kemah Pertemuan ditetapkan, bangsa Israel mempersembahkan korban di mana saja. Akan tetapi setelah Kemah Suci didirikan, persembahan korban harus dilakukan di Kemah Suci dan yang menyelenggarakan upacara pengorbanan haruslah seorang imam. Pada zaman itu, masyarakat zaman itu biasa mempersembahkan korban kepada jin-jin di padang. Melalui aturan bahwa persembahan korban harus di Kemah Suci, Allah mencegah umat-Nya mengikuti kebiasaan kafir itu. Yang menjadi pertanyaan, “Mengapa orang Israel tidak boleh menyembelih lembu atau domba atau kambing sendiri?” (17:3-4). Kita perlu memahami bahwa perintah TUHAN ini diberikan saat bangsa Israel berada dalam perjalanan menuju Tanah Kanaan. Karena mereka belum menetap, daging binatang ternak terbatas. Oleh karena itu, seluruh daging ternak yang halal dipakai untuk upacara pengorbanan. Bangsa Israel hanya makan daging pada hari raya. Itulah sebabnya, saat mereka bosan memakan “manna” saja, mereka melakukan “demo” meminta daging kepada Musa (Bilangan 11:1-4). Kita juga perlu menyadari bahwa peraturan pembatasan memakan daging itu hanya bersifat sementara. Setelah mereka memasuki Tanah Kanaan, peraturan pembatasan memakan daging itu akan dicabut dan mereka boleh bebas makan daging (Ulangan 12:10, 15).

Pada zaman ini, kita bebas makan daging. Akan tetapi, kita harus waspada agar kebebasan kita tidak melampaui batas. Kita tidak boleh mengikuti kebiasaan orang-orang yang tidak mengenal Allah, yang memberikan persembahan kepada roh-roh, baik ditujukan pada para dewa atau ditujukan kepada arwah orang yang sudah mati. Kita harus selalu menyadari bahwa Allah yang kita sembah adalah Allah yang cemburuan. Allah sakit hati bila kita menyembah ilah lain. Hanya Dia yang patut untuk disembah! Orang percaya tidak boleh menyembah ilah lain, apa pun alasannya! Menyembah ilah lain demi mendapatkan kekayaan, kekuasaan, jodoh, popularitas, kesenangan, dan sebagainya adalah terlarang! Walaupun kita bebas memakan apa pun atau melakukan apa pun, kita harus senantiasa menyadari bahwa ada batas yang tidak boleh diterjang, yaitu bahwa apa yang kita lakukan tidak boleh menghilangkan kesetiaan kita kepada Allah! [GI Purnama]

Kekudusan dan Kasih Allah

Imamat 16

Peringatan Hari Raya Pendamaian sudah tidak perlu kita lakukan lagi. Sekalipun demikian, memahami peringatan Hari Raya Pendamaian akan menolong kita untuk memahami dan menghargai kekudusan Allah. Sadarkah Anda bahwa pada zaman Perjanjian Lama, Imam Besar Harun tidak boleh sembarangan masuk ke Ruang Mahakudus untuk mengha-dap Allah yang menampakkan diri dalam awan di atas Tutup Pendamai-an, yaitu penutup Tabut Perjanjian (16:2)? Imam Besar Harun hanya diperkenankan memasuki Ruang Mahakudus sekali dalam setahun untuk menyelenggarakan upacara pada Hari Raya Pendamaian. Dia tidak bo-leh sembarangan masuk untuk bertemu dengan Allah! Sebelum masuk, Ia harus melepaskan pakaian jabatannya yang megah, lalu mengenakan pakaian kudus yang terdiri dari kemeja, celana, ikat pinggang, dan serban yang semuanya terbuat dari lenan sederhana (16:4). Sebelum mempersembahkan korban bagi umat Israel, Imam Besar Harun harus lebih dulu mempersembahkan lembu jantan sebagai korban penghapus dosa bagi dirinya sendiri dan bagi keluarganya (16:6,11). Setelah itu, barulah ia boleh mempersembahkan korban bagi umat Israel. Dari umat Israel, Imam Besar Harun mengambil dua ekor kambing jantan untuk korban penghapus dosa dan seekor domba jantan untuk korban bakaran (16:5). Dua ekor kambing jantan itu diundi: satu untuk TUHAN dan satu untuk Azazel (16:8). Kambing jantan untuk TUHAN diolah sebagai korban penghapus dosa, sedangkan kambing jantan untuk Azazel dilepaskan bagi Azazel ke padang gurun (16:10).

Kita sulit memastikan apa atau siapa yang dimaksud dengan Azazel. Akan tetapi, sebelum kambing jantan untuk Azazel dilepaskan, Harun harus meletakkan kedua tangannya ke atas kepala kambing jantan itu, mengakui segala kesalahan umat Israel dan menanggungkan semua dosa umat Israel ke atas kepala kambing jantan itu, baru kemudian ia melepaskan kambing jantan itu ke padang gurun. Upacara pelepasan ini mengingatkan kita kepada perkataan Yohanes Pembaptis saat melihat Tuhan Yesus, "Lihatlah Anak domba Allah, yang mengang-kut dosa isi dunia.” (Yohanes 1:29, Alkitab Terjemahan Lama). Allah itu kudus sehingga Ia tidak bisa menerima keberadaan dosa. Akan tetapi, Allah itu kasih sehingga Anak Tunggal-Nya—Yesus Kristus—diutus untuk mengangkut dosa-dosa kita melalui kematian-Nya di kayu salib! [GI Purnama]

Kekudusan Seksual

Imamat 15

Ada tiga macam cairan—yang keluar dari tubuh manusia—yang membuat seseorang menjadi najis, bahkan bisa membuat orang atau benda yang tersentuh cairan itu menjadi najis. Ketiga cairan itu adalah lelehan yang keluar karena adanya penyakit kelamin, cairan mani pria, dan lelehan darah wanita yang keluar saat cemar kain (haid). Ketiga cairan itu menjadikan yang bersangkutan menjadi najis, tetapi “kadar” kenajisannya berlainan. Lelehan karena penyakit kelamin (15:2-15) membuat manusia dan benda yang tersentuh menjadi najis. Bekas tempat duduk dan ludahnya pun membuat orang yang tersentuh atau terkena menjadi najis. Mungkin peraturan kenajisan ini dibuat agar penyakit kelamin tersebut tidak menular kepada orang lain. Bila orang yang sakit itu telah sembuh (tidak mengeluarkan lelehan lagi), ia harus melewati tujuh hari lagi sebelum bisa dinyatakan sembuh, dan ia harus membawa dua ekor burung tekukur atau burung merpati kepada imam untuk dipakai sebagai korban penghapus dosa dan korban bakaran. Cairan mani yang tertumpah (15:16-18) membuat sang pria dan wanita yang tidur dengan pria itu menjadi najis sampai matahari tenggelam. Kewajiban mereka adalah mandi dan mencuci pakaian yang terkena tumpahan mani. Lelehan darah saat haid (15:19-24) membuat sang wanita dan pria yang tidur dengan wanita itu menjadi najis selama tujuh hari, dan setiap tempat tidur yang mereka tiduri menjadi najis. Orang yang tersentuh tempat tidur mereka atau tersentuh banda yang diduduki wanita yang sedang haid menjadi najis sampai matahari tenggelam. Bila pendarahan itu berkepanjangan (15:25-30), efek kenajisan terus berlaku sampai pendarahan berhenti (bukan hanya seminggu). Setelah pendarahan berhenti, proses pentahiran berlaku sama seperti pentahiran pada pria yang berpenyakit kelamin.

Proses pentahiran dalam Imamat 15 ini sudah tidak berlaku lagi pada masa kini karena pengorbanan Tuhan Yesus telah mencakup penebusan dalam masalah seksual. Sekalipun demikian, semua orang percaya perlu mengingat bahwa kita harus menjaga kekudusan dalam hal kehidupan seksual. Hubungan seksual yang tidak wajar (bukan antara suami istri) harus dihindari agar kita tidak terjangkit penyakit kelamin. Apakah Anda sudah membiasakan diri untuk mendisiplin pikiran dan cara hidup agar terhindar dari godaan seksual? [GI Purnama]

“Penyakit” yang Tidak Dapat Diobati

Imamat 14

Penyakit kusta adalah penyakit khusus yang tidak dapat diobati de-ngan obat. Dalam Alkitab, beberapa kali penyakit ini muncul sebagai wujud hukuman Allah. Miryam—kakak Musa—mengata-ngatai Musa karena Musa mengambil seorang perempuan Kush sebagai istri, lalu ia mempertanyakan kepemimpinan Musa. Sikap Miryam ini tidak berkenan di hati Tuhan, sehingga Miryam dihukum Tuhan dengan penyakit kusta (Bilangan 12). Saat Naaman—panglima raja Aram—disembuhkan dari penyakit kusta oleh Nabi Elisa, Naaman hendak memberi uang, tetapi Nabi Elisa menolak. Akan tetapi, tanpa seizin Nabi Elisa, Gehazi—pembantu Nabi Elisa—justru melakukan siasat untuk mendapat uang dari Naaman. Akibatnya, Gehazi dihukum Tuhan dengan penyakit kusta (2 Raja-raja 5). Uzia—raja Yehuda yang semula baik—menjadi sombong setelah posisinya kuat. Kesombongannya membuat ia ingin melaksana-kan sendiri upacara pembakaran ukupan yang hanya boleh diselengga-rakan oleh seorang imam. Akibatnya, Raja Uzia dihukum Tuhan dengan penyakit kusta (2 Tawarikh 26).

Ketiga contoh di atas menunjukkan bahwa penyakit kusta berkait-an dengan masalah rohani, sehingga penderita penyakit kusta dianggap najis (menjijikkan), harus diasingkan (sanksi sosial), dan dilarang meng-ikuti upacara keagamaan. Yang menentukan bahwa seseorang benar-benar terkena penyakit kusta adalah imam, bukan hakim atau tabib. Pemeriksaan penyakit kusta dilakukan secara teliti supaya perlakuan sanksi sosial tidak sampai diberlakukan kepada orang yang salah. Imam pula yang menentukan bahwa seseorang sudah tahir (bersih) dari penya-kit kusta. Adanya ketentuan pemeriksaan ketahiran oleh imam menun-jukkan bahwa orang yang terkena penyakit kusta bisa sembuh, tetapi bukan melalui pengobatan. Karena penyakit kusta bukan penyakit biasa, keputusan tahir harus dilakukan melalui serangkaian upacara.

Saat ini, penyakit kusta yang kita kenal dapat diobati dengan obat, sehingga berbeda dengan penyakit kusta pada zaman Alkitab. Akan tetapi, ada “penyakit” lain yang membuat setiap orang dilahirkan dalam keadaan “najis” di hadapan Allah, yaitu dosa. Dosa tidak dapat diobati dengan cara apa pun, kecuali melalui penebusan yang dilakukan oleh Tuhan Yesus di kayu salib! Apakah Anda sudah mengalami penebusan dosa yang bisa membuat Anda menjadi tahir? [GI Purnama]