Mengeluh itu Manusiawi!

Bacaan Alkitab hari ini:

Ayub 6-7

Jawaban Ayub terhadap perkataan Elifas dalam pasal 6-7 ini harus dipandang sebagai keluhan yang terlontar karena penderitaan yang Ayub alami amat berat. Keluhan berbeda dengan sikap memberontak kepada Allah. Perhatikan bahwa di tengah keluhannya, Ayub mengatakan, “sebab aku tidak pernah menyangkal firman Yang Mahakudus” (6:10). Ingatlah bahwa saat pergumulan Ayub diceritakan dalam pasal 1-2, narator kitab Ayub mengatakan, “Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya.” (2:10b). Keluhan bukan dosa. Keluhan merupakan respons manusiawi yang wajar. Keluhan harus dibedakan dengan pemberontakan atau perlawanan kepada kehendak Allah! Ayub tidak menyalahkan Allah, tetapi dia mengeluh karena beratnya penderitaan yang dia alami. Ingatlah pula bahwa saat Tuhan Yesus disalibkan, Dia mengatakan, “Eli, Eli, lama sabakhtani?” Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? (Matius 27;46b). Perkataan Tuhan Yesus ini pun merupakan keluhan, bukan protes kepada Allah Bapa.

Penderitaan merupakan bagian dari kehidupan setiap orang. Orang Kristen pun tidak bebas dari penderitaan. Sebagian orang mengalami penderitaan yang amat hebat dalam berbagai bentuk, termasuk penderitaan karena meninggalnya tulang punggung keluarga, kehilangan pekerjaan, tertimpa bencana alam, dan sebagainya. Saat seseorang mengeluh karena beratnya penderitaan yang harus ia tanggung, sering kali yang dibutuhkan bukan nasihat, melainkan adanya orang yang bersedia mendengar keluhannya dengan sabar. Daripada menasihati, sering kali lebih bijak bila kita mendoakan orang itu tanpa menghakimi. Kita bisa mendoakan secara langsung saat bertemu maupun mendoakan setelah tidak bersama-sama dengan orang yang sedang menderita itu. Saat mendoakan, janganlah isi doa kita itu berupa nasihat. Saat mendoakan, kita menempatkan diri bersama dengan orang yang sedang menderita untuk bersama-sama bergumul dan memohon kekuatan dari Tuhan.

Saat Anda mengetahui bahwa ada teman, keluarga, atau kenalan Anda yang sedang bergumul menghadapi penderitaan, apakah Anda selalu berusaha menempatkan diri di pihak orang yang sedang menderita itu? Apakah Anda menganggap penderitaan sahabat atau keluarga Anda sebagai penderitaan Anda sendiri? Sikap Anda menentukan apakah Anda menjadi berkat atau menambah beban penderitaan orang itu! [P]