Gema

Api Kemuliaan, Api Menghanguskan

Imamat 10:1-7

Kisah dalam bacaan Alkitab hari ini terlihat kontras dengan kisah sebelumnya (Imamat 9), yaitu bahwa Tuhan berkenan kepada umat-Nya dalam kehadiran api kemuliaan Tuhan. Dalam 10:1-7, Tuhan murka, sehingga Ia mendatangkan api yang menghanguskan Nadab dan Abihu, yaitu dua orang imam yang merupakan anak-anak Harun. Kesalahan mereka berdua adalah mempersembahkan “api yang asing”. Yang harus mereka persembahkan seharusnya adalah api yang telah diberikan oleh Tuhan (9:24), yaitu “api dari mezbah” yang harus dijaga agar terus menyala (6:12-13; 16:12), tidak boleh dari sumber lain.

Tuhan Allah menjelaskan mengapa peristiwa itu terjadi: “Inilah yang difirmankan TUHAN: Kepada orang yang karib kepada-Ku Kunya-takan kekudusan-Ku, dan di muka seluruh bangsa itu akan Kuperlihatkan kemuliaan-Ku” (10:3). Dalam bahasa Perjanjian Lama, arti kalimat di atas adalah, “Aku (Allah) harus diperlakukan kudus di muka seluruh bangsa”. Nadab dan Abihu adalah orang-orang yang dipercaya untuk menjalan-kan pelayanan keimaman yang mulia. Mereka menjadi contoh bagi kita—sebagai imamat rajani—agar kita menaruh rasa hormat dan mencintai kekudusan Tuhan. Dalam Alkitab, kita mempelajari prinsip yang berlaku secara umum dan berulang-ulang, yaitu bahwa semakin tinggi posisi dan tanggung-jawab kerohanian seseorang, semakin berat pula disiplin dan hukuman jika melakukan kesalahan.

Perjanjian Lama mengajar kita bahwa sikap Musa yang tidak menghormati kekudusan Allah (Bilangan 20:12) membuat dia tidak diizinkan memasuki Tanah Perjanjian. Dalam Perjanjian Baru, prinsip ini terdapat seperti dalam Lukas 12:48 dan Ibrani 6:4-6. Penulis surat Ibrani mengulang kembali prinsip di atas dengan tegas: “Sebab jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu. Tetapi yang ada ialah kematian yang mengerikan akan penghakiman dan api yang dahsyat yang akan menghanguskan semua orang durhaka … ” (Ibrani 10:26-31). Sebagai orang yang telah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran Allah, kita sebagai imamat rajani diingatkan bahwa Tuhan adalah api yang menghanguskan. Ingatlah bahwa sisi lain dari api kemuliaan adalah “api yang menghanguskan”, karena Tuhan harus diperlakukan kudus di hadapan umat-Nya. [GI Abadi]

Ingatlah Bagian untuk Para Imam

Bacaan Alkitab hari ini:
Imamat 7:22-38

Di dalam bacaan Alkitab hari ini, umat pilihan Allah kembali diingatkan agar tidak memakan lemak dari hewan yang dipersembahkan sebagai korban api-apian bagi Tuhan dan tidak memakan darah apa pun (baca juga 3:16b-17). Larangan ini dilatarbelakangi oleh keyakinan bahwa lemak dari hewan yang dipersembahkan sebagai korban adalah milik Tuhan dan darah merupakan sarana penebusan/pendamaian (bandingkan dengan 17:10 dan seterusnya). Seriusnya larangan itu diberikan melalui suatu peringatan, yaitu bahwa siapa pun yang melanggar ketetapan ini akan dilenyapkan dari antara bangsa Israel (7:25; 27).

Di dalam ritual (upacara) persembahan korban keselamatan, Tuhan “mengingat” para imam yang melaksanakan ritual tersebut serta menetapkan apa yang menjadi bagian bagi imam yang melaksanakan ritual serta bagi Imam Besar Harun dan anak-anak-Nya. Hal yang menarik di sini adalah bahwa Tuhan menetapkan “dada” dari persembahan unjukan dan “paha kanan” dari persembahan khusus pada korban keselamatan sebagai porsi yang harus disisihkan untuk imam Harun dan anak-anaknya (7:34). Jelaslah bahwa Tuhan Allah menaruh perhatian besar kepada mereka yang melayani persembahan dan yang membawa umat-Nya untuk beribadah kepada Tuhan Allah. Perhatikan bahwa bagian “kanan” adalah bagian terbaik bagi manusia, sedangkan “lemak” adalah bagian terbaik milik Tuhan.

Di dalam Perjanjian Baru, Rasul Paulus mengingatkan jemaat Tuhan (di kota Korintus) agar mereka memperhatikan bagian yang harus dikhususkan bagi mereka yang menjadi pemberita Injil dengan cara membandingkan pelayanan mereka yang memberitakan kabar baik dengan mereka yang melayani mezbah. “Tidak tahukah kamu, bahwa mereka yang melayani dalam tempat kudus mendapat penghidupannya dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang melayani mezbah, mendapat bahagian mereka dari mezbah itu? Demikian pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu” (1 Korintus 9:13-14). Tuhan begitu peduli terhadap umat-Nya dan juga terhadap para pelayan-Nya. Di dalam konteks masa kini, apakah Anda juga memperhatikan dan menaruh hormat kepada pelayan-pelayan Tuhan? [GI Abadi]

Api Yang Tetap Menyala

Bacaan Alkitab hari ini:
Imamat 6:8-30

Tuhan Allah memberi petunjuk yang sangat terperinci tentang cara mempersembahkan korban kepada-Nya. Berbeda dengan bacaan Alkitab sebelumnya, bacaan Alkitab hari ini berisi instruksi kepada para imam, yaitu Harun dan anak-anaknya.

Untuk pengaturan korban bakaran, para imam diingatkan untuk menjaga supaya “api di atas mezbah tetap menyala”. Api yang menyala mengingatkan umat Israel akan (1) kehadiran Allah yang menjadi penuntun dan pelindung mereka (Keluaran 13:21), serta (2) murka Allah yang membakar dosa dan para pendosa (Imamat 10:1-3). Api yang dijaga agar tetap menyala mengingatkan bahwa kehadiran Allah selamanya ada dan sekaligus mengingatkan tentang kebutuhan penebusan dari dosa dan pengudusan yang terus-menerus.

Dalam pengaturan tentang korban sajian, kita melihat bahwa Tuhan Allah sangat memperhatikan para pelayan-Nya (para imam). Dia memerintahkan bahwa sisa selebihnya dari korban sajian yang telah dikhususkan untuk Tuhan merupakan bagian untuk Harun dan anak-anak-Nya. Namun, jika imam-imam itu sendiri yang mempersembahkan korban sajian kepada Tuhan, seluruh korban sajian itu harus dibakar untuk Tuhan menjadi bau yang menyenangkan bagi Tuhan.

Pengaturan korban penghapus dosa mengajarkan tentang kekudusan Allah. Kekudusan memiliki kualitas “menjalar”. Setiap orang yang tersentuh (terkena) sesuatu yang kudus akan terpengaruhi sehingga menjadi kudus (6:18b). Darah yang menguduskan mezbah dan barang-barang suci lain-nya tidak boleh menyentuh barang-barang lain. Oleh karena itu, perlu dilakukan tindakan segera, apakah barang-barang terebut dibersihkan atau dicuci (6:27) atau dihancurkan (6:28).

Melalui pengaturan persembahan korban, kita melihat bahwa Tuhan Allah sangat mempedulikan umat-Nya. Dia ingin agar umat-Nya mengenal Dia sebagai Allah yang berinisiatif untuk membawa mereka kepada hubungan yang benar, baik itu berupa pendamaian melalui persembahan korban-korban tersebut maupun berupa peringatan akan kekudusan Allah. Syukur kepada Tuhan Yesus! Melalui karya Tuhan Yesus di atas kayu salib, seluruh maksud upacara persembahan korban sudah digenapi. Tuhan Yesus sekali saja menjadi korban di kayu salib, dan dampaknya untuk selama-lamanya (Ibrani 7:27). [GI Abadi]

Korban Penebus Salah Sudah Tersedia

Bacaan Alkitab hari ini:
Imamat 5:14-6:7

Dalam bacaan Alkitab hari ini, dijelaskan tentang jenis persembahan korban yang terakhir, yaitu “korban penebus salah”. Semua jenis persembahan—termasuk korban bakaran, korban keselamatan, dan korban penyucian—mencakup penumpahan darah yang berhubungan dengan “mengampuni kesalahan”. Akan tetapi, persembahan “korban penebus salah” memiliki ciri khas, yaitu memberi ganti rugi terhadap orang yang telah dirugikan secara materi karena kesalahan dan pelanggaran pemberi persembahan, sekaligus memohon pengampunan kepada Tuhan Allah sendiri. Pelanggaran yang disebutkan di sini adalah pelanggaran kepercayaan (“berubah setia’).

Ada tiga jenis pelanggaran di sini: Pertama, pelanggaran yang berhubungan dengan “sesuatu hal kudus”, artinya segala sesuatu yang sudah dipersembahkan kepada Tuhan Allah, untuk para imam dan kemah Allah. Apa yang diperlukan untuk menebus kesalahan ini adalah pengorbanan seekor domba jantan yang tidak bercela dan pembayaran ganti-rugi yang ditambah 20% dari nilai itu. Kedua, pelanggaran yang tidak jelas tetapi sang penyembah “merasa bersalah” sekalipun dia tidak tahu pelanggarannya. Pemberi persembahan hanya mempersembahkan korban untuk mendapatkan pengampunan dari Tuhan Allah, tetapi tidak perlu membayar ganti-rugi 120 % tersebut. Ketiga, pelanggaran yang merugikan orang lain karena merusak kepercayaan menyangkut materi, termasuk barang yang dipercayakan, rampasan, pemerasan, atau penyangkalan terhadap barang yang ditemukan. Pelanggaran ini ditebus dengan mempersembahkan seekor domba jantan ditambah dengan ganti-rugi sebesar 120%. Untuk kasus serupa, jika yang melanggar tidak mau mengaku, namun terbukti bersalah, pembayaran ganti-rugi mencapai 200% (Keluaran 22:7-15). Pemberian ganti rugi kepada sesama harus dilakukan sebelum mempersembahkan korban kepada Tuhan. Pelanggaran secara aspek horizontal harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum aspek vertikal (hubungan dengan Tuhan) diselesaikan.

Dalam Yesaya 53, yang dipercayai sebagai nubuatan tentang Kristus Yesus, disebutkan tentang korban penebus salah (Yesaya 53:10). Jadi, kematian Kristus merupakan korban penebus salah—karena dosa-dosa horizontal kita juga—yang telah memuaskan Allah. Oh, betapa indahnya karya pengorbanan Yesus! [GI Abadi]

Ingat, Lemak Adalah Kepunyaan Tuhan!

Bacaan Alkitab hari ini:
Imamat 3

Bacaan Alkitab hari ini mengajarkan tentang persembahan korban keselamatan. Tujuan persembahan korban keselamatan adalah untuk mendapatkan keselamatan (damai-sejahtera) serta menjalin persekutuan antara yang mempersembahkan dengan Tuhan. Persembahan korban keselamatan merupakan ungkapan syukur kepada Allah atas segala berkat-Nya. Di pasal 7, kita bisa membaca tentang tiga macam persembahan korban keselamatan, yaitu korban syukur, korban nazar, dan korban sukarela (7:11, 16). Perhatikan bahwa dalam upacara persembahan korban keselamatan, sesudah bagian untuk Tuhan Allah dipersembahkan lebih dahulu, orang yang mempersembahkan dan para imam ikut mendapat bagian makanan dari persembahan korban ini.

Prosedur mempersembahkan korban keselamatan ini mirip dengan persembahan korban bakaran, termasuk hal menyiramkan darah ke sekeliling mezbah. Binatang yang dipakai sebagai korban keselamatan dapat berupa lembu atau kambing domba, tetapi—berbeda dengan korban bakaran—binatang yang dipersembahkan dapat berupa hewan jantan maupun betina. Hal ini menunjukkan bahwa korban keselamatan tidak sepenting korban bakaran (yang harus berupa binatang jantan). Hanya bagian lemak dari binatang—yang dibakar semuanya sebagai korban api-apian—yang baunya menyenangkan bagi Tuhan. Lemak dipandang sebagai bagian yang terbaik dari binatang. Mempersembahkan semua lemak kepada Allah merupakan pengakuan bahwa Tuhan itu layak menerima segala hormat dan pujian.

Bagaimana dengan mereka yang menganggap rendah ritual persembahan korban ini? Alkitab memberikan peringatan melalui kisah Imam Eli yang membiarkan anak-anaknya—sebagai imam-imam—memakan lemak dari persembahan ini. Eli ditegur karena ia dianggap lebih menghormati anak-anaknya daripada menghormati Tuhan (1 Samuel 2:29). Imam Eli bukan hanya mendapat teguran, tetapi Tuhan menghukum keluarganya karena “Segala lemak adalah kepunyaan Tuhan”. Selain lemak—bagi orang Israel—darah juga tidak boleh dimakan karena darah merupakan simbol kehidupan. Prinsip firman Tuhan dalam persembahan korban keselamatan adalah “Segala yang terbaik adalah kepunyaan Tuhan!” Berikanlah yang terbaik kepada Tuhan. Bagaimana dengan Anda? [GI Abadi]

Apakah Korban Sajian-mu?

Bacaan Alkitab hari ini:
Imamat 2

Dalam Imamat pasal 2, Tuhan Allah menjelaskan aturan dalam mempersembahkan korban sajian: Pertama, korban sajian terbuat dari tepung terbaik, minyak, dan kemenyan. Korban sajian bukan binatang. Hanya segenggam korban sajian yang dibakar di atas mezbah (2:2). Bagian selebihnya (yang tidak dibakar) diberikan untuk Harun (Imam Besar) dan anak-anaknya (para imam). Meskipun dapat dipersembahkan secara tersendiri, biasanya persembahan korban sajian dipersembahkan sesudah korban bakaran dipersembahkan lebih dulu.

Kata dalam bahasa Ibrani yang diterjemahkan sebagai “korban sajian” mengandung arti “penghormatan” atau “pemberian”. Oleh karena itu, orang yang mempersembahkan “korban sajian” seperti bawahan yang memberi “hadiah” untuk menyenangkan hati atasannya. Dengan demikian, persembahan “korban sajian” merupakan ungkapan “penghormatan” dari seorang penyembah yang setia kepada Tuhan yang telah menyelamatkan umat-Nya. Ketika mempersembahkan korban bakaran kepada Allah, umat Allah mendapat pengampunan dosa. Sebagai respons terhadap pengampunan yang telah mereka terima, umat Allah mengungkapkan rasa syukur dan ketaatan kepada Allah dengan cara mempersembahkan korban sajian. Korban sajian yang dibakar (hanya segenggam tangan) menjadi “bagian ingat-ingatan” dan korban api-apian yang baunya menyenangkan bagi Tuhan (2:2). “Bagian ingat-ingatan” berarti korban tersebut mengingatkan Tuhan akan perjanjian kasih setia-Nya terhadap umat-Nya yang dinyatakan melalui garam perjanjian yang dibubuhkan ke atas korban sajian (2:13).

Alkitab tidak menjelaskan arti dan fungsi dari bahan yang terkandung dalam korban sajian tersebut. Korban sajian tidak boleh mengandung ragi atau madu (2:11). Mungkin larangan ini disebabkan karena keduanya memiliki efek fermentasi yang bersifat “merusak”. Sebaliknya, korban sajian harus dibubuhi minyak dan kemenyan (2:15) yang membentuk nuansa “sukacita” atau “menyenangkan hati” (Amsal 27:9). Saat ini, kita sudah tidak perlu mempersembahkan korban sajian karena sudah ada korban yang sempurna, kekal, dan baunya menyenangkan hati Tuhan, yang disediakan Allah di dalam Kristus Yesus. Sebaliknya, kita dapat mempersembahkan hidup dan mulut kita sebagai pujian penghormatan bagi Tuhan. [GI Abadi]

Puji Syukur, ada Korban Bakaran

Bacaan Alkitab hari ini:
Imamat 1

Dalam bacaan Alkitab hari ini, Tuhan mengajarkan tentang tiga kategori binatang yang dapat dipersembahkan kepada Tuhan sebagai korban bakaran yang baunya menyenangkan bagi Tuhan (1:9, 13, 17), sehingga Allah berkenan. Ketiga kategori binatang tersebut adalah lembu (1:3-9), kambing atau domba (1:10-13), dan burung (burung tekukur atau anak burung merpati) (1:14-17). Adanya pilihan ini membuat orang Israel bisa memilih untuk memberikan persembahan korban sesuai dengan kemampuan keuangannya. Yang penting adalah bahwa seorang yang hendak mempersembahkan korban harus bersedia membayar harga (bandingkan dengan 2 Samuel 24:24).

Ada beberapa prinsip utama tentang persembahan korban bakaran yang perlu untuk kita perhatikan: Pertama, binatang yang dipersembahkan haruslah binatang jantan yang tidak bercacat cela (1:3, 10). Binatang yang cacat kurang bernilai sehingga tidak layak dipersembahkan kepada Tuhan (bandingkan dengan Maleakhi 1:8). Kedua, tindakan meletakkan tangan ke atas binatang yang dikorbankan (1:4) menunjukkan bahwa orang yang mempersembahkan korban mengidentifikasikan (menempatkan) dirinya sebagai korban bakaran tersebut. Korban bakaran itu menanggung segala kesalahan dan pelanggaran yang dilakukan oleh si pemberi persembahan. Ketiga, binatang yang dikorbankan harus dibakar seluruhnya untuk Tuhan. Penyiraman darah binatang ke sekeliling mezbah (1:11) dilakukan karena (pada hakikatnya) darah mengandung kehidupan. Tindakan di atas mencerminkan prinsip, ‘Jika kamu ingin hidup, maka sesuatu harus mati menggantikan kamu” (bandingkan dengan Keluaran 12:1-30).

Tuhan Yesus telah mempersembahkan diri-Nya untuk kita semua, umat manusia yang berdosa. Dia tidak bercacat cela (tidak berdosa) (Ibrani 9:14; 1 Petrus 1:19). Dia menanggung segala penyakit, kesengsaraan, dan dosa kita (Yesaya 53:5). Dia telah menjadi persembahan dan korban yang menyenangkan bagi Allah Bapa (Efesus 5:2). Dia mempersembahkan diri-Nya (tubuh-Nya) sendiri sebagai korban (Ibrani 7:27). Oh, sungguh ajaib dan indahnya pengorbanan Tuhan Yesus sebagai Anak Domba Allah! Apakah Anda merasa sedang memikul beban yang berat karena dosa dan pelanggaran yang Anda perbuat? Datanglah kepada Tuhan Yesus! [GI Abadi].

Memberi Bantuan

Bacaan Alkitab hari ini:
1 Korintus 16

Apakah memberi bantuan berupa uang kepada orang yang membutuhkan merupakan masalah rohani? Ada orang Kristen yang berpendapat bahwa tindakan mendoakan lebih rohani daripada memberi bantuan, sehingga lebih baik mendoakan daripada memberi uang. Benarkah demikian? Sebenarnya, mendoakan memang merupakan sesuatu yang harus dilakukan. Sekalipun demikian, tindakan nyata berupa memberi bantuan adalah tanggung jawab moral setiap orang percaya (bandingkan dengan Galatia 2:10). Dalam bacaan Alkitab hari ini, Rasul Paulus mengemukakan beberapa prinsip pengumpulan uang yang bisa menjadi pedoman saat orang Kristen hendak memberi bantuan kepada orang lain:

Pertama, memberi bantuan harus dilakukan secara sukarela, bukan karena terpaksa atau karena ingin dipuji. Kata “pengumpulan” yang dipakai oleh Rasul Paulus (16:1) berasal dari kata Yunani logia yang berarti pengumpulan uang secara ekstra (di luar kewajiban). Berbeda dengan persembahan yang diberikan secara rutin, persembahan seperti ini diberikan sesuai dorongan Roh Kudus di dalam hati. Ada orang yang tidak mampu, namun tetap memberi karena tidak mau dianggap miskin. Ada orang yang memberi supaya mendapatkan pujian. Motif-motif seperti itu tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Pemberian harus diberikan secara tulus, sesuai dengan dorongan Roh Kudus.

Kedua, pemberian dilakukan oleh semua jemaat, sesuai dengan kekayaan mereka (16:2). Jemaat yang miskin—jika hatinya tergerak—bisa memberi sedikit. Jemaat yang kaya—jika hatinya tergerak—seharusnya memberi lebih banyak. Jangan terbalik: Yang kaya memberi sangat sedikit, sedangkan yang lebih miskin malah memberi lebih banyak. Walaupun Roh Kudus tidak menentukan berapa jumlah yang harus diberikan, namun ketika seseorang tergerak untuk memberi, ingatlah bahwa yang lebih banyak diberkati seharusnya lebih banyak memberi.

Ketiga, Rasul Paulus mengajarkan bahwa pemberian harus disiapkan lebih dulu di rumah (16:2), dengan tujuan agar setiap orang benar-benar mempersiapkan hati untuk memberi (memeriksa motivasi hati dan memohon pimpinan Roh Kudus). Jumlah yang seharusnya diberikan sesuai dengan berkat yang diperoleh, sehingga pemberian itu berkenan di hati Tuhan dan membangkitkan sukacita di hati kita. [GI Wirawaty Yaputri]

Waspada Ajaran Sesat

Bacaan Alkitab hari ini:
1 Korintus 15:12-34

Beberapa waktu belakangan ini, muncul slogan yang popular di kalangan anak-anak muda (ABG). Slogan itu disingkat “YOLO” yang kepanjangannya adalah, “You Only Live Once”, yang artinya adalah, “Engkau hanya hidup sekali”. Karena hidup hanya sekali, hidup harus dinikmati, tidak perlu bersusah-susah, jangan berpikir ribet, jangan pusing-pusing, nikmatilah hidup ini dan lakukanlah apa yang Anda suka karena hidup hanya sekali. Slogan ini serupa dengan perkataan yang muncul dalam jemaat di kota Korintus, “Marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati” (15:32). Orang-orang dengan slogan seperti ini tidak memercayai adanya kebangkitan atau kehidupan kekal sesudah kematian. Pemikiran seperti ini nampaknya berasal dari seorang filsuf Yunani yang bernama Epikurus. Ia berkata, “kita tidak perlu takut terhadap kematian. Pada waktu kita hidup, kita tidak mati. Pada waktu kita mati, kita tidak hidup.”

Orang percaya tidak boleh memiliki prinsip hidup seperti itu karena Yesus Kristus telah bangkit dari kematian dan orang percaya kelak juga akan dibangkitkan (15:20-23). Kehidupan orang Kristen bukan hanya mencakup kehidupan yang singkat di dunia ini, karena orang yang percaya kepada Kristus akan dibangkitkan dan memperoleh hidup kekal. Oleh karena itu, orientasi hidup orang percaya tidak boleh hanya mencakup saat ini, tetapi juga meliputi kekekalan. Rasul Paulus mengatakan bahwa orang-orang Kristen yang hanya berorientasi pada kehidupan masa kini dan tidak memercayai kebangkitan adalah orang-orang yang paling malang, yang harus dikasihani. Untuk apa menjadi Kristen jika ternyata tidak ada kehidupan sesudah kematian? Kebangkitan Kristus menjamin adanya kemenangan atas dosa, dan selanjutnya menjamin adanya kebangkitan dari kematian (15:17-19).

Mengapa ada anggota jemaat Korintus yang tidak memercayai kebangkitan orang mati? Rasul Paulus mengatakan bahwa doktrin yang sesat itu muncul dari pergaulan yang buruk dengan guru-guru palsu atau guru-guru filsafat Yunani yang pemikirannya bertentangan dengan ajaran Alkitab. Kita harus waspada terhadap ajaran-ajaran sesat. Seorang ahli Perjanjian Baru yang bernama Leon Morris mengatakan bahwa doktrin menentukan perbuatan. Doktrin yang tidak benar dapat menghasilkan dosa. [GI Wirawaty Yaputri]

Yesus Bangkit

Bacaan Alkitab hari ini:
1 Korintus 15:1-11

Rasul Paulus mengangkat tema kebangkitan Yesus Kristus dalam suratnya karena ada anggota jemaat Korintus yang tidak memercayai kebangkitan orang mati (15:12). Ia menegaskan bahwa kebangkitan Yesus Kristus bukan mitos atau dongeng, melainkan fakta sejarah. Kebangkitan Yesus Kristus sudah dinubuatkan, baik di dalam Perjanjian Lama maupun oleh Yesus Kristus sendiri (15:3-4). Kebangkitan Yesus Kristus disaksikan oleh murid-murid-Nya dan disaksikan juga oleh lebih dari lima ratus orang percaya yang masih hidup pada waktu Rasul Paulus menuliskan suratnya kepada jemaat Korintus. Kebangkitan Yesus Kristus adalah hal yang tidak dapat disanggah karena ada ratusan saksi mata yang menyaksikan sendiri tubuh kemuliaan Yesus Kristus. Rasul Paulus adalah saksi mata yang terakhir (15:5-8).

Jika Yesus Kristus tidak bangkit, mustahil kebangkitan-Nya menjadi dasar pemberitaan (terjemahan dari kata dalam Bahasa Yunani, kerygma) Rasul Paulus serta para rasul yang lain, dan selanjutnya menjadi dasar pemberitaan gereja. Secara teologis, kita bisa mengatakan bahwa Yesus Kristus tidak hanya bangkit secara fisik dalam sejarah, tetapi Ia juga bangkit di dalam hati setiap orang percaya. Kebangkitan Yesus Kristus bukan hanya bersifat informatif, tetapi bersifat transformatif. Kebangkitan Yesus Kristus bukan hanya sekadar kabar gembira, tetapi kebangkitan-Nya memiliki kuasa dalam diri orang percaya. Oleh karena itu, berita yang disampaikan para rasul dan orang percaya yang lain telah berkumandang dari Yerusalem sampai ke daerah-daerah yang dikuasai oleh kekaisaran Romawi, termasuk kota Korintus. Hal ini merupakan bukti yang tidak dapat disanggah bahwa ada kuasa dalam berita kebangkitan Yesus Kristus.

Kebangkitan Yesus Kristus mengubah kehidupan setiap orang percaya secara pribadi. Fakta inilah yang seharusnya dilihat oleh orang yang tidak percaya. Kehidupan Rasul Paulus merupakan bukti nyata: Sebelumnya, Paulus adalah seorang penganiaya, pembenci kekristenan. Setelah bertemu dengan Yesus Kristus, ia mempersembahkan hidupnya kepada Kristus dan bekerja keras memberitakan Injil (15:10). Ia rela mengalami penderitaan karena pemberitaan Injil, bahkan ia rela mati demi pemberitaan Injil. Apakah Anda sudah mengalami kuasa kebangkitan Yesus Kristus dan memberitakan Injil? [GI Wirawaty Yaputri]