Hidup Dalam Pengharapan

Bacaan Alkitab hari ini:

Roma 15:1-13

Menurut Hal Lindsay, seseorang dapat bertahan hidup selama 40 hari tanpa makan, 3 hari tanpa minum, 8 menit tanpa oksigen, tetapi hanya bisa bertahan 1 detik tanpa harapan. Artinya, pengharapan merupakan dasar kehidupan yang harus ada dan tetap ada jika manusia mau tetap bisa bertahan hidup. Kehilangan pengharapan itu menghilangkan semangat dan melumpuhkan kehidupan. Sebaliknya, pengharapan membuat hidup menjadi bergairah, karena pengharapan itu seperti sauh (jangkar) yang kuat dan aman bagi jiwa kita (Ibrani 6:19).

Dalam bagian ini (Roma 15:1-13), Rasul Paulus menjelaskan bahwa pengharapan yang tersedia bagi jemaat Roma bersumber pada ketekunan orang percaya dan pada penghiburan yang berasal dari Kitab Suci (15:4). Jemaat harus bertekun untuk melaksanakan semua yang sudah dibicarakan dalam pasal-pasal sebelumnya, sesuai dengan maksud Tuhan dalam firman-Nya. Pengharapan Kristen itu menyangkut dua hal: Pertama, pengharapan Kristen itu berkaitan dengan ketekunan. Rasul Paulus berdoa agar saat menghadapi berbagai pencobaan, jemaat memiliki pengharapan yang bersumber dari Allah (15:13), agar mereka bisa tetap berdiri teguh dalam iman serta tetap bertahan hingga pada akhirnya, dan agar mereka tetap giat dalam pekerjaan Tuhan (1 Korintus 15:58, bandingkan dengan Yakobus 5:11). Kedua, pengharapan Kristen itu berkaitan dengan penghiburan. Dalam konteks yang luas, penghiburan itu diberikan Tuhan kepada jemaat yang teraniaya, sehingga mereka bisa tetap bertahan saat menghadapi berbagai tekanan yang timbul karena iman mereka kepada Kristus. Pengharapan merupakan sumber penghiburan bagi orang Kristen yang mengalami diintimidasi, dihina, disiksa, dipenjara, karena kesaksian iman mereka (Roma 8:35; 12:14). Penghiburan yang berlimpah-limpah itu bukan berasal dari manusia, melainkan dari Tuhan sendiri (15:13).

Kita tidak bisa menghalangi datangnya keadaan yang membuat kita merasa kecewa dan putus asa. Ada banyak penyebab yang bisa membuat kita kehilangan pengharapan. Akan tetapi, ingatlah bahwa keputusan kitalah yang menentukan apakah kita akan tetap berpegang pada pengharapan yang kita miliki atau tidak. Bersandarlah kepada Tuhan, maka Ia—Sumber Pengharapan kita—akan melimpahkan pengharapan dalam hidup kita. [Souw]

Sikap Tenggang Rasa

Bacaan Alkitab hari ini:

Roma 14:13-23

Dalam Kamus KBBI, “tenggang rasa” artinya: “sikap dapat (ikut) menghargai dan menghormati perasaan orang lain”. Dalam Roma 14:13-23, Rasul Paulus menyinggung mengenai sikap tenggang rasa satu dengan yang lain dalam komunitas orang percaya. Sikap ini perlu diutarakan, supaya orang yang imannya kuat tidak menjadi batu sandungan bagi mereka yang baru percaya dalam hal perbedaan pandangan mengenai masalah makanan dan minuman.

Paulus meminta kepada pihak-pihak yang berbeda pandangan tentang makanan dan minuman agar bersikap tenggang rasa satu dengan yang lain. Orang yang “kuat” diminta untuk menopang orang yang “lemah” (15:1). Ada orang yang bermental “lemah” dan tidak berani menikmati kebebasan sebagai seorang Kristen, tetapi menghakimi saudaranya yang “kuat”. Paulus berpesan agar jemaat tidak saling menghakimi (14:13), artinya jangan mempersoalkan siapa yang benar siapa yang salah mengenai makanan dan minuman. Baik orang yang “lemah” (yang menganggap makanan tertentu najis) maupun orang yang “kuat” (yang berpandangan bahwa dalam Tuhan Yesus tidak ada sesuatu yang najis) perlu bertenggang rasa menerima perbedaan itu (14:14). Bahkan, jika kaum yang “lemah” berpantang untuk tidak makan daging, atau minum anggur, mereka yang “kuat” jangan makan daging atau minum anggur (14:21). Apa tujuan Rasul Paulus membuat peraturan seperti itu? Pertama, makanan tak perlu dipersoalkan karena Kerajaan Allah bukan soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera, dan sukacita oleh Roh Kudus (14:17). Kedua, sikap mereka yang “kuat” yang tidak bertenggang rasa dalam soal makanan akan menimbulkan rasa sakit hati bagi saudaranya yang “lemah”. Sikap seperti ini berarti tidak mempraktikkan kasih dan membuat mereka yang “kuat” menjadi batu sandungan bagi mereka yang “lemah”.

Sikap tenggang rasa sangat dibutuhkan, baik dalam hubungan yang bersifat pribadi maupun bagi sebuah kelompok (komunitas orang percaya maupun perkumpulan umum). Bila keyakinan Anda berbeda atau Anda tidak setuju tentang sesuatu (pandangan tentang suatu hal, selera, sikap, dan sebagainya), Anda tidak boleh memaksa orang lain menerima keyakinan Anda . Anda harus menahan diri agar tidak melakukan sesuatu yang menurut orang lain tidak pantas atau tidak benar. Mengapa? Demi kebaikan dan kesejahteraan bersama. Itulah arti tenggang rasa! [Souw]

Jangan Menghakimi Saudaramu

Bacaan Alkitab hari ini:

Roma 14:1-12

Apa yang dimaksud dengan tindakan “menghakimi” dalam Roma 14:1-12? Mengingat bahwa proses penghakiman tidak disebut dalam surat Roma, jelas bahwa perintah “Jangan menghakimi” sesama anggota jemaat dalam surat ini bukanlah dimaksudkan untuk melarang proses pengadilan di pengadilan resmi yang sudah diatur dalam hukum Taurat, melainkan menghakimi dalam percakapan sehari-hari, baik dalam percakapan pribadi maupun dalam komunitas.

Menghakimi dalam percakapan sehari-hari adalah dilarang, baik oleh Tuhan Yesus sendiri (Matius 7:1-3) maupun oleh Rasul Paulus (14:13). Dalam perikop ini, konteks yang dituju oleh Rasul Paulus adalah menghakimi secara sembarangan, menuduh tanpa bukti, mencela tanpa perasaan, dan memaki-maki tanpa belas kasihan. Rasul Paulus mengecam kebiasaan orang yang suka mencela atau menyalahkan orang lain secara sembarangan, baik yang menyangkut ketidakbenaran dalam dasar penghakiman maupun menyangkut ketidakadilan dalam penghakiman yang dilakukan. Ada tiga masalah yang dibahas dalam bacaan Alkitab hari ini: Pertama, mengenai soal makan atau tidak makan. Orang yang makan jangan menghina yang tidak makan, dan orang yang tidak makan jangan menghakimi orang yang makan (14:3).Kedua, mengenai hamba orang lain. Ada orang yang kepoh(senang mencampuri urusan orang lain), termasuk terhadap hamba orang lain. Status sosial hamba pada saat itu sangat rendah: dia adalah milik tuannya. Dia terikat dengan tuannya, tetapi dia manusia bebas bagi orang lain, sehingga orang yang bukan tuannya tidak boleh menghakimi hamba itu (14:4). Ketiga,mengenai sikap terhadap hari tertentu. Ada orang yang menganggap hari yang satu lebih penting dari pada hari yang lain, tetapi orang lain menganggap semua hari sama saja. Jangan saling menghakimi mengenai hari tertentu seolah-olah pendapat diri Andalah yang paling benar. Siapa berpegang pada suatu hari yang tertentu, ia melakukannya untuk Tuhan (14:5-6). Jangan mempersoalkan hal yang bisa menimbulkan perdebatan yang tidak perlu (tidak penting).

Untuk menjauhi sikap saling menghakimi, sikap toleran sangat dibutuhkan dalam komunitas orang percaya. Walaupun berbeda pandangan atau sikap, Kita harus bisa menerima keberadaan sesama kita. Jangan memusuhi orang yang berbeda pandangan! Dibutuhkan sikap toleran agar kita terhindar dari fanatisme yang sempit. [Souw]

Realitas Hidup Yang Baru

Bacaan Alkitab hari ini:

Roma 13:8-14

Orang yang telah mengalami pembaruan di dalam Kristus memasuki realitas hidup yang baru. Hidupnya harus berpadanan dengan nilai-nilai yang Kristus ajarkan, yaitu hidup di dalam kasih terhadap semua orang, khususnya terhadap sesama orang percaya. Dalam realitas hidup yang baru ini, orang percaya harus menolak semua perbuatan memalukan yang bisa mencoreng nama baik diri sendiri serta bisa menjadi batu sandungan bagi orang lain.

Roma 13:8-14 memotivasi diri kita untuk hidup dalam realitas yang baru saat berhubungan dengan orang lain. Dalam realitas yang baru, Rasul Paulus menegaskan bahwa kita tidak boleh berhutang apa pun kepada siapa saja (13:8). Berhutang perlu dihindari karena orang yang berhutang—baik kepada seseorang, bank, atau lembaga keuangan—harus membayar hutang beserta bunganya. Bila tidak bisa membayar, pokok hutang tetap ada, dan bunganya terus bertambah dan semakin mencekik leher. Rasul Paulus memotivasi kita untuk hidup saling mengasihi, sama seperti kita mengasihi diri sendiri. Mengasihi sesama berarti memenuhi hukum Taurat dan menghindarkan kita dari perbuatan zinah, membunuh, mencuri, serta mengingini harta sesama (13:9). Dalam realitas yang baru, kita harus “bangun dari tidur”, artinya meninggalkan hidup yang lama. Kita harus menanggalkan perbuatan kegelapan yang memalukan dan mengenakan perlengkapan senjata terang (13:11-12). Kita harus hidup secara sopan, seperti pada siang hari. Kehidupan yang sopan menghindarkan kita dari pesta pora, kemabukan, percabulan, hawa nafsu, perselisihan, dan iri hati (13:13). Hal ini berarti bahwa kita harus berperang secara rohani melawan kodrat manusia lama. Tak mungkin kita bisa menang jika kita mengandalkan kekuatan diri sendiri. Kita harus mengenakan Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang agar kita dapat menang dalam peperangan rohani (13:14, bandingkan dengan 12:1).

Walaupun relasi dengan diri sendiri dalam realitas hidup yang baru merupakan karya Roh Kudus dalam pengudusan orang percaya, kita bertanggung jawab untuk mewujudkannya. Roh Kudus menguduskan hidup kita, sedangkan kita bertanggung jawab untuk mengusahakan terwujudnya kehidupan yang kudus dan berkenan di hati Allah. Apakah Anda sudah mematikan segala sesuatu yang duniawi dalam diri Anda? (Kolose 3:5). Apakah Anda sudah membuang hal-hal yang tak pantas ada dalam kehidupan Anda? (Kolose 3:8). [Souw]

Tunduk Kepada Pemerintah

Bacaan Alkitab hari ini:

Roma 13:1-7

Roma pasal 13 ini adalah kelanjutan dari Roma pasal 12. Setelah membahas relasi orang percaya dengan Tuhan (12:1-8) serta relasi orang percaya dengan sesama (12:9-21), Rasul Paulus melanjutkan dengan membahas relasi antara orang percaya dengan pemerintah (13:1-7). Pembaharuan yang dikerjakan Kristus mengubah relasi ke arah yang lebih baik dan ke segala arah. Walaupun pemerintah tidak sempurna, Tuhan meminta kita untuk takluk dan taat kepada pemerintah. Bahkan, sekalipun pemerintah dipimpin oleh kepala negara atau raja yang kejam, orang percaya tetap harus tunduk. Oleh karena itu, orang percaya juga harus tunduk terhadap pemerintah Roma, termasuk saat Nero yang memusuhi kekristenan menjadi kaisar Romawi (54-68 M).

Mengapa Rasul Paulus mengajar jemaat untuk tunduk kepada pemerintah? Pertama, karena keberadaan semua pemerintah termasuk dalam kedaulatan Allah. Jika pemerintah itu lalim, Allah sendiri yang akan menumbangkan pada waktunya. Allah yang berhak menghakimi pemerintah, yang baik maupun yang jahat. Melawan pemerintah yang berwewenang atas diri kita berarti melawan ketetapan Allah (13:1). Kedua, Pemerintah adalah alat di tangan Allah untuk menjamin keteraturan dan kemakmuran rakyat (13:3-4). Tugas pemerintah adalah menjaga keamanan, kedamaian, ketertiban, kesejahteraan sosial, menciptakan lapangan kerja, menyediakan sarana transportasi, membuat infrastruktur, dan sebagainya. Betapapun korupnya sebuah pemerintahan, tetap lebih baik daripada tidak ada pemerintah. Selain itu, pemerintah juga bertugas untuk membalaskan murka Allah atas orang yang berbuat jahat. Oleh karena itu, pemerintah memiliki kuasa untuk menghukum mereka yang berbuat jahat sesuai dengan hukum yang berlaku (13:4). Selanjutnya, Rasul Paulus mendorong orang percaya untuk membayar pajak (13:6-7). Hal ini penting agar pemerintah dapat menjalankan roda pemerintahan dan melaksanakan pembangunan bagi kesejahteraan rakyat.

Sebagai orang Indonesia, kita patut bersyukur untuk keberadaan pemerintah. Bagaimanapun kondisi pemerintah, kita harus tetap mendoakan, sehingga pemerintah peka terhadap situasi dan kondisi yang dihadapi rakyat serta melaksanakan tanggung jawabnya. Berdoalah agar pemerintah terus berusaha mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. [Souw]

Komunitas Yang Harmonis

Bacaan Alkitab hari ini:

Roma 12:9-21

Orang Kristen harus menyesuaikan diri agar tercipta hubungan yang harmonis dalam kehidupan bersama. Harus diakui bahwa menciptakan hubungan yang harmonis itu tidak mudah. Selalu ada alasan pribadi yang bisa menjadi kambing hitam yang menggagalkan keharmonisan hubungan. Dalam bacaan Alkitab hari ini (12:9-21), Rasul Paulus memberi solusi yang jelas dan praktis tentang bagaimana membentuk keharmonisan hubungan antar pribadi dalam kehidupan bersama.

Allah menciptakan kita untuk hidup dalam komunitas (kebersamaan dengan orang lain). Kita bukan hanya mahluk sosial yang harus bergaul dengan orang lain, tetapi kita juga makhluk relasional yang harus menjalin relasi (hubungan) dengan orang lain. Rasul Paulus memberikan beberapa petunjuk praktis: Pertama, kita harus saling mengasihi dan bersikap rendah hati. Setiap orang dalam kumpulan orang percaya harus menganggap orang lain lebih utama daripada dirinya. Dengan demikian, setiap orang akan saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahui dalam memberi hormat (12:10), memohon berkat Tuhan bagi orang yang berlaku jahat dan tidak mengutuk (12:14), mencari kesepakatan dalam hidup bersama dan tidak menganggap diri sendiri sebagai orang yang paling pandai (12:16), tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, melainkan melakukan apa yang baik bagi semua orang (12:17), berusaha sekuat tenaga untuk hidup damai dengan semua orang (12:18), tidak membalas orang yang berbuat jahat atau yang menyakiti hati (12:19). Terhadap orang yang memusuhi kita pun, kita harus memberi makan saat ia lapar dan memberi minum saat ia haus (12:20). Kedua, kita harus rela berkorban. Kerajinan kita tidak boleh kendor, melainkan roh kita harus tetap menyala-nyala untuk melayani Tuhan dengan melayani manusia (12:11). Kita harus bersedia membantu saudara seiman yang dalam kekurangan dan harus berusaha memberi tumpangan (12:13).

Hidup dalam kebersamaan tidak selalu mudah, terutama saat terjadi konflik. Membereskan hubungan yang telah saling melukai bisa seperti mengurai benang kusut. Sekalipun demikian, ingatlah bahwa Tuhan memanggil kita untuk meniru Kristus menjadi pembawa damai. Hiduplah dalam kebersamaan dengan kasih persaudaraan dan bersikaplah rendah hati. Sedapat-dapatnya, tumbuhkanlah kerelaan berkorban bagi kepentingan orang lain. [Souw]

Diperbarui untuk Beribadah

Bacaan Alkitab hari ini:

Roma 12:1-8

Ibadah yang sejati adalah komitmen kita kepada Allah untuk mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada-Nya (12:1). Ibadah yang sejati mengandung dua aspek: Pertama, kita harus menjalin komunikasi dengan Allah dalam kehidupan pribadi dan komunal (kebersamaan). Kita harus memuliakan nama-Nya secara pribadi maupun secara komunal (bersama dengan orang percaya lainnya dalam ibadah). Kita harus mempersembahkan seluruh hidup kita untuk menyenangkan Allah. Kedua,kita harus memiliki komitmen untuk melayani dengan karunia-karunia yang telah Allah anugerahkan kepada kita (12:6-8).

Setelah Paulus memaparkan konsep dan pemikiran yang bersifat teologis, Rasul Paulus beralih kepada pembicaraan yang bersifat praktis. Peralihan itu ditandai dengan frasa, “Karena itu” (12:1), yang berarti bahwa semua yang dibahas dalam pasal-pasal sebelumnya menjadi alasan bagi orang percaya untuk melakukan perintah-perintah dalam pasal-pasal selanjutnya. Mereka yang telah diperbaharui—dibenarkan oleh Kristus dan didamaikan dengan Allah—harus hidup dengan cara hidup yang baru. Kehidupan yang baru itu bukanlah kehidupan yang hanya menyangkut kepentingan diri sendiri, tetapi kehidupan yang menyangkut tanggung jawab bagi kepentingan orang lain. Mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Allah berarti bahwa seluruh anggota tubuh kita—mata, telinga, hidung, mulut, tangan, kaki, otak, organ-organ lain di tubuh kita—harus kita persembahkan seluruhnya kepada Allah. Selain itu, karunia yang dianugerahkan kepada kita harus kita manfaatkan untuk melengkapi tubuh Kristus (12:6-8). Dengan demikian, muara terakhir seluruh kehidupan kita adalah memuliakan Allah.

Gaya hidup seseorang harus berpadanan dengan status yang disandangnya. Sebagai orang percaya, kehidupan kita juga harus selaras dengan status kita sebagai hamba yang mengabdi kepada Sang Tuan. Kita adalah hamba yang sudah diperbarui oleh Tuan kita, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Apakah Anda sudah mempersembahkan seluruh hidup Anda sebagai persembahan yang hidup, kudus, dan yang berkenan kepada-Nya. Apakah seluruh anggota tubuh Anda sudah dipakai untuk kemuliaan-Nya melalui seluruh karunia yang telah Dia berikan? [Souw]

Keselamatan Bagi Bangsa-bangsa

Bacaan Alkitab hari ini:

Roma 11:11-36

Bayangkan bila suatu saat kita berdiri di hadapan takhta Allah, di tengah kumpulan besar orang banyak yang tak terhitung jumlahnya dari segala suku dan bangsa seperti yang digambarkan Rasul Yohanes dalam Wahyu 7:9. Saat itu, kita adalah salah seorang dari lautan manusia yang memuji dan memuliakan Allah di sorga. Bayangkan suka cita yang akan kita rasakan saat kita menyembah Allah bersama-sama dengan orang-orang kudusnya!

Senada dengan penglihatan Yohanes di Pulau Patmos bahwa keselamatan itu dikaruniakan kepada bangsa-bangsa (Wahyu 7:9-10), Rasul Paulus pun melihat bahwa dimungkinkan terjadinya penyelamatan sejumlah besar orang di luar Israel. Bayangkan bahwa ada berjuta-juta orang dari berbagai suku dan daerah di Indonesia (Jawa, Sunda, Batak, Manado, Papua, Padang, Aceh, Madura) dan juga orang-orang Eropa, Tionghoa, Arab, Amerika dan orang–orang dari berbagai suku dan daerah lainnya yang tidak terhitung banyaknya akhirnya menyembah Allah yang sejati. Kita termasuk salah satu di antaranya karena kita mengenal Allah yang sejati. Sadarkah Anda bahwa keselamatan yang kita terima bermula dari kekerasan hati bangsa Israel yang menolak Sang Mesias, yaitu Yesus Kristus? Pelanggaran mereka membuat keselamatan tersebar kepada bangsa-bangsa lain (11:11). Penolakan mereka, menjadi perdamaian bagi dunia (11:15). Bangsa-bangsa lain seperti tunas liar yang dicangkokkan ke akar pohon zaitun (11:16-24). Ketidakpercayaan Israel dipakai Allah untuk menjangkau bangsa-bangsa lain. Akan tetapi, Allah tidak melupakan bangsa pilihannya, Israel. Kasih karunia yang diberikan kepada bangsa-bangsa lain dimaksudkan untuk menimbulkan cemburu dalam hati mereka. sehingga mereka menyesal dan pada akhirnya berbalik kepada Yesus Kristus serta memperoleh keselamatan (11:11, 14, 26). Bagaikan cabang pohon yang telah dipatahkan, kemudian dicangkokkan kembali agar menemukan kehidupan, mereka menjadi bagian dari bangsa-bangsa yang berdiri di hadapan Allah untuk memuji dan menyembah-Nya (11:23-24).

Marilah kita merespons kemurahan Allah itu dengan hati yang bersyukur dan rendah hati. Mulai sekarang, marilah kita berusaha untuk menjalani hidup sesuai dengan rencana Allah. Marilah kita hidup memuliakan Dia dalam setiap langkah kehidupan kita. [Souw]

Sisa Israel

Bacaan Alkitab hari ini:

Roma 10:16-11:10

Siapa yang dimaksud dengan sisa Israel yang akan diselamatkan (11:1-10)? Ada orang yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah mereka yang mempunyai hak istimewa dalam hal keselamatan tanpa harus percaya kepada Kristus. Ikatan perjanjian Allah kepada Abraham, Ishak, dan Yakub, serta keturunannya—untuk menjadi umat pilihan—tetap melekat berdasarkan jalur keturunan yang mereka warisi. Jadi, mereka diselamatkan melalui jalur keturunan. Sekalipun bangsa Israel menolak berita Injil, keselamatan mereka dijamin Allah berdasarkan hak istimewa itu. Benarkah pendapat tersebut?

Roma 11:1-10 merupakan ajang perdebatan teologis: Siapa yang dimaksud dengan sisa Israel yang akan diselamatkan itu. Benarkah keselamatan itu memiliki dua jalur, yaitu melalui garis keturunan bapa leluhur dan melalui Yesus Kristus? Keselamatan hanya tersedia di dalam Kristus, tidak tersedia melalui cara lain! Ada banyak ayat yang secara ekslusif menyatakan bahwa jalan keselamatan itu hanya ada di dalam Yesus Kristus (Yohanes 14:6; Kisah Para Rasul 4:12). Roma 11 juga menunjukkan bahwa keselamatan hanya ada di dalam Kristus. Allah tidak mungkin menolak Israel, sebagai umat-Nya (11:1-2), bagi mereka yang ada di dalam Kristus. Sama seperti Allah menyisakan tujuh ribu orang yang tetap percaya kepada Allah pada jaman Elia, demikian juga Allah akan menyelamatkan orang-orang Israel yang percaya kepada Kristus dari mayoritas yang menolak-Nya (11:3-4). Paulus menyimpulkan, “Demikian juga pada waktu ini ada tinggal suatu sisa, menurut pilihan kasih karunia. Tetapi jika hal itu terjadi karena kasih karunia, maka bukan lagi karena perbuatan, sebab jika tidak demikian, maka kasih karunia itu bukan lagi kasih karunia” (11:5-6). Perhatikan pengulangan “menurut kasih karunia” yang ditekankan Paulus, yaitu bahwa Israel diselamatkan karena kasih karunia, bukan karena perbuatan atau karena hak istimewa yang melekat. Sisa Israel berbicara mengenai minoritas Israel yang percaya kepada Kristus di antara mayoritas yang menolak-Nya.

Melalui perenungan di atas, kita bisa meyakini bahwa bagaimanapun gelap dan jahatnya dunia, pasti akan selalu ada orang yang dipanggil Tuhan untuk datang dan percaya kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya. Oleh karena itu, kerjakan terus pemberitaan Injil dan jangan putus asa! [Souw]

Keseimbangan Rohani!

Bacaan Alkitab hari ini:

Roma 9:30-10:15

Sikap ekstrem adalah sikap yang diungkapkan melalui tindakan yang melebihi batas kewajaran. Apakah sikap seperti itu sehat? Tentu saja tidak! Segala sesuatu yang melebihi batas kewajaran—walaupun nampak baik—akan menjadi tidak baik, bahkan merugikan. Contohnya, memakan makanan bergizi sangat baik untuk kesehatan, jika kita makan dalam porsi yang wajar dan seimbang. Sebaliknya, jika porsi makan kita melebihi batas kewajaran, akan muncul obesitas yang memunculkan gangguan kesehatan.

Paulus menyinggung sikap ekstrem bangsa Israel serta bangsa-bangsa lain dalam hal hubungan mereka dengan Allah (9:30-33). Bangsa Israel sungguh-sungguh giat bagi Allah, tetapi mereka tidak memiliki pengertian yang benar (10:2). Sikap ekstrem bangsa Israel adalah mengejar hukum yang mendatangkan kebenaran, namun mereka tidak sampai kepada hukum itu karena mereka mengejar hukum bukan berdasarkan iman, tetapi berdasarkan perbuatan. Akibatnya, mereka tersandung pada batu sandungan yang mereka buat sendiri (9:31-32). Mereka terlalu bersungguh-sungguh melakukan syariat Taurat, tetapi mereka mengabaikan berita Injil. Bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah juga berlaku ekstrem. Mereka sungguh-sungguh giat untuk “Allah” (10:2). Mereka beribadah kepada ilah mereka (patung, pohon, gunung, dan sebagainya) serta mempersembahkan korban untuk menyenangkan hati “Allah” mereka, tetapi mereka melakukan semuanya itu tanpa pengertian yang benar (dalam hal menyembah Allah). Baik terhadap orang Israel maupun terhadap orang non-Israel, Rasul Paulus memberi komentar yang sama, yaitu “Kristus adalah kegenapan hukum Taurat, sehingga kebenaran diperoleh tiap-tiap orang yang percaya.” (10:4). Melalui iman kepada Kristus, mereka akan dibenarkan oleh pengorbanan-Nya.

Perlu keseimbangan antara pelayanan di gereja dan keluarga. Di satu pihak kita harus melayani karena kita mengasihi Tuhan dan jemaat-Nya. Tuhan sudah memperlengkapi kita dengan karunia-karunia yang Dia berikan agar kita dapat melayani-Nya. Di pihak lain, kita harus memperhatikan keluarga, agar kita tidak menjadi batu sandungan bagi anggota keluarga yang belum percaya. Sudahkah kita mempunyai keseimbangan dalam hal ini? [Souw]