Bermegah di dalam Tuhan

Bacaan Alkitab hari ini:
1 Korintus 1:18-2:5

Belakangan ini, kemungkinan, banyak di antara kita yang sering mendengar perkataan “wise” dipakai dalam percakapan sehari-hari. Kata “wise”berarti “bijak”. Akan tetapi, banyak orang lebih suka menggunakan versi Bahasa Inggris, yaitu “wise”, mungkin untuk menambah efek “pintar” ke dalam perkataannya. Mungkin, Anda pernah mendengar percakapan yang isinya kurang lebih demikian: “Kamu kurang wise jika berbicara seperti itu…,” atau “Be wise-lah!” Zaman sudah berubah, kita tidak bisa lagi berpatok pada ajaran orang zaman dulu, …,” dan seterusnya.

Sebenarnya, tidak masalah bila kita memakai kata “wise” dalam percakapan sehari-hari. Sayangnya, seringkali kata “wise” yang dipakai banyak orang—termasuk orang Kristen—bukan “wise” yang sesuai dengan firman Tuhan, melainkan “wise” versi dunia. Banyak orang pada masa kini yang beranggapan bahwa ajaran atau prinsip-prinsip firman Tuhan adalah hal yang sudah jadoel alias ketinggalan zaman. Oleh karena itu, jika kita perhatikan, banyak orang yang lebih suka menghadiri seminar motivasi dan sejenisnya ketimbang menghadiri pembinaan atau kelas pendalaman Alkitab di gereja. Obrolan sehari-hari rasanya lebih berbobot jika kita mengetahui lebih banyak tentang kehidupan sosialita dan apa yang sedang viral di media sosial. Orang merasa “wise” jika mengetahui banyak informasi, bukan “wise” karena mengerti dan melakukan firman Tuhan.

Rasul Paulus dengan tegas mengatakan bahwa hikmat Allah melampaui segala hikmat manusia (1:25-29). Apa yang dianggap sebagai kebodohan di mata dunia, yaitu salib Kristus, adalah hikmat Allah yang justru menyelamatkan manusia dari persoalan terbesar mereka, yaitu maut. Manusia yang terbatas secara akal budi seringkali sudah merasa cukup berhikmat setelah mengetahui atau menguasai hal-hal tertentu, sehingga meremehkan firman Tuhan. Namun, bagi Rasul Paulus, salib Yesus Kristus yang dianggap kebodohan dan batu sandungan itu justru merupakan kekuatan dan hikmat Allah yang menyelamatkan manusia yang lemah, namun sering merasa kuat. Sebagai orang percaya yang sudah menerima keselamatan di dalam Tuhan Yesus, seharusnya kita bermegah di dalam hikmat Tuhan, bukan bermegah berdasarkan hikmat dunia (1:30-31). [GI Wirawaty Yaputri]

Demi Nama Tuhan Yesus

Bacaan Alkitab hari ini:
1 Korintus 1:1-17

Dalam bacaan Alkitab hari ini, kita membaca nasihat Rasul Paulus kepada jemaat di kota Korintus tentang perpecahan yang terjadi di antara mereka. Sangat penting bagi kita untuk memperhatikan nasihat Rasul Paulus yang disampaikan “demi Nama Tuhan kita Yesus Kristus” (1:10). Apakah maksud perkataan tersebut? Ada beberapa hal yang dapat kita renungkan bersama:

Pertama, Rasul Paulus menasihati jemaat Korintus dengan otoritas yang berasal dari Tuhan. Beliau tidak berbicara kepada mereka berdasarkan kepentingan pribadi atau kepentingan manusia, melainkan berdasarkan kehendak Tuhan. Perpecahan di tengah jemaat adalah hal yang sangat tidak berkenan di hati Tuhan!

Kedua, dengan menasihati jemaat Korintus demi Nama Tuhan Yesus, Rasul Paulus menunjukkan bahwa Gereja adalah satu tubuh, yaitu tubuh Kristus, dan memiliki satu Kepala, yaitu Yesus Kristus sendiri. Gereja tidak semestinya terpecah belah karena perpecahan adalah penyangkalan terhadap hakikat gereja sebagai satu tubuh, yaitu tubuh Kristus. Tidaklah wajar bila anggota gereja terpecah belah menjadi beberapa kelompok. Kita harus memandang perpecahan yang terjadi dalam gereja sebagai masalah yang sangat serius yang harus segera diatasi.

Ketiga, demi Nama Tuhan Yesus Kristus berarti setiap anggota gereja, meskipun berbeda latar belakang, berbeda tingkat ekonomi, dan berbeda tingkat pendidikan, semuanya dipanggil oleh Tuhan yang sama dan semuanya dibaptis dalam nama Tuhan yang sama juga. Salah satu alasan perpecahan jemaat dalam jemaat Korintus adalah karena di sana terdapat pengidolaan terhadap Rasul Paulus (golongan Paulus), Apolos (golongan Apolos), dan Rasul Petrus (golongan Kefas). Yang tidak mengidolakan mereka bertiga disebut atau menyebut dirinya sebagai golongan Kristus (1:13). Pengidolaan tokoh itu keliru karena yang dimuliakan seharusnya adalah Kristus, bukan manusia. Pengidolaan tokoh itu juga bisa membuat kita sibuk bertengkar dan melupakan tugas yang amat penting, yaitu memberitakan Injil (1:17).

Karena semua orang percaya telah berada di dalam Kristus, kita semua memiliki Tuhan yang sama dan yang Satu. Oleh karena itu, seharusnya kita bersatu dalam mengikut Kristus, bukan terpecah belah karena mengikuti idola yang berbeda. [GI Wirawaty Yaputri]

Kemah Suci Didirikan

Bacaan Alkitab hari ini:
Keluaran 40

Kitab Keluaran diakhiri dengan pendirian dan pengudusan Kemah Suci serta perabot-perabot di dalamnya, serta penahbisan Harun sebagai imam besar dan penahbisan anak-anak Harun sebagai imam-iimam yang melayani dalam peribadatan bangsa Israel. Selesainya pendirian Kemah Suci dan penahbisan Harun dan anak-anaknya itu menandai dimulainya sistem peribadatan bangsa Israel. Struktur Kitab Keluaran yang dimulai dengan persiapan pembebasan bangsa Israel dari perbudakan di Tanah Mesir dan berakhir dengan dimulainya sistem peribadatan menunjukkan bahwa bagi umat Allah, ibadah itu amat penting. Ibadah seharusnya menjadi sumber kekuatan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Sistem peribadatan dibangun sebelum bangsa Israel memasuki Tanah Kanaan dan menguasai Tanah yang dijanjikan bagi mereka. Setelah sistem peribadatan dibangun, langkah mereka selanjutnya adalah hidup mengikuti pimpinan TUHAN yang memimpin mereka melalui awan yang menutupi Kemah Suci. Bila awan itu naik, bangsa Israel harus membongkar kemah mereka, lalu bergerak mengikuti ke mana pun awan itu bergerak memimpin mereka sampai awan itu berhenti. Bila awan itu berdiam di suatu tempat dan tidak naik, bangsa Israel berdiam di tempat itu.

Struktur Kitab Keluaran ini memberi petunjuk kepada setiap orang Kristen pada masa kini, bahwa kita perlu menjadikan ibadah sebagai prioritas dalam kehidupan kita. Sangat tidak wajar bila orang-orang beriman lebih memprioritaskan mengejar prestasi studi atau prestasi pekerjaan atau pergi berlibur dengan mengabaikan ibadah. Bagi sebuah keluarga Kristen, seharusnya yang merupakan prioritas adalah ibadah, bukan kesenangan atau prestasi. Perlu diingat bahwa langkah awal kehidupan yang memprioritaskan ibadah adalah pertobatan dan pembebasan dari dosa yang telah dikerjakan oleh Yesus Kristus melalui pengorbanan-Nya di kayu salib. Pertobatan dan pembebasan dari dosa inilah yang merupakan makna simbolik dari peristiwa keluarnya bangsa Israel dari Tanah Mesir. Marilah kita memeriksa diri kita masing-masing: Apakah Anda telah menjadikan ibadah sebagai prioritas dalam kehidupan Anda dan keluarga Anda? Apakah Anda telah mengalami pertobatan dan pembebasan dari dosa yang kita terima melalui iman kepada pengorbanan Tuhan Yesus Kristus di kayu salib? [GI Purnama]

Pakaian dan Tanggung Jawab Jabatan

Bacaan Alkitab hari ini:
Keluaran 39

Pembuatan pakaian imam dalam bacaan Alkitab hari ini merupakan pelaksanaan perintah Allah kepada Musa dalam pasal 28. Dalam pasal 28, pakaian kudus untuk imam besar yang akan dipakai oleh Harun itu disebut sebagai perhiasan kemuliaan (28:2). Akan tetapi, dalam pasal 39 yang kita baca hari ini, pakaian tersebut disebut sebagai pakaian jabatan (39:1). Sebutan “perhiasan kemuliaan” menunjukkan bahwa jabatan sebagai imam besar merupakan jabatan yang mulia, sedangkan sebutan “pakaian jabatan” menunjukkan bahwa jabatan imam besar menuntut tanggung jawab yang besar. Sesudah menjabat sebagai imam besar, gaya hidup Harun harus disesuaikan dengan jabatannya. Dari sisi kemuliaan, jabatan sebagai imam besar bisa menimbulkan kebanggaan. Akan tetapi, dari sisi tanggung jawab, jabatan sebagai imam besar seharusnya menimbulkan kegentaran. Sebagai seorang imam besar, Harun harus terus waspada agar dia bisa terus hidup dalam kekudusan. Kegagalannya mengatasi permintaan bangsa Israel yang menuntut pembuatan patung anak lembu emas saat Musa berada di atas Gunung Sinai seharusnya membuat Harun selalu waspada agar dia tidak melakukan kesalahan lagi. Walaupun jabatan sebagai imam besar mungkin membangkitkan kebanggaan, Harun harus selalu mengingat bahwa jabatan sebagai imam besar adalah jabatan pelayanan. Harun melaksanakan jabatannya sebagai seorang yang melayani dalam peribadatan, bukan sebagai seorang penguasa yang memerintah para imam.

Dalam kehidupan kita, penting sekali bagi kita untuk selalu berusaha menjaga keseimbangan antara memegang jabatan yang dipercayakan kepada diri kita dengan melaksanakan kewajiban yang menyertai jabatan itu. Perlu diingat bahwa pola pikir seorang Kristen seharusnya berbeda dengan pola pikir duniawi. Seorang Kristen tidak boleh terbuai oleh jabatan dan kemuliaan yang menyertai jabatan itu, melainkan harus memandang jabatan sebagai kewajiban melayani orang lain. Teladan tertinggi kita adalah Tuhan Yesus yang telah datang ke dunia ini, bukan untuk menegakkan kekuasaan-Nya, melainkan untuk melayani, bahkan untuk mati di kayu salib guna menebus dosa manusia (bandingkan dengan Matius 20:25-28). Apakah Anda telah memiliki hati yang bersedia untuk melayani dalam jabatan apa pun yang dipercayakan kepada diri Anda? [GI Purnama]

Persembahan Khusus

Bacaan Alkitab hari ini:
Keluaran 35:30-36:38

Banyak orang Kristen yang menyangka bahwa persembahan yang dituntut TUHAN dalam Alkitab—khususnya Perjanjian Lama—hanyalah persepuluhan, padahal ada banyak macam persembahan dalam Alkitab. Dalam bacaan Alkitab hari ini, kita bisa membaca tentang persembahan yang bersifat sukarela, yaitu persembahan khusus untuk membangun Kemah Suci. Saat membaca bagian Alkitab ini, mungkin kita akan sangat terkesan melihat antusiasme orang Israel dalam memberi. Perlu diingat bahwa Kemah Suci yang akan dibangun ini merupakan sebuah bangunan yang bahan-bahannya amat mewah bila mengingat bahwa saat itu bangsa Israel masih hidup berpindah-pindah. Sekalipun demikian, persembahan sukarela yang diberikan oleh bangsa Israel dapat mencukupi semua kebutuhan, bahkan akhirnya Musa harus memerintahkan agar pemberian persembahan dihentikan karena jumlah persembahan sudah melampaui kebutuhan (36:4-7).

Kisah yang kita baca hari ini merupakan tamparan keras bagi anggota gereja yang amat perhitungan dalam memberi kepada TUHAN. Di beberapa gereja, kebutuhan dana untuk operasional gereja saja sering defisit walaupun sebagian anggota gereja menghuni rumah yang tergolong mewah. Pelayanan misi, diakonia, sekolah teologi, dan pelayanan-pelayanan lain yang sifatnya bukan untuk mencari keuntungan sering kali terhambat karena hanya sebagian kecil anggota gereja yang mendukung dana dengan setia. Orang Kristen pada masa kini sangat perlu mengubah pola pikir terhadap kebutuhan gereja dan lembaga-lembaga pelayanan. Bila kita memandang gereja kita sebagai rumah kita sendiri, bahkan sebagai rumah Tuhan yang harus kita muliakan, kita akan berusaha memenuhi kebutuhan gereja. Bila kita memandang pelayanan lembaga-lembaga pelayanan sebagai pelayanan kita sendiri, kita akan ikut mendanai lembaga-lembaga tersebut, sehingga pelayanan lembaga-lembaga itu tidak akan terhambat karena masalah dana.

Persembahan persepuluhan harus kita pandang sebagai jumlah persembahan minimal (target awal bagi setiap orang percaya yang ingin belajar memberi) yang mengungkapkan penghormatan kita kepada Allah—Sang Pemilik segala sesuatu—yang telah memberikan berkat-Nya kepada kita. Kita juga harus terus membuka mata dengan tangan yang terulur untuk memenuhi kebutuhan di sekeliling kita. [GI Purnama]

Persiapan Membangun Kemah Suci

Bacaan Alkitab hari ini:
Keluaran 35:1-29

Setelah Musa turun dari Gunung Sinai dengan membawa dua loh batu yang baru yang berisi sepuluh hukum Allah (34:27-29), Musa mulai melakukan persiapan untuk membangun Kemah Suci.

Yang menarik, persiapan pertama yang dilakukan Musa sebelum pembangunan dimulai adalah mengingatkan tentang peraturan Sabat (35:1-3). Jelaslah bahwa peraturan Sabat bukan hanya berlaku untuk masa depan (setelah pembangunan selesai), melainkan telah diberlakukan sebelum Kemah Suci mulai dibangun. Para pekerja yang membangun Kemah Suci juga harus mengindahkan peraturan Sabat. Mereka harus beristirahat setiap hari yang ketujuh. Dari satu sisi, pemberlakuan peraturan Sabat menjelang pelaksanaan proyek pembangunan Kemah Suci ini secara tidak langsung mengingatkan bahwa walaupun orang-orang yang membangun itu merupakan orang-orang yang ahli dalam bidangnya (35:30-36:2), mereka memiliki keterbatasan manusiawi. Mereka perlu beristirahat sesudah bekerja keras. Dari sisi lain, Sabat juga mengingatkan bahwa sumber kekuatan dan pengetahuan yang memampukan para pekerja melaksanakan tugas mereka adalah berasal dari Allah sendiri.

Persiapan kedua yang dilakukan Musa sebelum pembangunan Kemah Suci dimulai adalah mempersiapkan hati. Musa menghendaki agar seluruh bangsa Israel terlibat dalam pembangunan. Mereka yang tidak ikut membangun secara fisik pun harus ikut membangun dengan mempersembahkan harta benda mereka. Dalam Perjanjian Baru, Tuhan Yesus bersabda, “di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.” (Matius 6:21). Melalui tindakan mempersembahkan harta, seluruh bangsa Israel ikut merasakan bahwa pembangunan Kemah Suci itu merupakan proyek bersama, bukan sekadar proyek Musa.

Persiapan membangun Kemah Suci yang dilakukan Musa ini adalah pelajaran berharga bagi gereja pada masa kini dan bagi setiap orang yang ingin melayani Allah. Kita harus menyadari bahwa sumber kekuatan kita dalam melayani terletak pada Allah yang memberi kekuatan. Kita pun harus melayani dengan segenap hati, termasuk dengan mempersembahkan harta benda kita yang sebenarnya juga berasal dari pemberian Allah. Dengan demikian, seluruh pelayanan yang kita lakukan akan membuat Allah dimuliakan melalui kehidupan kita. [GI Purnama]

Peringatan Penting!

Bacaan Alkitab hari ini:
Keluaran 34

TUHAN itu luar biasa sabar. Sesungguhnya, pengkhianatan bangsa Israel yang ditunjukkan melalui pembuatan dan penyembahan anak lembu emas amat menyakitkan hati TUHAN. Sekalipun demikian, kesabaran Allah dan kemurahan hati-Nya membuat Ia mau mengampuni bangsa Israel, bahkan Ia berjanji untuk melakukan berbagai perbuatan yang sungguh-sungguh dahsyat (34:10). Allah mengetahui betapa lemahnya umat Israel. Oleh karena itu, Ia memperingatkan bangsa Israel agar mereka tidak mengadakan perjanjian dengan penduduk Tanah Kanaan serta tidak menjalin hubungan keluarga melalui ikatan pernikahan dengan mereka. Allah kuatir bahwa bila terjalin ikatan pernikahan antara bangsa Israel dengan bangsa kafir, umat Allah akan ikut terseret dalam penyembahan kepada ilah asing (34:12-16).

Sewajarnya, bangsa Israel yang baru saja menerima hukuman Tuhan yang amat keras karena mereka tergoda untuk membuat patung anak lembu emas itu sadar bahwa peringatan Allah itu penting dan harus selalu diingat! Akan tetapi, ternyata bahwa bangsa Israel itu benar-benar keras kepala. Setelah mereka memasuki Tanah Perjanjian, akan terlihat bahwa bangsa Israel sering mengabaikan peringatan Allah ini. Berbagai peristiwa menyedihkan terjadi karena bangsa Israel berkali-kali lalai dan mengikatkan diri dalam hubungan perjanjian serta pernikahan dengan suku-suku asing. Itulah sebabnya, sebagian besar sejarah Israel merupakan sejarah yang kelam!

Pada masa kini, Allah tetap memberi peringatan yang sama, yaitu bahwa anak-anak Allah harus berhati-hati dalam menjalin relasi dengan sesama yang belum percaya, “Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.” (1 Korintus 15:33). Sungguh menyedihkan bahwa di kalangan Kristen pun, kita bisa menemukan terjadinya penipuan, korupsi, perselingkuhan, perceraian, dan berbagai dosa lain yang jelas menyakiti hati Tuhan. Mengikuti peringatan TUHAN untuk menjaga diri dalam pergaulan merupakan cara paling aman untuk mempertahankan iman. Rasul Paulus mengingatkan, “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?” (2 Korintus 6:14). [GI Purnama]

Dosa itu Masalah Serius!

Bacaan Alkitab hari ini:
Keluaran 33

Dosa yang dilakukan bangsa Israel—yaitu membuat dan menyembah patung anak lembu emas—merupakan masalah yang sangat serius! Allah yang kudus itu tidak bisa membiarkan dosa! Kekudusan Allah “memaksa” Allah untuk menghukum orang berdosa, tetapi anugerah Allah membuat Allah memberikan jalan keluar. Tindakan bani Lewi yang telah menewaskan 3000 orang Israel telah meredakan murka Allah (32:26-28). Sekalipun demikian, dosa yang telah dilakukan bangsa Israel benar-benar telah melukai hati TUHAN, sehingga Ia berniat untuk tidak lagi berjalan bersama-sama dengan bangsa Israel, melainkan mengutus malaikat-Nya untuk mengawal bangsa Israel menuju Tanah Perjanjian (32:34; 33:2-3). Jalan keluar yang diberikan TUHAN ini sudah merupakan suatu anugerah. Akan tetapi, bagi Musa, penyertaan TUHAN itu amat penting. Penyertaan TUHAN inilah yang membedakan bangsa Israel dengan bangsa-bangsa lain (33:16). Musa rela mengorbankan dirinya asal dosa bangsa Israel diampuni dan TUHAN kembali menyertai umat Israel (32:31-32). Akhirnya, karena kesungguhan Musa memohon agar TUHAN Allah menyertai umat-Nya, TUHAN kembali berjanji untuk menyertai umat-Nya.

Bila Allah berkenan berdiam di antara orang Israel pada zaman Musa, saat ini Allah berkenan untuk berdiam dalam hati setiap orang yang percaya melalui kehadiran Roh Kudus (Efesus 1:13; 1 Korintus 3:16; 6:19). Bagi orang percaya pada masa kini, sikap TUHAN tetap sama. TUHAN membenci dosa dan Ia tidak bisa menutup mata terhadap dosa. Akan tetapi, “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.” (1 Yohanes 1:9). Pada zaman Musa, Allah tetap mau tinggal bersama-sama dengan umat Israel karena permohonan Musa. Pada zaman ini, Allah mau mengampuni dosa kita, dan Dia berkenan untuk diam di dalam hati kita, karena pengorbanan Kristus di kayu salib telah menyelamatkan kita. Melalui kematian-Nya, Kristus telah menanggung hukuman dosa kita. Sekalipun demikian, hal itu tidak berarti bahwa pada saat ini, perbuatan dosa sudah tidak menjadi masalah. Allah tetap membenci dosa, tetapi Allah memperhitungkan Kristus yang telah mati menanggung dosa kita. Oleh karena itu, seharusnya kita senantiasa hidup menjauhi dosa! (Bandingkan dengan Roma 6:1-2). [GI Purnama]

Iman yang Tidak Dewasa

Bacaan Alkitab hari ini:
Keluaran 32

Bangsa Israel adalah bangsa yang menyembah TUHAN Allah, tetapi iman mereka belum dewasa. Ketidakdewasaan mereka nampak dalam kebergantungan mereka kepada Musa. Mereka sudah terbiasa membawa semua masalah kepada Musa, tetapi mereka belum terbiasa mengatasi masalah mereka sendiri. Dalam hubungan dengan TUHAN, mereka bergantung sepenuhnya kepada Musa. Oleh karena itu, saat Musa meninggalkan bangsa Israel selama 40 hari dan 40 malam (24:18), iman mereka tergoncang. Keadaan mereka bagaikan domba tanpa gembala, sikap mereka menjadi tak terkendali. Saat Musa naik ke atas Gunung Sinai untuk menghadap TUHAN Allah, Harun dan Hur adalah para pemimpin pengganti (24:14). Sayangnya, Harun kurang berwibawa sehingga dia “terpaksa” menuruti permintaan bangsa Israel untuk membuat patung anak lembu emas sebagai sembahan yang bisa dilihat dengan mata jasmani (32:1-4).

Patung anak lembu emas tidak perlu diartikan sebagai “allah lain” karena patung ini juga disebut Elohim (sebutan untuk “Allah” dalam bahasa Ibrani). Akan tetapi, pembuatan patung ini menyalahi hukum kedua yang ditetapkan Allah, yaitu “Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apa pun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya.” (20:4-5a). Dengan membentuk Allah sebagai patung yang bisa dilihat, bangsa Israel telah merendahkan Allah yang sebenarnya tidak sebanding dengan apa pun di dunia ini. Allah melampaui segala sesuatu, bahkan melampaui apa yang sanggup kita pikirkan tentang Dia. Menggambarkan kekuatan Allah sebagai kekuatan lembu—yang saat itu dianggap sangat kuat—adalah usaha yang merendahkan Allah. Pemahaman kita tentang Allah seharusnya dibentuk sepenuhnya oleh apa yang telah Allah nyatakan dalam firman-Nya. Iman yang dewasa adalah iman yang senantiasa tunduk terhadap apa yang telah Allah firmankan dan apa yang telah Allah tetapkan. Penolakan terhadap firman Allah sebagai sumber kebenaran serta ketidakmampuan menerima keadaan merupakan ciri-ciri sikap memberontak terhadap Allah dan kehendak-Nya. Bersediakah Anda menerima keadaan apa pun yang Allah izinkan terjadi dalam hidup Anda tanpa mencari jalan yang bertentangan dengan kehendak-Nya? [GI Purnama]

Hidup dalam Ketaatan

Bacaan Alkitab hari ini:
Keluaran 31

Allah bukan hanya memberikan petunjuk secara sangat terperinci kepada Musa mengenai pembuatan Kemah Suci dan perabot-perabot yang diperlukan untuk peribadatan, tetapi Dia juga menunjuk, menetapkan, dan melengkapi orang-orang yang mengerjakan pembuatan Kemah Suci tersebut. Perlu diingat bahwa Allah menghendaki agar pembuatan Kemah Suci dan perabot-perabot tersebut dilaksanakan persis seperti instruksi yang telah Allah berikan (31:2-11). Pemberian instruksi yang terperinci ini menunjukkan bahwa kehendak Allah tidak hanya bersifat umum, tetapi mencakup pula kehendak yang bersifat khusus (terperinci). Hal ini mengajarkan kepada kita bahwa kita perlu mencari kehendak Allah bukan hanya secara umum (garis besar), tetapi kita perlu mencari kehendak Allah secara spesifik (terperinci).

Perlu diingat bahwa ketaatan yang dituntut Allah dari umat-Nya itu mencakup dua hal, yaitu ketaatan secara etis dalam kehidupan sehari-hari (menyangkut relasi dengan sesama) dan ketaatan dalam hal ibadah (menyangkut relasi dengan Tuhan). Kedua arah ketaatan ini harus dilaksanakan bersama-sama. Untuk menjaga agar hidup kita dijalani secara seimbang, Allah menetapkan bahwa pekerjaan orang Israel harus diselesaikan dalam enam hari, dan hari ketujuh dikhususkan sebagai hari perhentian (Sabat). Penetapan Sabat ini sangat penting, bukan hanya agar kita bisa beristirahat secara fisik, tetapi juga agar kita selalu mengingat Allah sebagai sumber segala kebaikan yang kita terima. Bila kita bekerja selama tujuh hari dalam seminggu, hidup kita akan menjadi tidak sehat, baik secara jasmani maupun secara rohani.

Adanya Sabat tidak berarti bahwa ketaatan yang dituntut Allah hanyalah ketaatan sehari dalam seminggu. Sesungguhnya, Allah menuntut ketaatan dalam seluruh hidup kita! Dengan menyisihkan hari Sabat untuk Tuhan, kita mengaitkan ketaatan dalam kehidupan sehari-hari dengan ketaatan secara rohani dalam hubungan dengan Allah. Sabat mengingatkan kita bahwa hidup kita tidaklah bebas semau kita. Sabat memberi kesempatan berpikir dan menyiapkan diri dalam menghadapi realitas kehidupan sehari-hari. Relasi dengan Allah adalah sumber kekuatan untuk menjalani hidup sehari-hari dalam ketaatan kepada kehendak Allah. Saat ini, orang Kristen tidak lagi beribadah pada hari Sabat (hari ketujuh), melainkan pada hari Minggu (hari pertama) untuk mengingat Kristus yang telah bangkit dari kematian. [GI Purnama]